Kisah Satria Mega Pethak Menyebarkan Ajaran Islam Versi Lawrens Rasyidi

Selasa, 29 Desember 2020 - 13:05 WIB
loading...
A A A
Delapan belas perampok itu sekarang tinggal lima belas. Tiga rekannya telah mati di tangan penduduk desa. Delapan orang langsung membuang senjatanya di tanah begitu mendengar seruan Tekuk Penjalin.

Tujuh lainnya berlari ke arah kudanya masing-masing dan bergerak menuju Julung Pujud. “Ki Tekuk Penjalin! Tidak sudi kami mengikuti jejakmu. Biarkan kami menempuh jalan kami sendiri!”

“Terserah kalian!” sahut Tekuk Penjalin. “Tapi jangan coba-coba mengganggu desa ini lagi. Bila itu kalian lakukan maka aku sendiri yang bakal membasmi kalian!”

“Ha ha ha ha .......... !” Julung Pujud tertawa keras. “Mari anak buahku yang jantan! kita tinggalkan Tekuk Penjalin yang telah menjadi banci!”

Julung Pujud mendahului memacu kudanya keluar desa. Diikuti tujuh orang anak buahnya yang tidak mau menerima fitrah kebenaran abadi. Beberapa penduduk desa yang masih merasa geram dan dendam segera menendang dan memukuli delapan perampok yang telah menyerah, duduk bersimpuh di atas tanah tanpa mengadakan perlawanan sama sekali.

Gafur segera membentak ke arah penduduk desa, “Hentikan ! tidak pantas menyerang orang yang sudah menyerahkan diri!”

“Mereka sudah membujuk teman-teman kami!” protes penduduk.

“Serahkan mereka padaku. Aku akan mengurusnya !” jawab Gafur dengan suara berwibawa. Kemudian ia memberi isyarat kepada seluruh penduduk untuk berkumpul.

Ki Tekuk Penjalin dan anak buahnya duduk bersimpul di belakang Gafur, menghadap ke arah penduduk desa yang segera berkumpul di hadapan Gafur.

“Sudah kalian saksikan sendiri,“ Gafur membuka suara.”Muslim yang kuat lebih disukai Allah. Dengan adanya kekuatan kita dapat mempertahankan diri dari pemaksaan kehendak orang lain, itulah sebabnya para pemuda di desa ini kuajari ilmu pencak silat di samping belajar ilmu agama!”

Demikian H Lawrens Rasyidi berkisah tentang kedigdayaan murid Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik dalam bukunya yang berjudul Kisah dan Ajaran Wali Sanga.

Secara panjang lebar Gafur memberikan bimbingan kepada penduduk setempat untuk mengenal dan memperdalam agama Islam. Bukan hanya sekadar ceramah saja. Melainkan dibuktikan dengan perbuatan nyata.

Oleh Sunan Gresik, Gafur ditugaskan membina desa-desa tertinggal, dan masyarakat yang belum mengenal Islam. Dia membantu para penduduk untuk meningkatkan taraf kehidupannya dengan cara membimbing mereka bertanam padi dengan cara yang lebih baik. Dengan ilmu pengobatan yang dipelajari dari gurunya ia juga telah banyak menolong para penduduk yang menderita sakit.

Penduduk setempat akhirnya menaruh simpati. Di saat itulah Gafur baru menawarkan dan mengenalkan keindahan dan keluhuran agama Islam kepada mereka. Tekuk Penjalin dan anak buahnya dibina di desa itu. Akhirnya mereka menjadi orang baik-baik dan menjadi pelindung desa dari rongrongan para perampok.

Itulah cara dakwah yang ditempuh oleh Gafur yang oleh Tekuk Penjalin disebut sebagai Satria Mega Pethak atau Satria Awan putih. Seputih hati dan sebersih jiwa pemuda dalam menempuh perjalanan hidupnya.

Gafur hanyalah salah satu di antara sekian banyak murid Sunan Gresik yang tinggal di Garawesi atau Gresik. Sunan Gresik dikenal penduduk setempat sebagai Kakek Bantal.

“Ya, siapakah sebenarnya Guru saudara Gafur yang disebut Kakek Bantal itu?” tanya Tekuk Penjalin pada suatu hari.

Gafur tersenyum lalu menjawab, “Kakek Bantal adalah seorang ulama besar dari Negeri Seberang. Beliau tinggal di Jawa, tepatnya di Gresik. Bantal artinya Bumi. Disebut demikian karena beliau mampu membaur dengan penduduk setempat sehingga boleh dikatakan sudah membumi dengan lingkungan dan masyarakat sekitar. Ada pula yang mengatakan Bantal adalah bantal untuk alas tidur, sebab beliau sangat berilmu tinggi. Petuah dan nasehatnya melegakan semua orang yang mendengarkannya sehingga hati dan jiwa menjadi tenang, setenang saat mereka tidur nyenyak di atas bantal empuk.”
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2632 seconds (0.1#10.140)