Amalan Idul Fitri, Pahalanya Bisa Seperti Jihad Perang Badar
loading...
A
A
A
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha meyatakan bahwa pada Idul Fitri ini umat Islam bisa melakukan amalan yang besar pahalanya setara dengan sahabat yang ikut perang Badar .
Amalan kebaikan itu dapat dilakukan sebanyak mungkin di hari raya Idul Fitri sehingga dapat menjadi amalan penyempurna dan pelengkap Ramadhan kita semua. ( )
Pertama, silaturahmi, menyambung tali persaudaraan. Namun di tengah Covid -19 yang melanda kita bisa menggunakan sarana lain untuk silaturrahmi, misalnya di media sosial You Tube, zoom dan lainnya. Silaturahim seperti ini, menurut Gus Baha, nilai atau esensi atau unsur ibadahnya sama dengan yang dilakukan secara konvensional.
Alkisah, Rasulullah SAW pernah memberi tahu para sahabat bahwa ada orang-orang yang mendapatkan pahala yang setara dengan sahabat yang ikut perang Badar, padahal mereka tidak ikut dalam peperangan. Para sahabat pun bertanya, “Mengapa sama wahai Rasulullah SAW?”
“Karena mental (kekuatan hati) mereka sama dengan yang sedang berperang dan ketidakikutsertaan mereka adalah karena ada halangan syar’i,” jawab Rasul.
Kedua birrul walidain . Saat itu sahabat-sahabat yang lain ingin berjumpa dan sowan kepada Rasulullah SAW, namun ‘Uways al-Qarni berhalangan karena harus mengurus ibundanya. Akhirnya, ‘Uways al-Qarni mendapat julukan ‘Khairul Qurun” dari Rasulullah SAW, tetap dinilai dan dianggap pernah sowan dan berjumpa dengan Nabi SAW.
Kepada Umar bin Khattab, Rasullah SAW mengapresiaisi keutamaan ‘Uways al-Qarni. Beliau meminta menyampaikan salamnya kepada ‘Uways al-Qarni, serta menyarankan Umar untuk meminta istighfar (meminta untuk didoakan) karena istighfar ‘Uways al-Qarni itu mustajab (doanya terkabul). Predikat dan keutamaan tersebut karena amalan ‘Uways al-Qarni kepada ibundanya, dan birrul walidain adalah juga perintah dari Rasulullah SAW. (Baca Juga: Kisah Uwais Al-Qorni, Pemuda Miskin yang Terkenal di Langit
Jika masih ada di antara kita yang memiliki egoisme tinggi sehingga menghalangi kita untuk berbuat baik kepada orang tua, atau bahkan lupa dengan orang tua (naudzubillah), maka inilah salah satu saat yang tepat untuk menyudahi itu semua. "Mari berbuat baik sebanyak-banyaknya kepada orang tua. Mulai dari hal kecil, seperti membuatnya tersenyum di malam Idul Fitri ini, atau membantu pekerjaan rumah, atau hal-hal baik lain yang dapat membuat kedua orang tua tidak kecewa," ujar Gus Baha.
Ketiga, sakit. Sakit yang dimaksud dalam konteks ini bukan sakit yang sebenarnya, melainkan kabar bahagia untuk orang yang sedang sakit. Seseorang yang sudah terbiasa melakukan kebaikan, ibadah seperti tahajud, witir saat sehat maka kebaikan pahalanya tetap dan tidak berkurang saat dirinya sakit. Artinya tahajud dan witirnya yang tidak bisa dilakukan saat sakit tetap dihitung pahala melakukan ibadah tersebut.
Keempat, memperbanyak zikir, takbir, salat, membaca al-Qur’an dan menahan diri untuk tidak membuat kerusakan umat.
"Itu semua sebagai ijazah yang dapat diamalkan oleh kita semua, yaitu menghidupkan hari raya dengan memperbanyak silaturahmi (poin pertama), birrul walidain (poin kedua) , zikir, istighfar, salawat Nabi, membaca al-Qur’an dan menahan diri untuk tidak melakukan kerusakan umat,' ujarnya dalam tausiyahnya di jaringan Youtube Narasi TV.
Apa yang dimaksud dengan kerusakan umat? Gus Baha menjelaskan, saat pandemi seperti ini maka tetaplah melakukan isolasi diri bagi yang sakit supaya tidak memperbanyak rantai penyebaran Covid-19, tidak keluar rumah kecuali sangat penting dan tetap mematuhi protokol dan peraturan pemerintah dan ulama.
“Kebaikan yang terhalang oleh sesuatu tidak akan menjadikan hilangnya suatu nilai pahala dari kebaikan tersebut dan tetap dihitung pahala,” ucap Gus Baha.
Hakekat Mudik
Bulan Ramadhan telah usai, menurut Gus Baha, kenangan bersama Ramadhan tentu menjadi kenangan yang sangat dirindukan, karena harus menunggu 11 bulan kemudian agar bertemu kembali dengan bulan yang penuh berkah ini. Itu pun, jika Allah SWT memberi kita umur panjang.
Sebagai manusia yang diberikan hati oleh Allah SWT, sepatutnya untuk tetap mensyukuri apa yang Allah SWT karuniakan. Bersyukur berjumpa dengan Ramadhan, begitu juga bersyukur berpisah dengan Ramadhan. Alhamdulillah.
Di tempat terpisah, KH Miftah Maulana Habiburrahman ( Gus Miftah ) juga menyampaian pesan khusus untuk umat Islam dalam merayakan idul fitri di tengah pandemi Covid-19 .
Pengasuh pondok pesantren Ora AJi ini berharap masyarakat yang akan merayakan Idul Fitri tetap menahan diri dan bersabar di tengah pandemi Covid-19.
Menahan diri khususnya untuk tetap di rumah dan tidak berkumpul dengan orang banyak jika tidak ada kepentingan mendesak dan selalu menjaga protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus corona.
Gus Miftah berharap mudik tahun ini sebagai instropeksi diri mudik sesungguhnya kepada Allah SWT. Di tengah bencana corona ini umat harus terus mendekatkan diri dan mohon pertolongan kepada Sang Pencipta.
”Mudik lebaran setiap tahun selalu kita lewati dengan waktu yang pasti, tanggal dan bekal yang dibawa, namun kadang kita lupa bahwa hakekat mudik sesungguhnya kepada Allah apakah kita sudah siapkan bekalnya dan waktu yang tidak kita ketahui,” katanya.
Gus Miftah juga menambahkan umat Islam harus terus bersabar di tengah pandemi Covid-19 seperti sabarnya orang berpuasa menahan nafsu lapar dan haus.
”Orang berpuasa itu sabar karena yakin azan magrib bakal datang, sehingga dengan wabah ini kita sebagai orang beriman harus yakin pertolongan Allah bakal segera datang,” tegasnya.
Ujian pertama untuk umat Islam di tengah pandemi Covid-19 ini adalah menahan diri untuk tidak mudik guna mencegah semakin menyebarnya virus corona. Ujian selanjutnya adalah tidak memaksakan diri menggelar salat Idul Fitri berjamaah di masjid atau tanah lapang untuk wilayah berstatus merah pandemi Covid-19.
Setelah dua ujian di atas selanjutnya adalah pengendalian diri untuk sementara tidak melakukan silaturahim dari rumah ke rumah serta mencegah kontak fisik saling berjabat tangan, lantaran berpotensi jadi media penularan corona. Solusinya mengganti silaturahim konvensional dengan silaturahim virtual. ( )
Amalan kebaikan itu dapat dilakukan sebanyak mungkin di hari raya Idul Fitri sehingga dapat menjadi amalan penyempurna dan pelengkap Ramadhan kita semua. ( )
Pertama, silaturahmi, menyambung tali persaudaraan. Namun di tengah Covid -19 yang melanda kita bisa menggunakan sarana lain untuk silaturrahmi, misalnya di media sosial You Tube, zoom dan lainnya. Silaturahim seperti ini, menurut Gus Baha, nilai atau esensi atau unsur ibadahnya sama dengan yang dilakukan secara konvensional.
Alkisah, Rasulullah SAW pernah memberi tahu para sahabat bahwa ada orang-orang yang mendapatkan pahala yang setara dengan sahabat yang ikut perang Badar, padahal mereka tidak ikut dalam peperangan. Para sahabat pun bertanya, “Mengapa sama wahai Rasulullah SAW?”
“Karena mental (kekuatan hati) mereka sama dengan yang sedang berperang dan ketidakikutsertaan mereka adalah karena ada halangan syar’i,” jawab Rasul.
Kedua birrul walidain . Saat itu sahabat-sahabat yang lain ingin berjumpa dan sowan kepada Rasulullah SAW, namun ‘Uways al-Qarni berhalangan karena harus mengurus ibundanya. Akhirnya, ‘Uways al-Qarni mendapat julukan ‘Khairul Qurun” dari Rasulullah SAW, tetap dinilai dan dianggap pernah sowan dan berjumpa dengan Nabi SAW.
Kepada Umar bin Khattab, Rasullah SAW mengapresiaisi keutamaan ‘Uways al-Qarni. Beliau meminta menyampaikan salamnya kepada ‘Uways al-Qarni, serta menyarankan Umar untuk meminta istighfar (meminta untuk didoakan) karena istighfar ‘Uways al-Qarni itu mustajab (doanya terkabul). Predikat dan keutamaan tersebut karena amalan ‘Uways al-Qarni kepada ibundanya, dan birrul walidain adalah juga perintah dari Rasulullah SAW. (Baca Juga: Kisah Uwais Al-Qorni, Pemuda Miskin yang Terkenal di Langit
Jika masih ada di antara kita yang memiliki egoisme tinggi sehingga menghalangi kita untuk berbuat baik kepada orang tua, atau bahkan lupa dengan orang tua (naudzubillah), maka inilah salah satu saat yang tepat untuk menyudahi itu semua. "Mari berbuat baik sebanyak-banyaknya kepada orang tua. Mulai dari hal kecil, seperti membuatnya tersenyum di malam Idul Fitri ini, atau membantu pekerjaan rumah, atau hal-hal baik lain yang dapat membuat kedua orang tua tidak kecewa," ujar Gus Baha.
Ketiga, sakit. Sakit yang dimaksud dalam konteks ini bukan sakit yang sebenarnya, melainkan kabar bahagia untuk orang yang sedang sakit. Seseorang yang sudah terbiasa melakukan kebaikan, ibadah seperti tahajud, witir saat sehat maka kebaikan pahalanya tetap dan tidak berkurang saat dirinya sakit. Artinya tahajud dan witirnya yang tidak bisa dilakukan saat sakit tetap dihitung pahala melakukan ibadah tersebut.
Keempat, memperbanyak zikir, takbir, salat, membaca al-Qur’an dan menahan diri untuk tidak membuat kerusakan umat.
"Itu semua sebagai ijazah yang dapat diamalkan oleh kita semua, yaitu menghidupkan hari raya dengan memperbanyak silaturahmi (poin pertama), birrul walidain (poin kedua) , zikir, istighfar, salawat Nabi, membaca al-Qur’an dan menahan diri untuk tidak melakukan kerusakan umat,' ujarnya dalam tausiyahnya di jaringan Youtube Narasi TV.
Apa yang dimaksud dengan kerusakan umat? Gus Baha menjelaskan, saat pandemi seperti ini maka tetaplah melakukan isolasi diri bagi yang sakit supaya tidak memperbanyak rantai penyebaran Covid-19, tidak keluar rumah kecuali sangat penting dan tetap mematuhi protokol dan peraturan pemerintah dan ulama.
“Kebaikan yang terhalang oleh sesuatu tidak akan menjadikan hilangnya suatu nilai pahala dari kebaikan tersebut dan tetap dihitung pahala,” ucap Gus Baha.
Hakekat Mudik
Bulan Ramadhan telah usai, menurut Gus Baha, kenangan bersama Ramadhan tentu menjadi kenangan yang sangat dirindukan, karena harus menunggu 11 bulan kemudian agar bertemu kembali dengan bulan yang penuh berkah ini. Itu pun, jika Allah SWT memberi kita umur panjang.
Sebagai manusia yang diberikan hati oleh Allah SWT, sepatutnya untuk tetap mensyukuri apa yang Allah SWT karuniakan. Bersyukur berjumpa dengan Ramadhan, begitu juga bersyukur berpisah dengan Ramadhan. Alhamdulillah.
Di tempat terpisah, KH Miftah Maulana Habiburrahman ( Gus Miftah ) juga menyampaian pesan khusus untuk umat Islam dalam merayakan idul fitri di tengah pandemi Covid-19 .
Pengasuh pondok pesantren Ora AJi ini berharap masyarakat yang akan merayakan Idul Fitri tetap menahan diri dan bersabar di tengah pandemi Covid-19.
Menahan diri khususnya untuk tetap di rumah dan tidak berkumpul dengan orang banyak jika tidak ada kepentingan mendesak dan selalu menjaga protokol kesehatan untuk mencegah penularan virus corona.
Gus Miftah berharap mudik tahun ini sebagai instropeksi diri mudik sesungguhnya kepada Allah SWT. Di tengah bencana corona ini umat harus terus mendekatkan diri dan mohon pertolongan kepada Sang Pencipta.
”Mudik lebaran setiap tahun selalu kita lewati dengan waktu yang pasti, tanggal dan bekal yang dibawa, namun kadang kita lupa bahwa hakekat mudik sesungguhnya kepada Allah apakah kita sudah siapkan bekalnya dan waktu yang tidak kita ketahui,” katanya.
Baca Juga
Gus Miftah juga menambahkan umat Islam harus terus bersabar di tengah pandemi Covid-19 seperti sabarnya orang berpuasa menahan nafsu lapar dan haus.
”Orang berpuasa itu sabar karena yakin azan magrib bakal datang, sehingga dengan wabah ini kita sebagai orang beriman harus yakin pertolongan Allah bakal segera datang,” tegasnya.
Ujian pertama untuk umat Islam di tengah pandemi Covid-19 ini adalah menahan diri untuk tidak mudik guna mencegah semakin menyebarnya virus corona. Ujian selanjutnya adalah tidak memaksakan diri menggelar salat Idul Fitri berjamaah di masjid atau tanah lapang untuk wilayah berstatus merah pandemi Covid-19.
Setelah dua ujian di atas selanjutnya adalah pengendalian diri untuk sementara tidak melakukan silaturahim dari rumah ke rumah serta mencegah kontak fisik saling berjabat tangan, lantaran berpotensi jadi media penularan corona. Solusinya mengganti silaturahim konvensional dengan silaturahim virtual. ( )
(mhy)