Waktu Begitu Cepat Berlalu, Kiamat Sudah Dekat?
loading...
A
A
A
Keempat, maksudnya adalah berdekatannya orang-orang pada zaman tersebut karena banyaknya sarana-sarana perhubungan dan transportasi darat maupun udara yang mendekatkan jarak yang jauh.[Lihat Ithaaful Jamaa’ah (I/497), dan al-‘Aqaa-idul Islaamiyyah (hal. 247), karya Sayyid Sabiq].
Kelima, maknanya adalah singkatnya waktu, cepat secara hakiki, hal itu terjadi di akhir zaman. Peristiwa ini belum terjadi sampai sekarang, hal itu diperkuat oleh riwayat yang menjelaskan bahwa hari-hari ketika Dajjal datang terasa lama, sehingga satu hari bagaikan satu tahun, bagaikan satu bulan dan bagaikan satu pekan. Sebagaimana hari-hari itu terasa lama, maka ia pun bisa terasa singkat [Mukhtashar Sunan Abi Dawud (VI/142), Jaami’ul Ushuul (X/409) tahqiq Muhammad ‘Abdul Qadir al-Arna-uth].
Ini terjadi karena rusaknya tatanan alam, dan telah dekatnya kehancuran dunia. Ibnu Abi Jamrah rahimahullah berkata, “Kemungkinan yang dimaksud dengan dekatnya zaman adalah singkatnya (waktu) sesuai dengan yang diungkap dalam sebuah hadits:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَكُونَ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ.
“Tidak akan tiba hari Kiamat hingga satu tahun bagaikan satu bulan.”
Oleh karenanya, maka singkatnya waktu bisa berupa sesuatu yang dapat dirasakan oleh indra atau sesuatu yang maknawi. Adapun yang bisa dirasakan indra sama sekali belum tampak, mungkin hal itu terjadi sebagai tanda dekatnya Kiamat.
Adapun yang maknawi, hal itu sering terjadi. Hal itu dirasakan oleh para ulama dan orang-orang yang memiliki kecerdasan dalam ilmu dunia. Mereka mendapati diri mereka tidak mampu melakukan pekerjaan persis seperti yang dilakukan sebelumnya, mereka mengeluhkannya dan tidak mengetahui alasan akan hal itu, kemungkinan hal itu terjadi karena lemahnya keimanan yang disebabkan oleh pelanggaran-pelanggaran syari’at dalam berbagai hal, terutama pelanggaran dalam hal makanan.
Tidak diragukan di dalamnya ada sesuatu yang murni haram dan yang syubhat, dan kebanyakan manusia tidak berhenti mengonsumsi hal itu, walaupun ia sanggup untuk mendapatkan sesuatu yang halal, akan tetapi dia tetap mengambilnya tanpa mau peduli.
Dan kenyataannya bahwa keberkahan dalam waktu, rizki, dan tumbuhan hanya dapat diwujudkan dengan kekuatan iman, mengikuti perintah, dan menjauhi larangan, dalil akan hal itu adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
“Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi….” [ QS Al-A’raaf: 96 ]
Kelima, maknanya adalah singkatnya waktu, cepat secara hakiki, hal itu terjadi di akhir zaman. Peristiwa ini belum terjadi sampai sekarang, hal itu diperkuat oleh riwayat yang menjelaskan bahwa hari-hari ketika Dajjal datang terasa lama, sehingga satu hari bagaikan satu tahun, bagaikan satu bulan dan bagaikan satu pekan. Sebagaimana hari-hari itu terasa lama, maka ia pun bisa terasa singkat [Mukhtashar Sunan Abi Dawud (VI/142), Jaami’ul Ushuul (X/409) tahqiq Muhammad ‘Abdul Qadir al-Arna-uth].
Ini terjadi karena rusaknya tatanan alam, dan telah dekatnya kehancuran dunia. Ibnu Abi Jamrah rahimahullah berkata, “Kemungkinan yang dimaksud dengan dekatnya zaman adalah singkatnya (waktu) sesuai dengan yang diungkap dalam sebuah hadits:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَكُونَ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ.
“Tidak akan tiba hari Kiamat hingga satu tahun bagaikan satu bulan.”
Oleh karenanya, maka singkatnya waktu bisa berupa sesuatu yang dapat dirasakan oleh indra atau sesuatu yang maknawi. Adapun yang bisa dirasakan indra sama sekali belum tampak, mungkin hal itu terjadi sebagai tanda dekatnya Kiamat.
Adapun yang maknawi, hal itu sering terjadi. Hal itu dirasakan oleh para ulama dan orang-orang yang memiliki kecerdasan dalam ilmu dunia. Mereka mendapati diri mereka tidak mampu melakukan pekerjaan persis seperti yang dilakukan sebelumnya, mereka mengeluhkannya dan tidak mengetahui alasan akan hal itu, kemungkinan hal itu terjadi karena lemahnya keimanan yang disebabkan oleh pelanggaran-pelanggaran syari’at dalam berbagai hal, terutama pelanggaran dalam hal makanan.
Tidak diragukan di dalamnya ada sesuatu yang murni haram dan yang syubhat, dan kebanyakan manusia tidak berhenti mengonsumsi hal itu, walaupun ia sanggup untuk mendapatkan sesuatu yang halal, akan tetapi dia tetap mengambilnya tanpa mau peduli.
Dan kenyataannya bahwa keberkahan dalam waktu, rizki, dan tumbuhan hanya dapat diwujudkan dengan kekuatan iman, mengikuti perintah, dan menjauhi larangan, dalil akan hal itu adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
“Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi….” [ QS Al-A’raaf: 96 ]
(mhy)