Memperkuat Silaturahmi meski Hanya Lewat Daring
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tradisi umat Islam di Indonesia setelah berpuasa Ramadhan selama sebulan adalah melakukan silaturahmi untuk saling memaafkan. Namun di masa Covid-19 ini silaturahmi sulit dilakukan karena demi menghindari terjadinya penularan virus.
Di sisi lain silaturahmi juga harus tertunda karena adanya kebijakan larangan mudik oleh pemerintah. Khususnya perantau pada Lebaran kali ini tidak bisa pulang kampung untuk bertemu dengan keluarga dan kerabat. Larangan mudik ini juga dalam rangka untuk mencegah persebaran Covid-19 yang lebih luas lagi di daerah.
Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, silaturahmi di dalam Islam sangat dianjurkan. Silaturahmi di saat Lebaran menjadi ajang saling memaafkan sehingga dosa-dosa pun terhapus. Selain itu hal tersebut bermanfaat untuk mengikat tali persaudaraan yang terputus dan semakin memupuk keimanan kepada Allah SWT.
Menurutnya hambatan yang ada akibat Covid-19 tak berarti membuat umat Islam sama sekali kehilangan kesempatan bersilaturahmi. Salah satu caranya adalah memanfaatkan teknologi digital atau melalui media dalam jaringan (daring). (Baca: 4 Bahaya Jika Seseorang Menjauh dan Melupakan Alquran)
“Silaturahmi menjadi anjuran agama dan sekarang kita di era teknologi yang semakin canggih sehingga silaturahmi bisa dilakukan melalui media-media daring,” ujar Zainut kepada KORAN SINDO kemarin.
Wamenag mengatakan, mudik memang sebaiknya tidak dilakukan karena dikhawatirkan perantau yang berasal dari zona merah lalu datang ke zona hijau bisa menyebabkan penularan. Memang ada protokol kesehatan yang diterapkan di daerah, tetapi tetap saja berbahaya karena ada pasien yang tidak menunjukkan gejala terinfeksi virus.
Zainut pun berharap semua masyarakat bersabar dan kuat menahan diri untuk menegakkan tanggung jawab bersama sebagai bangsa agar bangsa Indonesia bisa keluar dengan cepat dari krisis ini.
“Dan saya kira itu menjadi tugas mulia. Karena Rasulullah SAW sendiri bersabda jika Anda mendengar di satu daerah terjadi wabah, Anda jangan menuju ke daerah tersebut, tapi jika Anda berada di daerah itu, Anda jangan keluar dari daerah itu,” paparnya.
Peraih gelar doktor dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menjelaskan, bertelepon untuk meminta maaf dan bertanya kabar pun bisa menjadi silaturahmi. Lalu silaturahmi daring juga bisa dilakukan melalui video call atau memakai Skype. Bahkan saat ini aplikasi Zoom yang biasanya digunakan untuk seminar daring juga bisa dipakai untuk bersilaturahmi daring antarkeluarga.
Memang diakui masalah menjaga silaturahmi ini tidak sesederhana itu, bisa diselesaikan dengan teknologi, karena tidak semua masyarakat mengenali teknologi itu. Namun, kata dia, inti dari semuanya adalah bagaimana umat Islam tetap menjaga diri dan menjaga nyawa orang lain dengan tidak mengambil risiko mudik karena bisa menularkan virus. (Baca juga: Bolak-balik Melakukan Dosa, Ini Penawarnya)
“Di dalam ajaran agama kita tidak boleh membuat mudarat dan juga tidak boleh menjadikan orang lain terkena mudarat,” pungkasnya.
Sementara itu Dirjen Bimas Islam Kemenag RI Kamaruddin Amin mengatakan, persebaran Covid-19 hanya bisa dihentikan dengan partisipasi seluruh warga bangsa. Dia mengajak masyarakat berjihad melawan musuh kemanusiaan ini dengan mengerahkan seluruh potensi, energi dan modal sosial budaya, agama dan ekonomi. Menurutnya, melawan Covid-19 ada tiga hal yang dapat dilakukan.
Pertama, semua imbauan dan perintah untuk menjaga jarak atau menghindari kerumunan dan seluruh protokol Covid-19 wajib secara syar'i dipatuhi. Menaati pemerintah dalam hal ini sama halnya melaksanakan perintah agama.
Menurutnya, bukan hanya karena secara syar'i, masyarakat harus menaati pemerintah (QS. An-Nisa 59). “Tapi perintah tersebut sejalan dengan perintah agama untuk menjaga diri (QS. Al-Baqarah 195) dan orang lain serta kemanusiaan secara keseluruhan dari bahaya (laa dharara walaa dhiraara),” ujarnya sebagaimana dikutip laman kemenag.go.id kemarin. (Baca juga: 5 Amalam Utama Pada 10 Terakhir Ramadhan)
Kedua, berderma untuk meringankan beban warga yang terdampak Covid-19 ini wajib dilakukan. “Atas nama kemanusiaan, agama yang kita yakini, mari peduli pada tetangga, pada warga yang terdampak. Bukanlah orang yang beriman yang tidur nyenyak dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan,” ujarnya.
Ketiga, berdoa dan beribadah. Dengan banyak beribadah dan berdoa kualitas spiritual meningkat, kualitas resepsi hati atas sinyal-sinyal ketuhanan semakin baik, hati menjadi tenteram dan tenang. (Neneng Zubaidah)
Di sisi lain silaturahmi juga harus tertunda karena adanya kebijakan larangan mudik oleh pemerintah. Khususnya perantau pada Lebaran kali ini tidak bisa pulang kampung untuk bertemu dengan keluarga dan kerabat. Larangan mudik ini juga dalam rangka untuk mencegah persebaran Covid-19 yang lebih luas lagi di daerah.
Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, silaturahmi di dalam Islam sangat dianjurkan. Silaturahmi di saat Lebaran menjadi ajang saling memaafkan sehingga dosa-dosa pun terhapus. Selain itu hal tersebut bermanfaat untuk mengikat tali persaudaraan yang terputus dan semakin memupuk keimanan kepada Allah SWT.
Menurutnya hambatan yang ada akibat Covid-19 tak berarti membuat umat Islam sama sekali kehilangan kesempatan bersilaturahmi. Salah satu caranya adalah memanfaatkan teknologi digital atau melalui media dalam jaringan (daring). (Baca: 4 Bahaya Jika Seseorang Menjauh dan Melupakan Alquran)
“Silaturahmi menjadi anjuran agama dan sekarang kita di era teknologi yang semakin canggih sehingga silaturahmi bisa dilakukan melalui media-media daring,” ujar Zainut kepada KORAN SINDO kemarin.
Wamenag mengatakan, mudik memang sebaiknya tidak dilakukan karena dikhawatirkan perantau yang berasal dari zona merah lalu datang ke zona hijau bisa menyebabkan penularan. Memang ada protokol kesehatan yang diterapkan di daerah, tetapi tetap saja berbahaya karena ada pasien yang tidak menunjukkan gejala terinfeksi virus.
Zainut pun berharap semua masyarakat bersabar dan kuat menahan diri untuk menegakkan tanggung jawab bersama sebagai bangsa agar bangsa Indonesia bisa keluar dengan cepat dari krisis ini.
“Dan saya kira itu menjadi tugas mulia. Karena Rasulullah SAW sendiri bersabda jika Anda mendengar di satu daerah terjadi wabah, Anda jangan menuju ke daerah tersebut, tapi jika Anda berada di daerah itu, Anda jangan keluar dari daerah itu,” paparnya.
Peraih gelar doktor dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menjelaskan, bertelepon untuk meminta maaf dan bertanya kabar pun bisa menjadi silaturahmi. Lalu silaturahmi daring juga bisa dilakukan melalui video call atau memakai Skype. Bahkan saat ini aplikasi Zoom yang biasanya digunakan untuk seminar daring juga bisa dipakai untuk bersilaturahmi daring antarkeluarga.
Memang diakui masalah menjaga silaturahmi ini tidak sesederhana itu, bisa diselesaikan dengan teknologi, karena tidak semua masyarakat mengenali teknologi itu. Namun, kata dia, inti dari semuanya adalah bagaimana umat Islam tetap menjaga diri dan menjaga nyawa orang lain dengan tidak mengambil risiko mudik karena bisa menularkan virus. (Baca juga: Bolak-balik Melakukan Dosa, Ini Penawarnya)
“Di dalam ajaran agama kita tidak boleh membuat mudarat dan juga tidak boleh menjadikan orang lain terkena mudarat,” pungkasnya.
Sementara itu Dirjen Bimas Islam Kemenag RI Kamaruddin Amin mengatakan, persebaran Covid-19 hanya bisa dihentikan dengan partisipasi seluruh warga bangsa. Dia mengajak masyarakat berjihad melawan musuh kemanusiaan ini dengan mengerahkan seluruh potensi, energi dan modal sosial budaya, agama dan ekonomi. Menurutnya, melawan Covid-19 ada tiga hal yang dapat dilakukan.
Pertama, semua imbauan dan perintah untuk menjaga jarak atau menghindari kerumunan dan seluruh protokol Covid-19 wajib secara syar'i dipatuhi. Menaati pemerintah dalam hal ini sama halnya melaksanakan perintah agama.
Menurutnya, bukan hanya karena secara syar'i, masyarakat harus menaati pemerintah (QS. An-Nisa 59). “Tapi perintah tersebut sejalan dengan perintah agama untuk menjaga diri (QS. Al-Baqarah 195) dan orang lain serta kemanusiaan secara keseluruhan dari bahaya (laa dharara walaa dhiraara),” ujarnya sebagaimana dikutip laman kemenag.go.id kemarin. (Baca juga: 5 Amalam Utama Pada 10 Terakhir Ramadhan)
Kedua, berderma untuk meringankan beban warga yang terdampak Covid-19 ini wajib dilakukan. “Atas nama kemanusiaan, agama yang kita yakini, mari peduli pada tetangga, pada warga yang terdampak. Bukanlah orang yang beriman yang tidur nyenyak dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan,” ujarnya.
Ketiga, berdoa dan beribadah. Dengan banyak beribadah dan berdoa kualitas spiritual meningkat, kualitas resepsi hati atas sinyal-sinyal ketuhanan semakin baik, hati menjadi tenteram dan tenang. (Neneng Zubaidah)
(ysw)