Jejak Emas 103 Tahun Aisyiyah, Menurut Haedar Nashir
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tanggal 19 Mei 2020 salah satu organisasi perempuan berkemajuan terbesar di dunia, 'Aisyiyah, tepat berusia 103 tahun. Kiprah 'Aisyiyah yang lebih satu abad ini tidak diragukan lagi baik di kancah nasional maupun internasional.
Milad tahun ini bertemakan “Gerakan Taawun Sosial Peduli Dampak Covid-19 untuk Keselamatan Bangsa".
Di antara kegiatan milad yang menjadi gerakan nasional adalah melaksanakan kegiatan taawun sosial untuk guru-guru TK ABA dengan tajuk Aksi Bersama Sapa Guru PAUD-Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA).
Puluhan ribu sembako dibagikan kepada pahlawan tanpa tanda jasa secara serentak di penjuru nusantara. Kebesaran 'Aisyiyah ini tidak lepas dari keterbukaan pemikiran Muhammadiyah sebagai organisasi induk dalam mengakui dan melibatkan ulama-ulama perempuan di berbagai level, termasuk di dalam lembaga fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, ‘Aisyiyah dalam sejarah perjalanannya telah meninggalkan tiga jejak emas. Pertama menjadi gerakan perempuan perdana yang membawa pada kemajuan dan kebangunan umat Islam khususnya perempuan muslim di negeri tercinta ini dari ketertinggalan menjadi perempuan berkemajuan
"Kedua, Aisyiyah telah mempelopori pergerakan perempuan Indonesia untuk bangkit menjadi perempuan dan bangsa yang merdeka dengan mempelopori kongres perempuan pertama tahun 1928 yang ketiga dengan gerak keagamaan dan sosial kemasyarakatannya telah menggoreskan perubahan sosial yang membawa pada kemajuan perempuan dan bangsa Indonesia,” tutur Haedar pada Senin (18/5).
Dengan usia 103 tahun ini, Haedar berharap ‘Aisyiyah dengan melangkah ke depan melakukan tiga hal strategis yang menjadi agenda seluruh pimpinan dari pusat sampai bawah.
Pertama, jadilah gerakan perempuan Muhammadiyah yang membawa misi Islam berkemajuan, bangun perspektif ke-Islaman yang bayani, burhani dan irfani dengan pendekatan wasathiyah untuk menghadirkan paradigma gerakan perempuan Indonesia berkemajuan yang tidak terjebak pada kutub ekstream tetapi menampilkan Islam wasatiyah berkemajuan.
Kedua, hadirkan berbagai keunggulan ‘Aisyiyah dan amal usahanya sebagaimana telah dirintis sekarang ini termasuk melalui Perguruan Tinggi ‘Aisyiyah yang membanggakan dan menjadi marwah kemajuan ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah.
Ketiga, hadirkan tranformasi sosial baru yakni gerakan praksis sosial multi aspek termasuk gerakan komunitas dimana jiwa pergerakan ‘Aisyiyah hidup disitu. ‘Aisyiyah selalu bersama masyarakat, umat dan bangsa dalam denyut nadi pergerakan yang selalu hidup. Hadirkan ta’awun sosial disaat bangsa ini mengalami Pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan menjadi musibah bersama.
Dengan pergerakanya yang nyata sampai ketingkat bawah ‘Aisyiyah selalu menggoreskan jejak kebaikan semesta yang membawa pada pembebasan, pemberdayaan dan kemajuan perempuan dan dunia kemanusiaan dalam misi dakwah dan tajdid rahmatan lil ‘alamin.
Berdiri 1917
'Aisyiyah didirikan pada tahun 1917 yang dipelopori oleh Nyai Siti Walidah (istri K.H.Ahmad Dahlan). Salah satu yang melatarbelakangi berdirinya 'Aisyyah adalah karena kondisi yang memprihatinkan terkait dengan posisi dan peran perempuan yang menempatkan perempuan sebagai konco wingking (teman untuk urusan rumah tangga saja).
Kondisi ini menjadikan sumber kebodohan dan ketertinggalan. Seperti yang dikutip Haidar Nashir, menurut Junus Anis peran Nyai KH Ahmad Dahlan (Siti Walidah) sejak berdirinya Aisyiyah sebagai pemuka, ulama dan Mubalig Aisyiyah.
Nyai Ahmad Dahlan ini juga selalu menjadi pemegang palu persidangan dalam setiap peyelenggaraan Konggres Aisyiyah dan terakhir pada Konggres atau Muktamar Muhammadiyah ke-32 tahun 1934 di Yogjakarta.
Berdasarkan amanat Muktamar Muhammadiyah ke-23 tahun 1953 di Purwokerto, Aisyiyah menjadi bagian Muhammadiyah yang berkedudukan otonom. Seperti yang tercantum dalam Anggaran Pokok Aisyiyah tahun 1956 Pasal 1 bahwa: “Aisyiyah adalah bahagian istimewa Muhammadiyah yang berkedudukan otonom. Aisyiyah dibentuk Muhammadiyah”.
Pada tahun 1966 status organisasi Aisyiyah ditingkatkan lagi menjadi organisasi Otonom yang struktur organisasi berjenjang dari pusat (setingkat nasional), Wilayah (setingkat provensi), Daerah (setingkat kabupaten/kota), Cabang (setingkat kecamatan), Ranting (setingkat desa/kelurahan).
Pada Muktamar Muhammadiyah tahun 2000 di Jakarta, kemudian dimantabkan lagi pada Muktamar Muhammadiyah ke-45 tahun 2005 di Malang. Posisi Aisyiyah ditingkatkan lagi menjadi organisasi otonom Khusus yang berarti organisasi ini diberikan keluwesan dalam mengelola amal usaha tertentu seperti yang telah dikembangkan oleh Muhammadiyah. dan perempuan yang telah berusia 17 tahun”.
Milad tahun ini bertemakan “Gerakan Taawun Sosial Peduli Dampak Covid-19 untuk Keselamatan Bangsa".
Di antara kegiatan milad yang menjadi gerakan nasional adalah melaksanakan kegiatan taawun sosial untuk guru-guru TK ABA dengan tajuk Aksi Bersama Sapa Guru PAUD-Taman Kanak-Kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA).
Puluhan ribu sembako dibagikan kepada pahlawan tanpa tanda jasa secara serentak di penjuru nusantara. Kebesaran 'Aisyiyah ini tidak lepas dari keterbukaan pemikiran Muhammadiyah sebagai organisasi induk dalam mengakui dan melibatkan ulama-ulama perempuan di berbagai level, termasuk di dalam lembaga fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, ‘Aisyiyah dalam sejarah perjalanannya telah meninggalkan tiga jejak emas. Pertama menjadi gerakan perempuan perdana yang membawa pada kemajuan dan kebangunan umat Islam khususnya perempuan muslim di negeri tercinta ini dari ketertinggalan menjadi perempuan berkemajuan
"Kedua, Aisyiyah telah mempelopori pergerakan perempuan Indonesia untuk bangkit menjadi perempuan dan bangsa yang merdeka dengan mempelopori kongres perempuan pertama tahun 1928 yang ketiga dengan gerak keagamaan dan sosial kemasyarakatannya telah menggoreskan perubahan sosial yang membawa pada kemajuan perempuan dan bangsa Indonesia,” tutur Haedar pada Senin (18/5).
Dengan usia 103 tahun ini, Haedar berharap ‘Aisyiyah dengan melangkah ke depan melakukan tiga hal strategis yang menjadi agenda seluruh pimpinan dari pusat sampai bawah.
Pertama, jadilah gerakan perempuan Muhammadiyah yang membawa misi Islam berkemajuan, bangun perspektif ke-Islaman yang bayani, burhani dan irfani dengan pendekatan wasathiyah untuk menghadirkan paradigma gerakan perempuan Indonesia berkemajuan yang tidak terjebak pada kutub ekstream tetapi menampilkan Islam wasatiyah berkemajuan.
Kedua, hadirkan berbagai keunggulan ‘Aisyiyah dan amal usahanya sebagaimana telah dirintis sekarang ini termasuk melalui Perguruan Tinggi ‘Aisyiyah yang membanggakan dan menjadi marwah kemajuan ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah.
Ketiga, hadirkan tranformasi sosial baru yakni gerakan praksis sosial multi aspek termasuk gerakan komunitas dimana jiwa pergerakan ‘Aisyiyah hidup disitu. ‘Aisyiyah selalu bersama masyarakat, umat dan bangsa dalam denyut nadi pergerakan yang selalu hidup. Hadirkan ta’awun sosial disaat bangsa ini mengalami Pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan menjadi musibah bersama.
Dengan pergerakanya yang nyata sampai ketingkat bawah ‘Aisyiyah selalu menggoreskan jejak kebaikan semesta yang membawa pada pembebasan, pemberdayaan dan kemajuan perempuan dan dunia kemanusiaan dalam misi dakwah dan tajdid rahmatan lil ‘alamin.
Berdiri 1917
'Aisyiyah didirikan pada tahun 1917 yang dipelopori oleh Nyai Siti Walidah (istri K.H.Ahmad Dahlan). Salah satu yang melatarbelakangi berdirinya 'Aisyyah adalah karena kondisi yang memprihatinkan terkait dengan posisi dan peran perempuan yang menempatkan perempuan sebagai konco wingking (teman untuk urusan rumah tangga saja).
Kondisi ini menjadikan sumber kebodohan dan ketertinggalan. Seperti yang dikutip Haidar Nashir, menurut Junus Anis peran Nyai KH Ahmad Dahlan (Siti Walidah) sejak berdirinya Aisyiyah sebagai pemuka, ulama dan Mubalig Aisyiyah.
Nyai Ahmad Dahlan ini juga selalu menjadi pemegang palu persidangan dalam setiap peyelenggaraan Konggres Aisyiyah dan terakhir pada Konggres atau Muktamar Muhammadiyah ke-32 tahun 1934 di Yogjakarta.
Berdasarkan amanat Muktamar Muhammadiyah ke-23 tahun 1953 di Purwokerto, Aisyiyah menjadi bagian Muhammadiyah yang berkedudukan otonom. Seperti yang tercantum dalam Anggaran Pokok Aisyiyah tahun 1956 Pasal 1 bahwa: “Aisyiyah adalah bahagian istimewa Muhammadiyah yang berkedudukan otonom. Aisyiyah dibentuk Muhammadiyah”.
Pada tahun 1966 status organisasi Aisyiyah ditingkatkan lagi menjadi organisasi Otonom yang struktur organisasi berjenjang dari pusat (setingkat nasional), Wilayah (setingkat provensi), Daerah (setingkat kabupaten/kota), Cabang (setingkat kecamatan), Ranting (setingkat desa/kelurahan).
Pada Muktamar Muhammadiyah tahun 2000 di Jakarta, kemudian dimantabkan lagi pada Muktamar Muhammadiyah ke-45 tahun 2005 di Malang. Posisi Aisyiyah ditingkatkan lagi menjadi organisasi otonom Khusus yang berarti organisasi ini diberikan keluwesan dalam mengelola amal usaha tertentu seperti yang telah dikembangkan oleh Muhammadiyah. dan perempuan yang telah berusia 17 tahun”.