Baca juga: Ngerinya Durhaka Kepada Orang Tua, Dosa Besar yang Mengiringi Syirik
Kata syirik berasal dari kata "syaraka" yang berarti "mencampurkan dua atau lebih benda/hal yang tidak sama menjadi seolah-olah sama", misalnya mencampurkan beras kelas dua ke dalam beras kelas satu. Campuran itu dinamakan beras isyrak. Orang yang mencampurkannya disebut musyrik.
Lawan "syaraka" ialah "khalasha" artinya memurnikan. Beras kelas satu yang masih murni, tidak bercampur sebutir pun dengan beras jenis lain disebut beras yang "Khalish".
Baca Juga:
"Jadi orang yang ikhlash bertuhankan hanya Allah ialah orang yang benar-benar bertauhid. Inilah konsep yang paling sentral di dalam ajaran Islam," demikian buku Kuliah Tauhid karya Muhammad 'Imaduddin 'Abdulrahim yang diterbitkan oleh Pustaka-Perpustakaan Salman ITB (1980).
Mentauhidkan Allah ini tidaklah semudah percaya akan wujudnya Allah. Mentauhidkan Allah dengan ikhlash menghendaki suatu perjuangan yang sangat berat. Mentauhidkan Allah adalah suatu jihad yang terbesar di dalam hidup ini.
Baca juga: Benarkah Jimat atau Rajah Masuk Kategori Syirik?
Kenyataannya, Imaduddin menyatakan, orang-orang yang sudah mengaku Islam pun, bahkan mereka yang sudah rajin bersalat, berpuasa dan ber'ibadah yang lain pun, di dalam kehidupan mereka sehari-hari masih bersikap, bahkan bertingkah laku seolah-olah mereka masih syirik (bertuhan lain di samping Tuhan Yang Sebenarnya).
Mereka masih mencampurkan (mensyirikkan) pengabdian mereka kepada Allah itu dengan pengabdian kepada sesuatu "ilah" yang lain.
Pengabdian sampingan itu biasanya ialah di dalam bentuk "rasa ketergantungan" kepada ilah yang lain itu. Oleh karena itu, al-Qur'an mengingatkan setiap Muslim, bahwa dosa terbesar yang tak akan terampunkan oleh Allah ialah syirik ini (Lihat Q 4:48 dan 116):