Khutbah Sholat Gerhana Bulan 26 Mei 2021

Selasa, 25 Mei 2021 - 09:42 WIB
loading...
A A A
Dari Aisyah bahwasanya dia berkata, “Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah SAW. Kemudian beliau mendirikan shalat bersama orang banyak. Beliau berdiri dalam shalatnya dengan berdiri yang lama, kemudian rukuk dengan memanjangkan rukuknya, kemudian berdiri dengan lama berdirinya, namun tidak selama yang pertama. Kemudian beliau rukuk dan memanjangkan rukuknya, namun tidak selama rukuknya yang pertama.

Kemudian beliau sujud dengan memanjangkan sujudnya, beliau kemudian mengerjakan rakaat kedua seperti pada rakaat yang pertama. Saat beliau selesai melaksanakan shalat, matahari telah nampak kembali. Kemudian beliau menyampaikan khutbah di hadapan orang banyak, beliau memulai khutbahnya dengan memuji Allah dan mengangungkan-Nya.

Lalu bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, dan tidaklah gerhana itu disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana, maka banyaklah berdoa kepada Allah, bertakbirlah, dirikan shalat dan bersedekahlah.” (HR al-Bukhari, hadirs nomor 986).



Empat Sikap Hadapi Gerhana
Dalam hadits tersebut ditegaskan, paling tidak ada empat sikap ajaran Islam terhadap peristiwa gerhana.
Pertama, bahwasannya tidak ada hubungan antara peristiwa gerhana dengan kelahiran atau kematian seseorang. Mitologi tidak memiliki tempat dalam ajaran islam.

Kedua, bahwasannya kita harus mampu menjadikan momentum gerhana sebagai sarana untuk semakin meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah, mendekatkan diri kepadanya. Dengan cara melaksanakan shalat gerhana, banyak banyak bertakbir, dan berdoa kepada-Nya.

Juga sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas hubungan baik kita dengan sesama manusia, dengan cara memperbanyak sedekah, dan menebar manfaat kepada mereka.

Ketiga, gerhana juga merupakan peringatan Allah kepada para hamba-Nya agar segera bertobat dari dosa dan kesalahan-kesalahannya. Karena nabi juga bersabda:

وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ يُخَوِّفُ اللهُ بِهِمَا عِبَادَهُ

Di mana gerhana matahari dan bulan adalah dua di antara tanda-tanda kekuasaan Allah yang dengan keduanya Ia menakut-nakuti dan memperingatkan hamba-hamba-Nya.

Dari hadits ini, kita dapat mengetahui gerhana adalah peringatan bagi para hamba agar menjauhi kemaksiatan dan bersegera melakukan berbagai kebaikan. gerhana peringatan bagi kita semua agar bersegera melakukan taubat dengan taubatan nashuha dari semua dosa dan maksiat. Allah SWT, berfirman:

وَمَا نُرْسِلُ بِالآيَاتِ إِلاَّ تَخْوِيفًا (سورة الإسراء: ٥٩)

“Dan tidaklah kami mengirimkan tanda-tanda itu kecuali dalam rangka untuk menakut-nakuti dan memberi peringatan.” (al-Isra 59).

Taubatan nashuha adalah taubat yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan memenuhi seluruh rukun taubat. Yaitu menyesal, meninggalkan dosa, dan bertekad untuk tidak mengulangi lagi dosa yang pernah dilakukan.

Kempat, merenungkan dahsyatnya kekuasaan Allah Rabbul ‘alamin. Gerhana merupakan peristiwa alamiah sebagai bagian dari gerak harmonis sistem Tata Surya yang luar biasa. Tata Surya adalah kumpulan benda-benda langit yang terdiri atas sebuah bintang yang disebut matahari dan semua objek yang terikat oleh gaya gravitasinya.

Tata Surya kita sendiri terletak di galaksi Bima Sakti, sebuah galaksi spiral yang berdiameter sekitar 100.000 tahun cahaya dan memiliki sekitar 200 miliar bintang. Matahari berlokasi di salah satu lengan spiral galaksi yang disebut Lengan Orion. Letak Matahari berjarak antara 25.000 dan 28.000 tahun cahaya dari pusat galaksi, dengan kecepatan orbit mengelilingi pusat galaksi sekitar 2.200 kilometer per detik. Subhânallâh.



Momentum Menyadari Kekuasaan Allah
Peristiwa gerhana rembulan total ini merupakan momentum tepat bagi kita semua untuk merenungkan dahsyatnya kekuasaan Allah Rabbul ‘alamin, Penguasa Alam Raya ini. Ini juga momentum seorang hamba untuk mengagungkan Tuhannya, meningkatkan kualitas penghambaan kepada-Nya.

Mari kita gunakan kesempatan langka ini untuk ber-muhasabah, menginstropeksi diri sendiri. Sudahkah doa, takbir, dan sedekah kita berada di jalan yang benar? Apakah kita berdoa sebagai wujud ketawadukan kepada Sang Khaliq atau keserakahan kita sebagai manusia yang serba-ingin? Berdoa karena kita membutuhkan Allah atau sekadar memenuhi nafsu diri sendiri? Pernahkah kita tidak meremehkan doa sebagai perintah dari Allah SWT.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2101 seconds (0.1#10.140)