Mengenali Panggilan Tuhan di Angka 40 (Bagian 2)

Senin, 24 Mei 2021 - 14:02 WIB
loading...
Mengenali Panggilan Tuhan di Angka 40 (Bagian 2)
Muhammad Maruf Assyahid. Foto/ist
A A A
Muhammad Ma'ruf Assyahid
Pernah Mengaji di Ponpes Baitul Mustaqim Lampung Tengah
Berkhidmat sebagai Nahdlyin

Sebagaimana muslim, kita wajib percaya bahwa kita itu terdiri dari dua unsur, jiwa dan raga, ruh dan jasad, nyawa dan badan. Maka ayat angka tentang angka 40 itu sepertinya menemukan relevansi pada kedua unsur tersebut.

Marilah kita hitung bersama, dengan menggunakan acuan umur rata-rata umur umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam yang disebut memiliki angka harapan hidup rata rata di umur 63 tahun, sebagaimana Nabi wafat pada umur tersebut.

Umur satu hari sampai umur 15 tahun (batas maksimal akil baliq bila tidak kunjung 'mimpi basah') maka itulah fase hidup yang murni bertumpu pada badaniyah. Dalam istilah fiqih, anak seusai ini disebut belum mukallaf sehingga tidak ada kewajiban ibadah --tidak berdosa bila tidak mengerjakan--.

Periode selanjutnya adalah 15-40 tahun = hidup selama 25 tahun. Merujuk pada Sirah Nabawiyah, Nabi kita sudah tercatat sebagai single yang mapan pada usia 25 tahun, beliau adalah saudagar sukses di umur 25 tahun, atau hanya menggunakan 10 tahun hidupnya setelah mukallaf untuk fokus mengejar kesuksesan dunia.

Beliau adalah pedagang yang terkenal sebagaimana banyak kisah menceritakannya kemudian menikah dengan Khadijah binti khuwalid radhiyallahu 'anha, seorang janda berumur 40 tahun yang kaya raya, pada puncak kariernya di umur 25 tahun.

Asal muasal pernikahan keduanya juga menarik, dari mimpi. Khadijah bermimpi melihat matahari berputar-putar di atas Kota Makkah, lalu turun ke arah bumi. Ia semakin mendekat dan semakin mendekat. Ternyata ia turun dan memasuki rumahnya. Cahayanya yang menurut dia sangat agung itu membuatnya tertegun.

Setelah terbangun dia menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal untuk meminta tafsir mimpinya. Sepupunya bilang, akan ada lelaki agung dan mulia akan meminangmu. Waraqah menambahkan, pria itu memiliki kedudukan penting dan kemasyhuran yang semakin hari semakin meningkat. Tafsir mimpi itu benar, tak lama dia dipinang Nabi Muhammad. Waraqah jugalah yang kemudian mengonfirmasi status kenabian Muhammad.

Umur pernikahan Nabi dengan Khadijah adalah 24 tahun. Sang istri meninggal, pada usia 64 tahun saat Nabi berusia 49 tahun. Sebagaimana diketahui, Khadijah lah yang menemani Nabi ketika menerima wahyu pertama di usia 40 tahun.

Pada usia menjelang 40, Nabi memang banyak bertafakkur, merenungi kondisi sosial masyarakat di Makkah yang menurut hatinya tidak sejalan dengan kebenaran. Nabi, sering menyendiri di gua Hira yang terletak di Jabal Nur, dengan membawa bekal air dan roti gandum. Mungkin, untuk orang-orang sekarang bisa disampaikan dengan camping ke gunung, melepas lelah dan stres akibat pekerjaan.

Di antara tanda-tanda yang Rasul rasakan adalah, ada sebuah batu di Makkah yang mengucapkan salam kepada beliau. "Sungguh aku mengetahui sebuah batu di Makkah yang mengucapkan salam kepadaku sebelum aku diutus (menjadi Nabi). Dan aku masih mengenalnya sampai sekarang." (HR. Muslim No. 2277). Nabi kemudian menjalankan misi kerasulan hingga meninggal pada usia 63 tahun.

Sebagai acuan, Nabi Muhammad memiliki rekam jejak yang sangat baik. Dia merupakan bukti banyak ayat Al-Qur'an yang menegaskan bahwa, akhir itu lebih baik dari pada awal, dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. Secara garis besar, usia beliau juga bisa dibilang merepresentasikan proses hidup seorang manusia menjadi insan kamil.

Anggap saja, usia 0-15 dimana beliau kehilangan kasih sayang, dan hidup sebagai yatim piatu. Kemudian bangkit untuk mencari kesuksesan duniawi dengan berdagang. Lantas, menjelang umur 40 sudah mulai merasakan keresahan Spiritual, sehingga menyendiri di Gua Hira. Kemudian menjadi Rasul dan menularkan kebaikan keseluruh dunia.

Hal sama sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kita sekarang ini. Setiap orang mengalami fase belajar, usia tujuh sampai lulus universitas S1 atau SMU antara 18-23 tahun. Mencari pekerjaan sampai umur 30, dan menikah menjadi keluarga kecil sampai umur 40 tahun. Sejak menikah, pada umumnya, gairah beragama atau Spiritual mulai bersemi, terlebih bila sudah memiliki anak, karena ada tuntutan sebagai role model anak.

Pada usia 40, ilmu medis sudah menyatakan bahwa kadar testoron pria sudah menurun, yang menunjukkan bahwa Allah mulai mencabut keinginan atau syahwat seks. Umumnya, kantung kemih juga sudah tidak cukup menahan air kencing, sehingga banyak di antara kita tiba-tiba terbangun untuk kencing.

Apakah fenomena semata biologis? Bagi saya tidak, sebagai makhluk yang memiliki dua dimensi jasad dan badan, sebetulnya itu adalah sinyal-sinyal dari Allah agar hamba-Nya mulai bersiap siap untuk mati, berganti alam akhirat. Syahwat seks yang menurun selayaknya diganti dengan syahwat yang baik, seperti dilakukan oleh Nabi yaitu bertafakur, dan menyingkir sejenak dari hiruk pikuk kehidupan.

Bangun malam karena kencing seolah sepele. Namun, bila kita merenungkan itu adalah panggilan Allah kepada hamba-Nya untuk mendekat, via sholat malam dan zikir. Hadist shahih menyatakan, "Tuhan kita yang Maha Agung dan Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia ketika telah tersisa sepertiga malam terakhir. Ia berfirman: Siapakah yang berdoa kepadaku, maka aku akan mengabulkannya, Siapa yang meminta kepadaku, maka aku akan memberikannya. Siapa yang memohon ampun kepadaku maka akan Aku ampuni."

Tentu ada alasan Nabi Muhammad menginformasikan, tak lain dan tak bukan menyambut hamba-Nya yang bangun dan bersujud kepadanya. Nabi pernah mengatakan, bila saja tidak memberatkan umatnya, shalat malam adalah wajib, mengingat besarnya pahala dan khasiatnya.

Pada usia-usia tersebut, pada umumnya sudah ada tuntutan sosial untuk ikut berpartisipasi di lingkungan terdekat. Misalnya menjadi anggota siskamling, atau sekadar ikut rapat tingkat RT. Apapun bentuknya, hal itu sesuai dengan ajaran Nabi kita bahwa orang yang terbaik adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Allah menilai kebajikan bukan dari isi besarannya, tapi proporsional untuk setiap hambanya.

Pada akhirnya, angka 40 adalah angka psikologis. Sebagaimana kebiasaan Allah, Dia tidak memaksa, hanya menunjukkan jalan. Tergantung kita, apakah orientasi utama masih pada keduniawian atau mulai bergeser. Ini bukan ajakan untuk meninggalkan dunia, tetapi mulai merintis jalan Spiritual ke kampung akhirat, sebagaimana sejak kecil kita bertumbuh dan mengejar karir. Bila tidak, ya bekal yang kita kumpulkan tampaknya kurang kompatibel untuk ongkos perjalanan setelah kematian.

Wallahu A'lam Bisshowab

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1311 seconds (0.1#10.140)