Haedar Nashir Petakan Tantangan Mendasar Pasca-Reformasi

Kamis, 27 Mei 2021 - 14:05 WIB
loading...
A A A
Simulakra Medsos
Microsoft merilis laporan terbaru Digital Civility Index(DCI) yang mengukur tingkat kesopanan digital pengguna internet dunia saat berkomunikasi di dunia maya. Dalam riset ini, warganet Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara, alias paling tidak sopan di wilayah tersebut. (6) Indonesia 76 poin terburuk (5) Vietnam 72 poin (4) Thailand 69 poin (3) Filipina 66 poin (2) Malaysia 63 poin, (1) Singapura 59 poin.

Kemunduran tingkat kesopanan paling banyak didorong pengguna usia dewasa dengan presentase 68 persen. Sementara usia remaja disebut tidak berkontrubusi dalam mundurnya tingkat kesopanan digital di Indonesia pada 2020. Tiga faktor (1) paling tinggi hoaks dan penipuan 47 persen, (2) Ujaran kebencian 27 persen, dan (3) Diskriminasi 13 persen.

Multikulturalisme
Demokrasi, HAM, pluralisme, toleransi, dan freedom termasuk kebenaran berpikir merupakan nilai-nilai universal yang makin kuat dan menjadi milik bersama secara niscaya (shared value) mengikuti arus global yang semakin membuana sehingga menjadi suatu nilai kosmopolitanisme baru.

Contohnya karena ekstrem pro-demokrasi, pro-HAM maka tumbuh sikap Anti-Agama, Pro-Israel, dsb.

Kebangkitan Agama
Pasca Reformasi dan di kalangan Kaum Muslimin sebenarnya sejak Era Kebangkitan Islam pasca Revolusi Iran terdapat kebangkitan agama (Religious Revitalization).

Secara khusus pasca reformasi terutama dalam satu dasawarsa terakhir muncul kebangkitan agama yang menurut sebagian ahli ditandai menguatnya identitas keagamaan dan kecenderungan beragama yang semakin puritan dan bangkitnya Islamisme dalam politik yang lebih militan, kaku, dan keras. Termasuk kebangkitan agama atau kepercayaan lokal (Local-Tradisional religion).

1. The Few Forum: Kenaikan jumlah umat Islam di dunia setelah tahun 2035. Tetapi kenaikan tersebut harus disertai proses adaptasi kultural dan reorientasi padangan keagamaan. Tariq Ramadhan: Adaptasi Umat Islam di kawasan tempat berada seperti menjadi Muslim Eropa.

2. Carol Kersten “A History of Islam in Indonesia: Unity in Diversity” (2017). Carool memetakan dinamika pemikiran Islam di Indonesia, sebelum dan setelah reformasi untuk memahami peta politik dan intelektual Islam di negeri ini. Polarisasi berbagai kelompok aktivis muslim semakin terlihat.

Perdebatan intelektual dengan bahasa dan ekspresi juga semakin agresif. Setiap kelompok mencoba menancapkan wacana mereka ke publik dan memengaruhi kebijakan negara.

Antagonisme dan polarisasi yang kian tajam di kalangan aktivis dan intelektual muslim Indonesia itu, menuntut perhatian lebih saksama terhadap substansi dan gagasan yang dimunculkan.

Tiga pemicu dari sekian banyak wacana yang memicu perdebatan, yakni pluralisme agama, hak asasi manusia, dan kebebasan berpikir.

Akibat dari perubahan sosial yang dahsyat maka terjadi kecenderungan antara lain:

• Peter L Berger: manusia modern terjebak pada Chaos dan kehilangan Nomos.

• Alvin Toffler: Manusia modern mengalami Disorientation dan Future Shock serta manusia berubah menjadi The Modular Man.

Menghadapi Perubahan Zaman
Yusuf al-Qaradhawi mengatakan bahwa setiap zaman itu memiliki problematika dan kebutuhannya yang senantiasa muncul. Dengan perputaran zaman yang terus menerus bergeraklah kejadian dan realita baru yang belum dikenal orang-orang terdahulu dan mungkin belum terbetik di hati mereka.

Di sisi lain, sebagian kejadian atau perkara-perkara lama mungkin sudah jauh berubah sehingga tidak cocok lagi hukum atau fatwa yang telah ditetapkan para ulama terdahulu.

Hal inilah yang mendorong para ulama mewajibkan adanya perubahan fatwa disebabkan terjadinya perubahan zaman, tempat, adat dan kondisinya. Untuk itu diperlukan ijtihad kontemporer mengambil dua bentuk, yakni ijtihad intiqa’i dan ijtihad insha’i.

Ijtihad intiqa’i adalah ijtihad dalam rangka menyeleksi beberapa fatwa ulama terdahulu dan memilih yang terkuat dalilnya.

Ijtihad insha’i adalah penggalian hukum baru yang belum ada fatwa dari para ulama sebelumnya. Lebih jauh, Yusuf alQardhawi berpendapat bahwa ijtihad kontemporer yang lebih ideal dan selamat adalah integrasi keduanya, yaitu memilih berbagai pendapat para ulama terdahulu yang dipandang lebih relevan dan kuat, kemudian dalam pendapat tersebut ditambahkan unsur-unsur ijtihad baru.

Dalam tradisi Islam berlaku adagium: Al-Mukhafadat ‘ala al-Qadim al-Shalih wa al-Akhdz bi alJadid al-Ashlah!
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2542 seconds (0.1#10.140)