Agar Terhindar dari Penyakit ‘Ain Menurut Al-Qur'an dan Hadist
loading...
A
A
A
Bukti lain atas tidak berlakunya pandangan ‘ain pada setiap orang salah satunya ditentukan dari berbagai rumusan ulama yang menyatakan agar orang yang memiliki kekuatan pandangan ‘ain agar menjauh dari masyarakat, bahkan ada yang berpandangan agar ia diasingkan atau minimal selalu diam di rumahnya, agar pandangannya tidak berbahaya bagi orang lain.
Jika setiap orang yang merasa kagum atau merasakan kedengkian saat memandang pasti memiliki kekuatan ‘ain tentu berbagai rumusan di atas dianggap kurang relevan, sebab akan banyak orang yang diasingkan atau dikurung hanya karena merasa kagum atau dengki pada suatu hal.
Selain itu kekuatan ‘ain ini rupanya juga dapat dimiliki oleh seseorang dengan melakukan ritual-ritual tertentu. Misalnya seperti kisah yang dijelaskan oleh Imam al-Kalbi berikut:
Dahulu ada lelaki dari bangsa Arab yang berdiam diri, tidak makan apa pun selama dua atau tiga hari, lalu ia berpindah menuju samping tenda (tempat pertapaannya). Kemudian ia berjalan melewati seekor unta dan seekor kambing (yang mengangkut orang).
Melihat dua hewan ini ia berkata, ‘Aku tidak pernah melihat unta dan kambing sebagus unta dan kambing ini’.
Kemudian dua hewan itu tidak berjalan banyak langkah kecuali sekelompok orang jatuh dari unta dan kambing itu dalam keadaan mati.”
Lalu orang-orang kafir memohon pada lelaki tersebut agar menimpakan kekuatan ‘ainnya pada Nabi Muhammad SAW, lelaki itu pun menyanggupi permintaan orang-orang kafir. Saat lelaki itu bertemu Nabi Muhammad sedang melewati jalan, Nabi menembangkan sebuah syair:
“Sungguh kaummu menganggapmu sebagai tuan sedangkan aku menyangka engkau adalah tuan bagi orang yang diberi kekuatan ‘ain”.
Allah menjaga Nabi Muhammad dari kekuatan negatif ‘ain yang dimiliki lelaki itu. Lalu turunlah ayat ‘Wa in yakâdul ladzîna kafarû layuzliqûnaka’ (ayat tentang ‘ain [QS al-Qalam: 51] seperti telah dijelaskan di atas).
Dengan demikian, Ustaz M Ali Zainal Abidin menyimpulkan bahwa ‘ain adalah kekuatan negatif yang berasal dari pandangan seseorang yang disertai rasa kagum atau rasa dengki pada orang lain yang dapat membahayakan orang lain tersebut.
Menurut anggota Komisi Fatwa MUI Jawa Timur ini, kekuatan supranatural berupa ‘ain ini hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu, adakalanya karena memang bawaan dari lahir atau diupayakan dengan melakukan berbagai macam ritual-ritual tertentu. Wallahu a’lam.
Jika setiap orang yang merasa kagum atau merasakan kedengkian saat memandang pasti memiliki kekuatan ‘ain tentu berbagai rumusan di atas dianggap kurang relevan, sebab akan banyak orang yang diasingkan atau dikurung hanya karena merasa kagum atau dengki pada suatu hal.
Selain itu kekuatan ‘ain ini rupanya juga dapat dimiliki oleh seseorang dengan melakukan ritual-ritual tertentu. Misalnya seperti kisah yang dijelaskan oleh Imam al-Kalbi berikut:
Dahulu ada lelaki dari bangsa Arab yang berdiam diri, tidak makan apa pun selama dua atau tiga hari, lalu ia berpindah menuju samping tenda (tempat pertapaannya). Kemudian ia berjalan melewati seekor unta dan seekor kambing (yang mengangkut orang).
Melihat dua hewan ini ia berkata, ‘Aku tidak pernah melihat unta dan kambing sebagus unta dan kambing ini’.
Kemudian dua hewan itu tidak berjalan banyak langkah kecuali sekelompok orang jatuh dari unta dan kambing itu dalam keadaan mati.”
Lalu orang-orang kafir memohon pada lelaki tersebut agar menimpakan kekuatan ‘ainnya pada Nabi Muhammad SAW, lelaki itu pun menyanggupi permintaan orang-orang kafir. Saat lelaki itu bertemu Nabi Muhammad sedang melewati jalan, Nabi menembangkan sebuah syair:
“Sungguh kaummu menganggapmu sebagai tuan sedangkan aku menyangka engkau adalah tuan bagi orang yang diberi kekuatan ‘ain”.
Allah menjaga Nabi Muhammad dari kekuatan negatif ‘ain yang dimiliki lelaki itu. Lalu turunlah ayat ‘Wa in yakâdul ladzîna kafarû layuzliqûnaka’ (ayat tentang ‘ain [QS al-Qalam: 51] seperti telah dijelaskan di atas).
Dengan demikian, Ustaz M Ali Zainal Abidin menyimpulkan bahwa ‘ain adalah kekuatan negatif yang berasal dari pandangan seseorang yang disertai rasa kagum atau rasa dengki pada orang lain yang dapat membahayakan orang lain tersebut.
Menurut anggota Komisi Fatwa MUI Jawa Timur ini, kekuatan supranatural berupa ‘ain ini hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu, adakalanya karena memang bawaan dari lahir atau diupayakan dengan melakukan berbagai macam ritual-ritual tertentu. Wallahu a’lam.
(mhy)