Kisah di Balik Perang Uhud (1): Trio Macan yang Membuat Musuh Lari Terbirit-birit

Selasa, 17 November 2020 - 13:51 WIB
loading...
Kisah di Balik Perang Uhud (1): Trio Macan yang Membuat Musuh Lari Terbirit-birit
Ilustrasi/Ist
A A A
PERTEMPURAN Uhud adalah pertempuran yang pecah antara kaum muslimin dan kaum kafir Quraisy pada tanggal 22 Maret 625 M (7 Syawal 3 H). Pertempuran ini terjadi kurang lebih setahun lebih seminggu setelah Pertempuran Badar .

Tentara Islam berjumlah 700 orang sedangkan tentara kafir berjumlah 3.000 orang. Tentara Islam dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW sedangkan tentara kafir dipimpin oleh Abu Sufyan.

Disebut Pertempuran Uhud karena terjadi di dekat bukit Uhud yang terletak 4 mil dari Masjid Nabawi dan mempunyai ketinggian 1000 kaki dari permukaan tanah dengan panjang 5 mil.

Peperangan Uhud terkenal dalam sejarah sebagai peperangan yang amat gawat. Jumlah pasukan muslim tidak ada seperempatnya dibanding pasukan kafir Quraish. Pasukan kafir Quraisy juga dipersiapkan dengan perbekalan dan persenjataan serba lengkap. Kecuali itu diperkuat pula dengan pasukan wanita di bawah pimpinan Hindun binti 'Utbah, isteri Abu Sufyan bin Harb, guna memberikan dorongan moril, agar orang-orang kafir Quraisy jangan sampai lari meninggalkan medan tempur.

Dalam peperangan ini, Rasulullah SAW menyerahkan panji kaum muhajirin kepada Ali bin Abi Thalib r.a .

Untuk menghadapi kaum musyrikin yang sudah memusatkan kekuatan di Uhud, pasukan muslimin menuju ke tempat itu, dengan memotong jalan sedemikian rupa, sehingga gunung Uhud berada di belakang mereka.

Kemudian Rasulullah mulai mengatur barisan. 50 Orang pasukan pemanah ditempatkan pada sebuah lembah di antara dua bukit. Kepada mereka diperintahkan supaya menjaga pasukan yang ada di belakang mereka. Ditekankan jangan sampai meninggalkan tempat, walau dalam keadaan bagaimanapun juga. Sebab hanya dengan senjata panah sajalah serbuan pasukan berkuda musuh dari belakang dapat ditahan.

Duel Ali bin Abi Thalib
Perang Uhud mulai berkobar dengan tampilnya Ali ke depan melayani duel Thalhah bin Abi Thalhah yang berkoar menantang-nantang: "Siapakah yang akan maju berduel?"

Al Hamid Al Husaini dalam bukunya berjudul "Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib RA" menceritakan, seperti api disiram minyak semangat Ali membara. Dengan ayunan langkah tegap dan tenang, serta sambil mengeretakkan gigi, ia maju dengan pedang terhunus. Baru saja Thalhah bin Abi Thalhah menggerakan tangan hendak mengayun pedang, secepat kilat pedang Ali " Dzul Fikar " menyambarnya hingga terbelah dua.

Kemenangan Ali mendapat sambutan takbir tentara muslimin. Dengan tewasnya Thalhah bin Ahi Thalhah, pertarungan sengit berkecamuk antara dua pasukan.

Selanjutnya Abu Dujanah tampil dengan memakai pita maut di kepala dan pedang terhunus di tangan kanan yang baru saja diserahkan oleh Rasulullah kepadanya. Ia seorang yang sangat berani.

Laksana harimau keluar dari semak belukar ia maju menyerang musuh dan membunuh siapa saja dari kaum musyrikin yang berani mendekatinya.

Bersama Abu Dujanah, Ali bin Abi Thalib mengobrak-abrik barisan musuh. Dalam pertempuran ini Hamzah bin Abdul Mutthalib tidak kalah semangat dibanding dengan putera saudaranya sendiri, Ali dan Abu Dujanah.

Hamzah demikian lincah dan tangkas melabrak pasukan musyrikin dan menewaskan tiap orang yang berani mendekat. Ia terkenal sebagai pahlawan besar dalam menghadapi musuh.

Sama seperti dalam perang Badar, dalam perang Uhud ini Hamzah benar-benar menjadi singa dan merupakan pedang Allah yang sangat ampuh. Banyak musuh yang mati di ujung pedangnya.

Al Hamid Al Husaini menyebut dalam pertempuran antara 700 pasukan muslimin melawan 3000 pastikan musyrikin itu, kita saksikan kejantanan trio Ali, Hamzah dan Abu Dujanah. "Mereka merupakan tauladan dan wujud dari kekuatan moril yang sangat tinggi. Suatu kekuatan yang membuat pasukan Quraisy menderita kehancuran mental, mundur dan surut," tuturnya.

Tiap panji mereka lepas dari tangan pemegangnya dan diganti oleh pemegang panji yang lain, tiap kali itu juga dipangkas habis oleh tiga sejoli pahlawan Islam itu.

Thalhah bin Abi Thalhah kepalanya dibelah dua oleh Ali. Utsman bin Abi Thalhah dipotong gembungnya oleh Hamzah, Abu Saad lolos dari ujung pedang Abu Dujanah dan berusaha merebut panji musyrikin Quraisy yang sudah dirobek-robek oleh Abu Dujanah, tetapi keburu dipisahkan kepalanya dari batang tubuhnya oleh Ali.

Sembilan orang pemegang panji musyrikin Quraisy tewas berturut-turut di ujung pedang Ali, Hamzah dan Abu Dujanah.

Lari Terbirit-birit
Mental pasukan Quraisy sudah patah sama sekali. Pasukan wanita mereka lari terbirit-birit.

Berhala-berhala yang mereka bawa untuk dimintai restu dalam peperangan, berjatuhan terpelanting dari punggung unta. Dalam keadaan masing-masing lari untuk menyelamatkan diri, semua perbekalan yang mereka bawa dari Makkah ditinggalkan dan senjata-senjata di buang di kiri-kanan jalan.

Alangkah banyaknya barang-barang itu. Hal ini membuat pasukan muslimin lengah dan lupa daratan. Pikiran mereka sudah teralih kepada kekayaan duniawi. Pasukan pemanah yang di wanti-wanti supaya jangan sampai meninggalkan tempat, walau dalam keadaan bagaimanapun juga, sekarang mulai mengarahkan pandangan-mata kepada teman-teman yang sedang sibuk mengangkuti barang-barang rampasan.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6235 seconds (0.1#10.140)