Islam Masuk ke Jawa: Kisah Sultan Al-Ghabbah Sampai Ruqyah Syaikh Subakir

Rabu, 23 Desember 2020 - 05:00 WIB
loading...
A A A
Berdasarkan fakta sejarah di atas, Islam mulai dikenal oleh penduduk pribumi di Indonesia sejak abad ke-7 M mengalami hambatan dan belum diterima sampai pada abad ke-15 M.

Hal tersebut berarti sekitar kurun waktu delapan abad lamanya sampai Islam mulai dianut secara menyeluruh oleh masyarakat pribumi Indonesia yaitu pada pertengahan abad ke-15 M.

Muhammad Dhiyauddin mengatakan setelah Pulau Jawa dan Pulau Bawean yang diruqyah oleh Syaikh Subakir, maka Pulau Jawa disebutkan telah siap menerima dakwah Islam para mubaligh berikutnya yaitu dakwah Walisongo.

Di antara anggota Walisongo yang berdakwah di Jawa pada periode awal yaitu Syaikh Maulana Malik Ibrahim. ( )

Walisongo
Menurut Solichin Salam dalam bukunya berjudul "Sekitar Walisongo", kata Walisongo merupakan gabungan dua kata yang berasal dari kata wali dan songo.

Kata wali berasal dari bahasa Arab, satu singkatan dari kata waliyullah yang berarti orang yang mencintai dan dicintai Allah. Sedangkan kata songo berasal dari bahasa Jawa yang berarti sembilan. Jadi, Wali Songo berarti wali yang berjumlah sembilan, yaitu sembilan orang yang mencintai dan dicintai Allah.

Mereka dipandang sebagai ketua mubaligh Islam yang bertugas mengislamkan daerah-daerah dan penduduk yang belum memeluk Islam di Jawa. Sembilan wali (Wali Songo) tersebut adalah Sunan Gresik (Syaikh Maulana Malik Ibrahim), Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati.

Wali Songo mendakwahkan Islam dengan damai, santun, serta tanpa paksaan. Gerakan damai yang dilakukan oleh Wali Songo menunjuk pada usaha-usaha penyampaian dakwah Islam melalui prinsip maw’izhatul hasanah wa mujadalah billati hiya ahsan, yaitu sebuah metode penyampaian ajaran Islam melalui cara dan tutur bahasa yang baik.

Ajaran Islam yang dikemas oleh Walisongo sebagai ajaran yang sederhana dan dikaitkan dengan pemahaman masyarakat setempat atau dapat dipahami dengan Islam yang dibumikan sesuai adat budaya dan kepercayaan penduduk setempat melalui proses asimilasi dan sinkretisme.

Kehadiran Walisongo juga berkaitan dengan proses menguatnya kembali unsur-unsur budaya asli Nusantara. Melalui prinsip dakwah yang kemudian oleh para ulama disebut dengan al-muhafazah ‘alal qadimish shalih wal akhdu bil jadilil ashlah, yaitu memelihara khazanah masa lalu yang baik serta mengadopsi perkembangan terbaru yang lebih baik.

Melalui prinsip tersebut, menurut Suyoto, unsur-unsur budaya lokal yang sudah ada sebelum Islam masuk ke Nusantara yang dianggap sesuai dengan sendi-sendi tauhid kemudian diserap ke dalam dakwah Islam. Pelaksanaan dakwah dengan cara tersebut memang memerlukan waktu yang lama, akan tetapi berlangsung secara damai.
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1375 seconds (0.1#10.140)