Kisah Inspirasi Perjuangan Dakwah Ustaz Tengku Zulkarnain (1)

Selasa, 11 Mei 2021 - 23:38 WIB
loading...
Kisah Inspirasi Perjuangan Dakwah Ustaz Tengku Zulkarnain (1)
Ustaz Miftah el-Banjary (kiri) saat bertemu Ustaz Tengku Zulkarnain di Masjid Al-Hakim Menteng Jakarta Pusat tahun lalu. Foto/Ist
A A A
Ustaz DR Miftah el-Banjary MA
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an,
Pensyarah Kitab Dalail Khairat

Tidak banyak orang yang tahu bagaimana awal mula sepak terjang perjuangan Ustaz Tengku Zulkarnain mengawali dakwahnya yang bagi saya sangat unik dan inspiratif.

Saya mengenal dekat sosok Tengku Zul (panggilan dekat orang-orang di sekitar beliau) memang tidak lama. Boleh dikatakan 1 tahun terakhir dalam beberapa kali nuansa perjumpaan yang sangat berkesan.



Namun jauh sebelum itu, saya telah mengikuti sepak terjang beliau, baik melalui tausiyah dan ceramahnya yang sering viral maupun cuitan-cuitan beliau di media sosial, khususnya akun IG Tengku Zulkarnain.

Kesan pertama kali saya dikenalkan oleh seorang Dai yang juga dekat dengan beliau, Tengku Zul adalah sosok pribadi yang pembawaannya bersahaja, sederhana, ramah, santun dan rendah hati; jauh dari kesan arogan dan pemarah seperti dikesankan oleh para haters.

Tidak pula mengesankan beliau adalah seorang ulama kharismatik yang seringkali muncul di televisi atau panggung publik, sehingga sulit didekati. Tidak! Dalam kesehariannya, semua terasa biasa-biasa saja, jauh dari kesan penjagaan yang berlebihan.

Bahkan, kadang beliau berjalan sendirian seperti lazimnya orang-orang kebanyakan, tanpa ada rasa takut, padahal tausiah-tausiahnya sangat ditakutkan oleh banyak pihak yang berkepentingan secara politik maupun pendukungnya.

Justru, hal yang lebih saya rasakan terasa seperti kembali berjumpa seorang guru lama, seorang sosok ayah, bahkan seorang sahabat lama yang sebenarnya ingin rasanya lebih berlama-lama berbincang dengan beliau.

Kesan pertama yang saya rasakan usai mengisi pengajian rutin Sabtu malam di Masjid Al-Hakim Menteng Jakarta Pusat bakda Maghrib, Tengku Zul dengan ramah menyapa, "Hai Duktur.. (Doktor) Nanti bantu-bantu ngisi pengajian Tafsir Al-Qur'an ya di sini!"

Owh ya, Masjid Al-Hakim Taman Menteng di Jakarta Pusat itu dulunya adalah Majelis pengajian dimana dulu saya sering memberikan pengajian rutin di setiap malam Ahad di kisaran tahun 2017 dan kemudian saya tinggalkan pulang kampung ke Kalimantan.

Dengan penuh rasa takzim dan syukur, saya mencium tangan beliau dan beliau menariknya dengan rendah hati, seakan perjumpaan guru dan murid yang lama tak bertemu. Meski itu perjumpaan pertama kalinya ketika itu, saya bisa menangkap banyak pesan dan isyarat berharga dari pertemuan singkat itu.

Saat memberikan pengajian rutin di Masjid Al-Hakim, saya bisa menyimak langsung betapa kedalaman ilmu Tengku Zul tidak diragukan lagi; keilmuannya bukanlah kaleng-kaleng.

Beliau orang yang sangat paham tentang keilmuan Islam yang bersumber dari kitab turats; kitab-kitab klasik ditambah analisanya yang tajam, cerdas dan kritis, paham kondisi umat kekinian.

Dengan demikian, setiap pesan dakwahnya mampu menjawab tantangan dan kebutuhan umat yang tengah dahaga dengan pencerahan ajaran keislaman yang sesungguhnya. Tengku Zul adalah salah satu sosok dai yang banyak dirindukan umat.

Pada moment itulah saya mendapatkan kisah perjalanan panjang awal mula bagaimana pendidikan agama diperoleh oleh Tengku Zul sewaktu masih anak-anak. Meskipun beliau terdidik dari keluarga seniman dan diharapkan tumbuh besar menjadi seorang pemusik oleh ayah beliau, namun soal roh spirit keilmuan agama telah digandrungi beliau sejak muda.

"Sewaktu saya masih muda, kata Ustaz Tengku, saya sudah memiliki penghasilan sendiri dari usaha berkarya menjual lirik lagu dan hasil rekaman bernyanyi di studio radio. Dari penghasilan saya itu, saya sudah bisa membeli apa saja yang saya inginkan, bahkan saya sudah bisa sering jalan-jalan ke Malaysia."

"Sewaktu masih anak-anak hingga remaja, saya diwajibkan ayah saya berlatih bermain gitar selama 8 jam sehari! Saya metik gitar itu sudah seperti orang tidur saja!" Hal ini menunjukkan beliau seorang maestro dalam bidang seni musik sejak muda.

Namun, ternyata Allah berkehendak lain. Allah lebih memilih Tengku Zul menjadi seorang Dai sekaligus pejuang umat yang hadir di tengah kondisi umat Islam yang sangat membutuhkan sosok tegas, lurus dan berani menyampaikan kebenaran.

Walau sejak kecil Ustaz Tengku dididik dalam keluarga seniman, ditambah ayah beliau seorang pemain musik di salah satu satu group musik di Medan, namun soal urusan mengaji keilmuan agama masih tetap menjadi prioritas agama.

Sejak muda, beliau sangat mengandrungi membaca Al-Qur'an. Beliau mewajibkan dirinya istiqamah membaca minimal 1 juz Al-Qur'an dalam kondisi sesibuk apa pun. Hingga, tibalah sebuah peristiwa keajaiban pernah terjadi.

Suatu hari Tengku Zul muda pernah mengalami insiden kecelakaan. Dalam keadaan koma, menurut keterangan dokter yang merawat, sepanjang itulah Tengku Zul senantiasa diluar kesadaran membaca Al-Qur'an, meski sebenarnya beliau ketika itu belum lagi hapal Al-Qur'an.

Perkenalan beliau dengan seorang juru dakwah dari Pakistan menjadi awal inspirasinya terjun ke dunia dakwah pada saat beliau menjadi seorang dosen Bahasa Inggris di salah satu perguruan tinggi di Sumatera.

Di sana beliau merasa tersadarkan bagaimana mungkin ada orang yang jauh-jauh datang dari luar sana mendakwahkan Islam di tempat dimana beliau sendiri yang seharusnya berdakwah. Tugas itu seharusnya diemban oleh orang lokal di sana.

Kesadaran itulah yang membawa perubahan besar dalam arah kehidupan Ustaz Tengku sewaktu masih di Sumatera hingga hijrah dan berkiprah di Ibukota sebagai seorang ulama.

Beliau sewaktu muda pun juga telah berguru dengan para ulama sepuh di Sumatera Utara yang notabene mereka para tokoh ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Hal ini terbukti pula dari aliran pemikiran dan pemahaman dakwah yang disampaikan Tengku Zul yang sangat sarat dengan akidah paham Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang juga beliau tunjukkan mungkin dari karya perdana dan terakhirnya yang menjadi kenangan dalam bentuk karya seni lagu berkenaan pemahaman Tauhid Aswaja mengenai sifat-sifat Allah.

Semoga Allah muliakan derajat dan kedudukan beliau yang tutup usia pada bulan penuh kemuliaan, pada 28 Ramadhan setelah kumandang adzan Maghrib. Beliau salah seorang pejuang Islam yang dengan segenap hidupnya diinfaqkan untuk memberikan pencerahan bagi umat Islam.

(Bersambung...)

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2480 seconds (0.1#10.140)