Benarkah Menuntut Ilmu Lebih Utama Daripada Amalan-amalan Sunnah?

Senin, 03 Mei 2021 - 18:35 WIB
loading...
Benarkah Menuntut Ilmu...
Ilmu lebih utama dibandingkan dengan amalan-amalan yang bersifat anjuran, ini berarti ilmu menempati urutan setelah amalan-amalan yang diwajibkan di dalam Islam. Salah satu bentuk menuntut ilmu adalah belajar ilmu agama. Foto ilustrasi/ist
A A A
Benarkah menuntut ilmu lebih utama daripada amalan-amalan sunnah ? Bagaimana kedudukan ilmu ini dalam Islam? Ustadz Abdullah Taslim,MA mengungkapkan tentang tausiyah ilmu ini dalam kajian ilmiah Islam di jaringan kanal Rodjatv, akhir pekan kemarin. Berikut uraiannya;

Imam Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala yang mengatakan, “Tidak ada satu amal pun yang lebih utama setelah amal-amal yang Allah wajibkan daripada amalan menuntut ilmu agama.”



Al-Imam Ibnul Qayyim Rahimahullahu Ta’ala membawakan sebuah riwayat, salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:

فضل العلم خير من نفل العمل، وخير دينكم الورع

“Keutamaan ilmu lebih baik daripada amalan sunnah (tidak wajib/anjuran) dan sebaik-baik agamamu adalah sifat wara’.” (Diriwayatkan oleh Imam Abu Nu’aim dan selain beliau)

Dalam kitab Hilyatul Auliya’ disebutkan bahwa sahabat yang dimaksud adalah Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu ‘Anhu.



Poin pentingnya adalah bahwa ilmu lebih utama dibandingkan dengan amalan-amalan yang bersifat anjuran di dalam Islam. Berarti ilmu menempati urutan setelah amalan-amalan yang diwajibkan di dalam Islam.

Riwayat ini sendiri disebutkan bahwa di dalam sanadnya ada kelemahan, akan tetapi riwayat ini secara mauquf ada riwayat lain yang mendukungnya, maka bisa dikatakan derajat hadits ini adalah derajat yang Hasan sebagaimana dinyatakan oleh Al-Imam Al-Mundziri di dalam Targhib wa Tarhib. Maka secara mauquf (sampai kepada sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) riwayat ini adalah riwayat yang kuat.

Ibnul Qayyim mengatakan bahwa hadits ini pun diriwayatkan secara marfu’ (sampai kepada ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, namun di dalam sanadnya ada rawi yang sangat lemah sehingga tidak bisa dijadikan sebagai sandaran.



Kemudian Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa pernyataan dari sahabat ini merupakan pemutus pembicaraan dalam masalah ini. Karena kalau ilmu dan amal kedua-duanya wajib, maka ini tentu harus dikerjakan/diutamakan. Contohnya seperti puasa Ramadhan dan shalat lima waktu, maka ilmu tentang ini wajib dituntut. Dalam kaedah fikih yang terkenal disebutkan:

ما لا يتم الواجب الا به فهو واجب

“Sesuatu yang tidak akan sempurna kewajiban tanpanya, maka sesuatu itu hukumnya wajib.”

Jadi kalau yang berhubungan dengan amalan wajib seperti pelaksanaan shalat lima waktu, pelaksanaan puasa yang sesuai dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka menuntut ilmu tentangnya wajib. Karena tidak akan sempurna kita melaksanakan amal tersebut tanpa ilmu yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, syarat-syaratnya, pembatal-pembatalnya, hal-hal yang merupakan kewajiban-kewajibannya dan hal-hal yang merupakan amalan-amalan sunnah padanya.



Akan tetapi kalau kedua amal tersebut hanya bersifat anjuran (tidak sampai wajib), seperti shalat sunnah, ibadah puasa yang sunnah, sedekah, bacaan Al-Qur’an, berzikir atau yang lainnya, maka menuntut ilmu tentangnya lebih utama daripada amalan-amalan sunnah tersebut. Hal ini karena manfaat menuntut ilmu lebih luas cakupannya, yaitu bermanfaat bagi orangnya sendiri dan juga bagi orang lain. Sedangkan ibadah yang dikerjakan seseorang manfaatnya hanya untuk dirinya sendiri.

Alasan yang lain kenapa ilmu lebih utama daripada amalan-amalan sunnah, yaitu karena faedah/buah ilmu tetap ada meskipun orangnya telah mati. Kita tahu kitab-kitab para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang lebih dari 100 tahun mereka meninggal dunia, tapi Alhamdulillah kita masih bisa membaca dan mengambil faedah dari kitab-kitab mereka dan terus kita doakan mereka, semoga Allah merahmatinya.



Ini menunjukkan bahwa faedah dan buah ilmu menetap meskipun pemiliknya telah telah wafat. Sedangkan ibadah terputus setelah orangnya meninggal dunia.

Ali bin Abi Thalib juga pernah berkata:

مات خزان الأموال وهم أحياء،والعلماء باقون ما بقي الدهر

“Orang-orang yang punya harta (tapi tidak bertakwa) telah mati di hadapan manusia ketika mereka masih hidup. Orang-orang yang berilmu senantiasa ada sepanjang masa sampai hari kiamat.”

Sampaipun orang-orang berilmu itu telah meninggal, mereka tetap dipuji, ilmunya terus dibaca, pahalanya terus mengalir, karena ini adalah sebaik-baik sedekah.



Wallahu A'lam
(wid)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3583 seconds (0.1#10.140)