4 Bahaya Jika Seseorang Menjauh dan Melupakan Al-Qur'an

Sabtu, 16 Mei 2020 - 03:15 WIB
loading...
4 Bahaya Jika Seseorang Menjauh dan Melupakan Al-Quran
Menjauh dari Al-Quran adalah bahaya bagi seorang muslim bahkan bagi umat manusia. Foto/Dok SINDOnews
A A A
Sejak 14-15 Abad lalu, Allah Ta'ala sudah menyebutkan akan datangnya masa umat Islam menjauh dari Al-Qur'an . Menjauh artinya tidak membacanya, tidak mentabburinya, apalagi mengamalkannya. Allah Ta'ala berfirman:

وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا

"Dan Rasul ( Muhammad ) berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur'an ini sesuatu yang dijauhi." (QS. Al-Furqan, ayat 30).(Baca Juga: Ustaz Adi Hidayat Ungkap Obat Virus Corona dalam Al-Qur'an)

Dai yang pernah belajar Sastra Arab di Universitas Indonesia Ustadz Farid Nu'man Hasan menerangkan, menjauh dari Al-Qur'an adalah bahaya bagi seorang muslim, atau masyarakat muslim, bahkan bagi umat manusia. Ada 4 bahaya jika menjauh dari Al-Qur'an sebagaimana ditegaskan oleh dalam kalam-Nya. Di antaranya:(Baca Juga: 40 Hadis Keutamaan Al-Qur'an (1))

1. Penghidupan yang Sempit (Ma'isyatan Dhanka).
Allah Ta'ala menegaskan dalam Al-Qur'an : "Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit". (QS. ThaHa, ayat 124).

Maksud dari berpaling dari peringatanKu adalah berpaling dari Al-Qur'an . Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan: yaitu menyelisihi perintahKu dan menyelisihi apa-apa yang Aku turunkan kepada RasulKu ( Al-Qur'an ), berpaling darinya dan melupakannya dan menjadikan selainnya sebagai petunjuk. (Tafsir Al Quran Al 'Azhim, 5/283)

Adapun penghidupan yang sempit yaitu kehidupan dunianya, baik hakiki yaitu sempit nafkahnya, atau sempit secara maknawi yaitu dadanya sempit dan gelisah. Karena dia hidup di atas kesesatan, atau permasalahan yang tidak kunjung usai, dan lainnya.

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan: "sempit di dunia, tidak tenang, dan tidak lapang dadanya, tapi hatinya sempit karena kesesatannya. Walau zhahirnya menampakkan nikmat hidup, memakai pakaian apa saja yang dia sukai, memakan apa yang dia mau, dia tinggal di mana pun dia suka, tapi hatinya belum bersih kepada keyakinan dan petunjuk. Hatinya dirundung gelisah dan dipenuhi keraguan dan dikuasai kebimbangan. Itulah kehidupan dunia yang sempit. (Ibid)

Sementara itu, Abu Hurairah radhiallahu'anhu berkata: Rasulullah SAW bersabda tentang makna penghidupan yang sempit, maksudnya adalah 'adzab kubur. Sanadnya jayyid. (Imam Ibnu Katsir, Ibid, 5/284)

2. Dikumpulkan di Akhirat dalam Keadaan Buta.
Allah Ta'ala berfirman dalam ayat yang sama dengan poin pertama: وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ ” dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS. Tha-Ha, ayat 124).

Ini sesuatu yang menakutkan. Di dunia, kebutaan saja sudah tidak mengenakkan dan membingungkan, walau banyak manusia yang dapat membantu kita. Lalu, bagaimana kebutaan di akhirat, di mana manusia tidak bisa membantu satu sama lainnya karena masing-masing bertanggung jawab atas amalnya sendiri? Buta di sini bermakna hilangnya penglihatan, hilangnya arah, petunjuk, dan kendali, di akhirat nanti.

Imam Asy-Syaukani rahimahullah menjelaskan: Yaitu kaburnya penglihatan. Dikatakan bahwa maksud dari buta adalah buta dari hujjah. Dikatakan pula, buta terhadap arah kebaikan, dan dia tidak ada pentunjuk untuk sedikit pun mencapai ke sana. (Fathul Qadir, 3/462).

Sebab, Al-Qur'an adalah kitab petunjuk bagi manusia, ke arah yang lurus dan paling benar, maka melupakannya akan membuatnya jauh melenceng dari kebenaran. Penyesalan itu pun datang kemudian.

3) Kesesatan yang Jauh.
Al-Qur'an adalah huda lin naas, petunjuk bagi semua manusia. Maka, ketika manusia berpaling darinya tentu mereka berpaling dari panduan hidup, sehingga mereka tersesat dan jauh tersesat. Allah Ta’ala berfirman:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا

"Tidakkah engkau ( Muhammad ) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu ( Al-Qur'an ) dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Tetapi mereka masih menginginkan ketetapan hukum kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) kesesatan yang sejauh-jauhnya. (QS. An-Nisa', ayat 60).

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini. Ayat ini merupakan pengingkaran Allah terhadap orang yang mengklaim beriman kepada apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ( Al-Qur'an ) dan apa yang diturunkan kepada para nabi terdahulu. Saat bersamaan, mereka ingin mendamaikan pertengkaran manusia tapi tidak menggunakan Al-Qur'an dan Sunnah.

Sebab turunnya ayat ini tentang pertengkaran seorang laki-laki Anshar, dengan orang Yahudi. Si Yahudi berkata: "Antara saya dan kamu ada Muhammad ." Lalu laki-laki Anshar berkata: "Antara saya dan kamu ada Ka’ab bin Asyraf (tokoh Yahudi Madinah)." Ada yang mengatakan, ayat ini tentang segolongan orang-orang munafiq yang menampakkan keislaman, tapi mereka hendak menetapkan perkara dengan hukum jahiliyah. Ada pula versi lainnya. Ayat ini berlaku lebih umum dari semua itu. Ini merupakan kecaman bagi mereka yang mengadili dari Al-Qur’an dan As Sunnah, tapi juga menggunakan ketetapan selain keduanya dengan batil. Inilah maksud berhukum dengan hukum thaghut di ayat ini.

4. Bersahabat dengan Setan (Shuhbatusy Syaithon).
Allah Ta;ala jadikan Al-Qur'an sebagai wiqayah (tameng) untuk manusia dari gangguan syetan. Ayat-ayat Al-Qur'an sangat menakutkan bagi mereka, oleh karena itu Rasulullah SA W bersabda:

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنْ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1473 seconds (0.1#10.140)