Zakat Fitrah dan Syarat-syarat Penerimanya

Selasa, 04 Mei 2021 - 14:33 WIB
loading...
Zakat Fitrah dan Syarat-syarat Penerimanya
Selain untuk mensucikan diri setelah menunaikan ibadah di bulan Ramadhan, zakat fitrah juga dapat dimaknai sebagai bentuk kepedulian terhadap orang yang kurang mampu. Foto ilustrasi/pixabay
A A A
Tak terasa, sebentar lagi Ramadhan akan segara berakhir. Bagi setiap muslim, setelah melaksanakan puasa, ada lagi kewajiban yang harus ditunaikan dalam bulan Ramadhan ini, yakni membayar zakat fitrah . Zakat ini diwajibkan atas setiap jiwa baik lelaki dan perempuan muslim yang dilakukan di bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri.



Sebagaimana hadis Ibnu Umar radhiyallahu'anhu,

"Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas umat muslim; baik hamba sahaya maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Beliau saw memerintahkannya dilaksanakan sebelum orang-orang keluar untuk shalat.” (HR Bukhari Muslim)

Selain untuk menyucikan diri setelah menunaikan ibadah di bulan Ramadhan, zakat fitrah juga dapat dimaknai sebagai bentuk kepedulian terhadap orang yang kurang mampu, membagi rasa kebahagiaan dan kemenangan di hari raya yang dapat dirasakan semuanya termasuk masyarakat miskin yang serba kekurangan.

Zakat fitrah wajib ditunaikan bagi setiap jiwa, dengan syarat beragama Islam, hidup pada saat bulan Ramadhan, dan memiliki kelebihan rezeki atau kebutuhan pokok untuk malam dan Hari Raya Idul Fitri. Besarannya adalah beras atau makanan pokok seberat 2,5 kg atau 3,5 liter per jiwa.



Lantas, siapa saja yang berhak penerima zakat fitrah ini? Adakah syarat-syaratnya? Syaikh Wahbah Zuhaili dalam kitab 'Fiqh al-Islam wa Adillatuhu' merangkum lima syarat mustahiq atau penerima zakat. Kelima syarat tersebut adalah:

1. Fakir dan miskin

Kecuali amil zakat dan ibnu sabil. Amil zakat dan ibnu sabil meskipun dalam keadaan kaya, keduanya memiliki hak untuk menerima zakat. Sang amil berjasa dalam pendistribusian zakat, sedangkan ibnu sabil atau musafir yang kehabisan harta sekalipun di kampung halamannya memiliki harta ia tetap mendapatkan hak sebagai penerima zakat pada saat itu.

Fakir dalam pandangan ulama Mazhab Syafi’i adalah orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan sama sekali, atau memiliki pekerjaan tapi penghasilannya kurang dari separuh kebutuhan harian. Sedangkan menurut ulama Mazhab Maliki, fakir adalah orang yang memiliki harta tapi tidak cukup untuk kebutuhannya selama satu satu tahun. Ia sanggup bekerja, tapi pekerjaannya tidak mencukupi kebutuhannya sehari-hari paling tidak selama satu tahun itu.



Sedangkan makna miskin adalah orang yang bekerja atau memiliki pekerjaan tapi penghasilannya hanya cukup menutupi separuh kebutuhan harian. Makna miskin memilik taraf finansial yang sedikit lebih tinggi dari fakir. Tetapi keduanya sama-sama kesulitan dalam hal finansial.

Orang fakir dan miskin menjadi orang yang berhak menerima segala jenis pemberian seperti sedekah wajib, nazar dan kafarat, fidyah, dan zakat fitrah. Atau juga sedekah sunnah. Hal ini berdasarkan pemahaman lafaz

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ

(sesungguhnya sedekah-sedekah itu diperuntukkan bagi orang fakir dan miskin) pada surat at-Taubah ayat 60.



Maka, atas dasar tersebutlah tidak boleh menyerahkan zakat kepada orang kaya, kecuali pada dua golongan yang telah disebutkan sebelumnya. Hal tersebut juga berdasarkan sabda Nabi Muhammad Saw:

لَا تَحِلُّ الصَدَقَةُ لِغَنيٍّ وَلَا ذِيْ مِرَّةٍ سَوَى

“sedekah tidak halal diberikan kepada orang kaya dan orang yang memiliki kemampuan untuk bekerja.” (HR. Abu Daud dan Tirmizi)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1864 seconds (0.1#10.140)