Kematian, Hanya Nabi Ibrahim dan Nabi Musa yang Bisa Menawar
loading...
A
A
A
Di kesempatan lain, kisah yang diriwayatkan oleh 'Ikrimah dari Ibn 'Abbas ini, menceritakan Nabi Ibrahim AS meminta Malaikat Maut mengubah wujudnya saat mencabut nyawa orang-orang beriman.
Dengan mengajukan syarat yang sama kepada Nabi Ibrahim AS, Malaikat Maut pun mengubah wujudnya. Maka di hadapan Nabi yang telah membalikkan badannya kembali, telah berdiri seorang pemuda tampan, gagah, berpakaian indah dan menyebar aroma wewangian yang sangat harum.
"Seandainya orang beriman melihat rupamu di saat kematiannya, niscaya cukuplah itu sebagai imbalan amal baiknya," kata Nabi Ibrahim AS.
Suatu hari Nabi Ibrahim sedang duduk di teras rumahnya. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki tua dengan wajah yang lusuh sambil bersandar di tongkatnya. Kemudian Ibrahim pun mempersilakan laki-laki itu masuk ke dalam rumah dan menjamunya dengan makanan.
Ternyata laki-laki tua itu adalah Izrail. Ketika tamu Ibrahim tersebut sedang menyantap hidangan yang telah disuguhkan, tiba-tiba makanan itu berjatuhan. Kemudian Ibrahim pun bertanya kepada tamunya itu, “Apa yang terjadi dan menimpamu?”
Lalu laki-laki itu menjawab, “usiaku sudah tua 201 tahun,” dan Ibrahim pun terheran-heran karena usia tamunya ini tidak jauh berbeda dengannya. Kala itu usia Ibrahim adalah 200 tahun.
Satu tahun kemudian, jelmaan Izrail itu datang lagi, tapi kali ini dengan penampilan lain. Wajahnya menjadi tampan, bukan tua, dan lusuh seperti sebelumnya. Nabi Ibrahim tahu kalau itu malaikat maut.
Sebelum malaikat maut mencabut nyawanya, Nabi Ibrahim berkata kepadanya "Hai malaikat maut, apakah kamu pernah tahu ada seorang kekasih yang tega mencabut nyawa orang yang dicintainya?”
Malaikat maut naik ke langit untuk melaporkan kepada Allah bahwa kekasihnya ini protes. Allah berkata, "Katakanlah kepada kekasihKu, apakah seorang kekasih tidak suka bertemu dengan orang yang dicintainya?"
Kemudian Izrail kembali kepada Ibrahim. Ia menyampaikan apa yang dikatakan Tuhannya. Mendengar jawaban Allah, Ibrahim berkata kepada dirinya, "Tenanglah diriku untuk saat ini." Tak lama malaikat maut pun mencabut nyawa Nabi Ibrahim.
Diriwayatkan, ketika ruh Nabi Ibrahim AS akan dicabut, Allah SWT bertanya kepadanya: "Bagaimana engkau merasakan kematian wahai kawanku?"
"Seperti sebuah pengait yang dimasukkan ke dalam gumpalan bulu basah yang kemudian ditarik," jawab Ibrahim
“Yang seperti itulah, sudah Kami ringankan atas dirimu," firman-Nya.
Tentang sakratulmaut, Rasulullah bersabda, “Manusia pasti akan merasakan derita dan rasa sakit kematian, dan sesungguhnya sendi-sendinya akan mengucapkan selamat tinggal satu sama lain seraya berkata 'Sejahteralah atasmu; sekarang kita saling berpisah hingga datang hari kiamat kelak'."
Tatkala Rasulullah terbaring lemah, datang malaikat Jibril menemui Rasulullah dan berkata "Malaikat maut ada di pintu, meminta izin menemuimu, dan tidak pernah meminta izin kepada seorangpun sebelummu."
Rasulullah mengizinkan malaikat Izrail masuk. Setelah masuk malaikat Izrail berkata "Assalamu'alaika wahai Rasulullah. Allah mengutusku untuk memberikan pilihan kepada mu antara tetap tinggal di dunia atau bertemu dengan Allah di akhirat." Dan Rasulullah akhirnya memilih untuk bertemu dengan Allah SWT.
Menolak Mati
Jika Nabi Ibrahim sempat tawar menawar dengan Allah dan malaikat Izrail tentang kematiannya. Nabi Musa lebih dramatis lagi. Ketika Malaikat maut datang kepada Nabi Musa, kemudian meminta izin untuk mencabut nyawanya, maka Nabi Musa menampar Malaikat itu hingga rusak matanya. ( )
Dalam hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah RA berkata, "Malaikat maut diutus kepada Musa. Ketika dia datang, Musa menamparnya. Lalu Malaikat maut kembali kepada Tuhannya dan berkata, 'Engkau telah mengutusku kepada seorang hamba yang menolak mati.’ Lalu Allah mengembalikan matanya (yang rusak karena tamparan Musa).
Allah berfirman kepadanya, "Kembalilah kepada Musa. Katakan kepadanya agar dia meletakkan tangannya di punggung sapi jantan, maka bulu sapi yang tertutup oleh tangannya itulah sisa umurnya. Satu bulu satu tahun."
Musa berkata, "Ya Rabbi setelah itu apa?" Malaikat menjawab, "Maut." Musa berkata, "Sekarang aku pasrah." Maka Musa memohon kepada Allah agar didekatkan kepada Tanah Suci sejauh lemparan batu.
Dengan mengajukan syarat yang sama kepada Nabi Ibrahim AS, Malaikat Maut pun mengubah wujudnya. Maka di hadapan Nabi yang telah membalikkan badannya kembali, telah berdiri seorang pemuda tampan, gagah, berpakaian indah dan menyebar aroma wewangian yang sangat harum.
"Seandainya orang beriman melihat rupamu di saat kematiannya, niscaya cukuplah itu sebagai imbalan amal baiknya," kata Nabi Ibrahim AS.
Suatu hari Nabi Ibrahim sedang duduk di teras rumahnya. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki tua dengan wajah yang lusuh sambil bersandar di tongkatnya. Kemudian Ibrahim pun mempersilakan laki-laki itu masuk ke dalam rumah dan menjamunya dengan makanan.
Ternyata laki-laki tua itu adalah Izrail. Ketika tamu Ibrahim tersebut sedang menyantap hidangan yang telah disuguhkan, tiba-tiba makanan itu berjatuhan. Kemudian Ibrahim pun bertanya kepada tamunya itu, “Apa yang terjadi dan menimpamu?”
Lalu laki-laki itu menjawab, “usiaku sudah tua 201 tahun,” dan Ibrahim pun terheran-heran karena usia tamunya ini tidak jauh berbeda dengannya. Kala itu usia Ibrahim adalah 200 tahun.
Satu tahun kemudian, jelmaan Izrail itu datang lagi, tapi kali ini dengan penampilan lain. Wajahnya menjadi tampan, bukan tua, dan lusuh seperti sebelumnya. Nabi Ibrahim tahu kalau itu malaikat maut.
Sebelum malaikat maut mencabut nyawanya, Nabi Ibrahim berkata kepadanya "Hai malaikat maut, apakah kamu pernah tahu ada seorang kekasih yang tega mencabut nyawa orang yang dicintainya?”
Malaikat maut naik ke langit untuk melaporkan kepada Allah bahwa kekasihnya ini protes. Allah berkata, "Katakanlah kepada kekasihKu, apakah seorang kekasih tidak suka bertemu dengan orang yang dicintainya?"
Kemudian Izrail kembali kepada Ibrahim. Ia menyampaikan apa yang dikatakan Tuhannya. Mendengar jawaban Allah, Ibrahim berkata kepada dirinya, "Tenanglah diriku untuk saat ini." Tak lama malaikat maut pun mencabut nyawa Nabi Ibrahim.
Diriwayatkan, ketika ruh Nabi Ibrahim AS akan dicabut, Allah SWT bertanya kepadanya: "Bagaimana engkau merasakan kematian wahai kawanku?"
"Seperti sebuah pengait yang dimasukkan ke dalam gumpalan bulu basah yang kemudian ditarik," jawab Ibrahim
“Yang seperti itulah, sudah Kami ringankan atas dirimu," firman-Nya.
Tentang sakratulmaut, Rasulullah bersabda, “Manusia pasti akan merasakan derita dan rasa sakit kematian, dan sesungguhnya sendi-sendinya akan mengucapkan selamat tinggal satu sama lain seraya berkata 'Sejahteralah atasmu; sekarang kita saling berpisah hingga datang hari kiamat kelak'."
Tatkala Rasulullah terbaring lemah, datang malaikat Jibril menemui Rasulullah dan berkata "Malaikat maut ada di pintu, meminta izin menemuimu, dan tidak pernah meminta izin kepada seorangpun sebelummu."
Rasulullah mengizinkan malaikat Izrail masuk. Setelah masuk malaikat Izrail berkata "Assalamu'alaika wahai Rasulullah. Allah mengutusku untuk memberikan pilihan kepada mu antara tetap tinggal di dunia atau bertemu dengan Allah di akhirat." Dan Rasulullah akhirnya memilih untuk bertemu dengan Allah SWT.
Menolak Mati
Jika Nabi Ibrahim sempat tawar menawar dengan Allah dan malaikat Izrail tentang kematiannya. Nabi Musa lebih dramatis lagi. Ketika Malaikat maut datang kepada Nabi Musa, kemudian meminta izin untuk mencabut nyawanya, maka Nabi Musa menampar Malaikat itu hingga rusak matanya. ( )
Dalam hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah RA berkata, "Malaikat maut diutus kepada Musa. Ketika dia datang, Musa menamparnya. Lalu Malaikat maut kembali kepada Tuhannya dan berkata, 'Engkau telah mengutusku kepada seorang hamba yang menolak mati.’ Lalu Allah mengembalikan matanya (yang rusak karena tamparan Musa).
Allah berfirman kepadanya, "Kembalilah kepada Musa. Katakan kepadanya agar dia meletakkan tangannya di punggung sapi jantan, maka bulu sapi yang tertutup oleh tangannya itulah sisa umurnya. Satu bulu satu tahun."
Musa berkata, "Ya Rabbi setelah itu apa?" Malaikat menjawab, "Maut." Musa berkata, "Sekarang aku pasrah." Maka Musa memohon kepada Allah agar didekatkan kepada Tanah Suci sejauh lemparan batu.