Kisah Satria Mega Pethak Menyebarkan Ajaran Islam Versi Lawrens Rasyidi

Selasa, 29 Desember 2020 - 13:05 WIB
loading...
A A A
Dengan ringan tubuhnya hinggap di atas tanah. Gafur melakukan hal serupa. Bahkan gerakannya membuat Tekuk Penjalin tercekat. Cepat bagai kilat namun indah bagaikan sehelai daun kuning jatuh ke tanah.

“Nah, majulah anak muda!” tantang Tekuk Penjalin.

Gafur memang bermaksud segera menyudahi pertempuran itu. Ia merasa kasihan pada para penduduk desa yang terus menerus berjatuhan karena kalah pengalaman dibanding kawanan perampok yang asalnya memang dari pasukan tempur kerajaan Majapahit.

Tanpa basa basi lagi Gafur mengerahkan ilmunya. Ilmu silat yang berasal dari Perguruan Al-Karomah. Tekuk Penjalin langsung roboh terjungkal ke tanah. Nafasnya terengah-engah. Mulutnya mengeluarkan darah segar. Beberapa bagian tubuhnya nampak matang biru.

Melihat kenyataan itu. Julung Pujud yang sudah naik ke atas punggung kuda menjadi kecut hatinya. Ia menggiring kudanya secara diam-diam untuk menjauhi arena pertarungan.

Rupanya Julung Pujud bersiap-siap hendak melarikan diri jika ternyata pihaknya menderita kekalahan.

“Ilmu setan..!” desis Tekuk Penjalin dengan pandang mata penasaran.

“Andika keliru!” sahut Gafur sembari melangkah mendekati Tekuk Penjalin yang terkapar tanpa dapat bangun lagi. ”Kami bahkan sangat membenci ilmu setan. Ilmu yang barusan kupergunakan tadi adalah ilmu Pencak Silat Karomah.”

“Kau berasal dari perguruan mana?”

“Garawesi !” sahut Gafur menoleh ke arah penduduk yang masih terus bertempur dengan kawanan perampok.

Kemudian berpaling dan mendekati ke arah Tekuk Penjalin. “Cepat perintahkan anak buahmu untuk menyerah!” Bentak Gafur dengan pandang mata mencorong.

Tekuk Penjalin hanya diam saja. Gafur jadi gelisah. Ia melangkah makin dekat. Sepasang kakinya berdiri di sisi tubuh Tekuk Penjalin yang terkapar.

“Jika kau tak mau perintahkan anak buahmu menyerah, maka sekali kuinjakkan kakiku ke dadamu, pasti kau akan mati!” ancamnya tanpa main-main.

Tekuk Penjalin masih tak mau buka suara. Sepasang matanya memandang Gafur dengan penuh penasaran. Rasanya dia masih belum percaya jika telah dirobohkan pemuda itu hanya dalam tiga kali gebrakan. Benar-benar mustahil. Tapi kenyataan telah membuka pandangan hidup bahwa seolah-olah di dunia ini tidak ada orang sakti selain dirinya.

“Cepat! perintahkan anak buahmu untuk menyerah!“ ancam Gafur dengan hati galau. Kini ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Siap dihantamkan ke dada Tekuk Penjalin.

Tekuk Penjalin sendiri masih bungkam. Hatinya bergolak, “Bertahun-tahun aku mengembara. Ingin bertemu dengan tokoh silat tingkat tinggi, kini tokoh itu ternyata hanya seorang anak muda. Aku kecewa, daripada hidup menanggung malu, lebih baik aku mati di tangannya.”

Tanpa diduga oleh Gafur, tiba-tiba Tekuk Penjalin menggerakkan mulutnya. Bukan untuk memberi perintah agar anak buahnya menyerah. Melainkan justru meludahi wajah Gafur yang hendak menginjak dadanya.

“Juhhhhh..!”

Gafur tak sempat mengelak. Ludah itu menempel di wajahnya. Seketika wajahnya yang putih bersih berubah jadi merah padam pertanda marah.

Sepasang tangannya terkepal erat. Kaki kanannya bergetar hebat menahan amarah. Sekali injak tentu ambrol dada Tekuk Penjalin. Melihat wajah Gafur yang merah membara itu tergetarlah hati Tekuk Penjalin, bagaimanapun sebenarnya dia tidak rela mati begitu saja. Kini lenyaplah kepongahan hatinya. Berubah jadi kecut dan ciut. Wajahnya seketika berubah jadi pucat pasi.
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2822 seconds (0.1#10.140)