6 Sikap yang Harus Dijalankan Seorang Muslim Bila Terkena Musibah Sakit
loading...
A
A
A
Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi dalam tulisannya berjudul الإبتلاء بالمرض yang diterjemahkan Abu Umamah Arif Hidayatullah menyebut beberapa hikmah bagi orang yang mendapat musibah sakit.
Menurut dia, musibah ini bukan terjadi pada agamanya, karena musibah yang terjadi pada agamanya menuntun pelakunya pada adzab dan dosa. Kalau musibah yang dideritanya lebih ringan dan enteng dibanding dengan musibah yang menimpa orang lain, kalau sekiranya dirinya bertanya atau melihat pada orang sekelilingnya yang terkena penyakit tentu dirinya mendapati mereka lebih parah dari sakit yang dideritanya.
Seorang ulama salaf Syuraih mengatakan: ‘Tidaklah aku ditimpa sebuah musibah melainkan aku memujinya kepada Allah Ta’ala karena empat hal: Pertama, Allah Ta’ala masih memberi rizki pada saya kesabaran. Kedua, Allah Ta’ala memberi kemudahan untuk mengucapakn istirja’ ketika musibah tersebut menimpaku.
Ketiga, Allah Ta’ala tidak menjadikan musibah tersebut lebih besar darinya. Keempat, Allah Ta’ala tidak menjadikan musibah pada agama saya.
Dikeluarkan oleh Imam Muslim sebuah hadits dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا. إِلاَّ أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا ». قَالَتْ فَلَمَّا مَاتَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ أَىُّ الْمُسْلِمِينَ خَيْرٌ مِنْ أَبِى سَلَمَةَ أَوَّلُ بَيْتٍ هَاجَرَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم. ثُمَّ إِنِّى قُلْتُهَا فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِى رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم » [ أخرجه البخاري و مسلم ]
“Tidak ada seorang muslim manakala ditimpa sebuah musibah lalu mengucapkan seperti apa yang Allah perintahkan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, Allahuma ajirni fii mushibati wa akhlif lii khairan minha’. Melainkan Allah pasti akan menggantinya yang lebih baik darinya”.
Beliau mengatakan: ‘Tatkala Abu Salamah meninggal maka aku bergumam: ‘Mana ada orang yang lebih baik dari Abu Salamah, seseorang yang keluarganya menjadi pionir untuk hijrah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian aku mengucapkan do’a tersebut, maka Allah menggantinya dengan yang lebih baik untukku yaitu Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam”. [HR Muslim no: 918].
Lalu bagaimana sikap seorang muslim ketika ditimpa musibah sakit?
1. Selalu berprasangka baik kepada Allah Azza wa Jalla, bahwasannya orang yang memiliki prasangka baik kepada Allah Ta’ala , Allah akan menganugerahi ketenangan pada jiwanya dan ketentraman hati.
Hal itu berdasarkan sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي إِنْ ظَنَّ بِي خَيْرًا فَلَهُ وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ » [ أخرجه إبن حبان]
“Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman: ‘Aku selalu berada pada prasangka para hamba –Ku, jika dia berprasangka baik maka Aku juga demikian, sebaliknya kalau buruk sangkaannya demikian pula Akupun begitu“. [HR Ibnu Hibban no: 638].
2. Memperbanyak dzikir kepada Allah Shubhanahu wa Ta’ala, berdo’a serta memohon kesembuhan dengan penuh pengharapan pada -Nya.
Berdasarkan firman Allah Tabaraka wa Ta’ala:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ [البقرة: 186]
“Dan apabila hamba-hamba -Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada -Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah -Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. [al-Baqarah/2: 186].
Dan berdasar firman Allah Ta’ala yang lainnya, yang berbunyi:
أَمَّن يُجِيبُ ٱلۡمُضۡطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكۡشِفُ ٱلسُّوٓءَ وَيَجۡعَلُكُمۡ خُلَفَآءَ ٱلۡأَرۡضِۗ أَءِلَٰهٞ مَّعَ ٱللَّهِۚ قَلِيلٗا مَّا تَذَكَّرُونَ [النمل : 62]
“Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada -Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya)”. [ an-Naml/27: 62 ].
Al-Hafidh Ibnu Hajar mengatakan: “Sesungguhnya pengobatan bagi orang yang sedang sakit itu semuanya ada pada do’a serta memohon kepada Allah Azza wa Jalla, dan obat tersebut lebih bermanfaat dan cepat reaksinya dibanding dengan obat-obatan yang dikasih oleh para dokter. Karena dampak obat yang pertama itu lebih menyerap ke dalam tubuh dan lebih agung daripada efek obat-obatan untuk tubuh, akan tetapi, hal itu hanya bisa tersembuhkan dengan dua perkara:
Pertama, dari sisi orang yang sakit yaitu hendaknya dia betul-betul ikhlas dalam tujuannya.
Kedua, dari sisi yang diobati yaitu hendaknya mempunyai kekuatan do’a dan hati, dengan bertakwa dan tawakal kepada Allah Ta’ala “.
3. Bagi orang yang sedang sakit hendaknya jangan terlalu bergantung terhadap faktor sebab saja, seperti rumah sakit atau dokter. Akan tetapi, seharusnya dia menggantungkan hati yang menurunkan penyakit yang mana tidak ada yang mampu mengangkatnya melainkan – Yaitu Allah Shubhanahu wa Ta’ala yang Maha Penyembuh, tidak ada kesembuhan melainkan dari -Nya.
Tidak ada yang menyembuhkan orang sakit kecuali Dia, sama saja baik penyakit yang ada dalam tubuh maupun penyakit yang ada dalam jiwa. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَإِن يَمۡسَسۡكَ ٱللَّهُ بِضُرّٖ فَلَا كَاشِفَ لَهُۥٓ إِلَّا هُوَۖ وَإِن يَمۡسَسۡكَ بِخَيۡرٖ فَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ [ الأنعام: 17]
“Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu”. [ al-An’aam/6: 17 ].
Dan firman Allah tabaraka wa Ta’ala:
وَإِذَا مَرِضۡتُ فَهُوَ يَشۡفِينِ [ الشعراء 80]
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku”. [asy-Syu’araa/26: 80].
Dan firman-Nya yang mengkisahkan Nabi -Nya Ayub ‘Alaihi sallam, Allah berfirman:
وَأَيُّوبَ إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّي مَسَّنِيَ ٱلضُّرُّ وَأَنتَ أَرۡحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ – فَٱسۡتَجَبۡنَا لَهُۥ فَكَشَفۡنَا مَا بِهِۦ مِن ضُرّٖۖ وَءَاتَيۡنَٰهُ أَهۡلَهُۥ وَمِثۡلَهُم مَّعَهُمۡ رَحۡمَةٗ مِّنۡ عِندِنَا وَذِكۡرَىٰ لِلۡعَٰبِدِينَ [ الأنبياء: 83-84]
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Rabbnya: “(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”. Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah“.[ al-Anbiyaa’/21: 83-84 ].
4. Bersabar sambil mengharap pahala atas musibah tersebut dan jangan berkeluh kesah dan merasa tidak puas, karena kadar ukuran keimanan seorang hamba sesuai dengan besar kecilnya cobaan yang diterimanya.
Lebih jelasnya, simak sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Tirmidzi dari Sa’ad bin Abi Waqash Radhiyallahu ‘anhu, dia menceritakan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَ: «الْأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ» [ أخرجه الترمذي]
“Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: ‘Ya Rasulallah, siapakah orang yang paling berat cobaannya? Beliau menjawab: ‘Para Nabi, lalu orang yang berada di bawahnya, maka seseorang tertimpa cobaan sesuai dengan tingkatan agamanya. Kalau agamanya hebat, cobaan yang diterimanya pun besar, dan jika agamanya lemah dirinya juga akan mendapat ujian sesuai dengan kadar agamanya. Sehingga tidaklah seorang hamba senantiasa mendapat cobaan sampai kiranya dirinya berjalan di muka bumi ini tanpa mempunyai kesalahan”. [HR at-Tirmidzi no: 2398. Beliau berkata hadits hasan shahih].
5. Bagi orang yang sakit, boleh baginya untuk meruqyah dirinya sendiri dengan bacaan ruqyah yang syar’i. Seperti meruqyah dengan surat al-Fatihah, surat al-Falaq dan an-Nas serta ayat kursi.
Dan di antara do’a yang ada dalilnya dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang biasa beliau baca ialah:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبْ الْبَاسَ اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا» [ أخرجه البخاري و مسلم]
“Ya Allah Rabb manusia, hilangkanlah kesusahan, sembuhkan (penyakitku) karena Engkau Maha Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan yang Engkau berikan, kesembuhan yang tidak dibarengi penyakit”. [HR Bukhari no: 5743. Muslim no: 2191].
Di antara do’a yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam tatkala menjenguk orang sakit ialah, mendo’akan orang yang sakit dengan mengucapkan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِى تَأَلَّمَ مِنْ جَسَدِكَ وَقُلْ بِاسْمِ اللَّهِ. ثَلاَثًا. وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِاللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ » [ أخرجه مسلم]
“Letakkan tanganmu di tempat yang terasa sakit ditubuhmu, lalu berdo’alah: ‘Dengan menyebut nama Allah’. Tiga kali. Lalu ucapkan sebanyak tujuh kali: ‘Aku berlindung kepada Allah dan kemampuanNya dari kejelekan apa yang aku rasakan dan berhati-hati padanya”. [HR Muslim no: 2202].
6. Untuk orang yang sakit, jangan pernah merasa putus asa dari kesembuhan, karena Allah Shubhanahu wa Ta’ala adalah Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu.
Allah Shubhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّهُۥ لَا يَاْيَۡٔسُ مِن رَّوۡحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡقَوۡمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ [ يوسف 87]
“Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. [Yusuf/12: 87]
Dan Allah Ta’ala befirman:
إِنَّمَآ أَمۡرُهُۥٓ إِذَآ أَرَادَ شَيًۡٔا أَن يَقُولَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ [ يس 82]
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” Maka terjadilah ia”. [Yaasin/36: 82].
Lihatlah kepada Nabi Ayub ‘alaihi sallam yang tinggal delapan belas tahun dalam keadaan menerima ujian namun beliau bersabar sampai akhirnya Allah menyembuhkan penyakitnya.
Menurut dia, musibah ini bukan terjadi pada agamanya, karena musibah yang terjadi pada agamanya menuntun pelakunya pada adzab dan dosa. Kalau musibah yang dideritanya lebih ringan dan enteng dibanding dengan musibah yang menimpa orang lain, kalau sekiranya dirinya bertanya atau melihat pada orang sekelilingnya yang terkena penyakit tentu dirinya mendapati mereka lebih parah dari sakit yang dideritanya.
Seorang ulama salaf Syuraih mengatakan: ‘Tidaklah aku ditimpa sebuah musibah melainkan aku memujinya kepada Allah Ta’ala karena empat hal: Pertama, Allah Ta’ala masih memberi rizki pada saya kesabaran. Kedua, Allah Ta’ala memberi kemudahan untuk mengucapakn istirja’ ketika musibah tersebut menimpaku.
Ketiga, Allah Ta’ala tidak menjadikan musibah tersebut lebih besar darinya. Keempat, Allah Ta’ala tidak menjadikan musibah pada agama saya.
Dikeluarkan oleh Imam Muslim sebuah hadits dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا. إِلاَّ أَخْلَفَ اللَّهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا ». قَالَتْ فَلَمَّا مَاتَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ أَىُّ الْمُسْلِمِينَ خَيْرٌ مِنْ أَبِى سَلَمَةَ أَوَّلُ بَيْتٍ هَاجَرَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم. ثُمَّ إِنِّى قُلْتُهَا فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِى رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم » [ أخرجه البخاري و مسلم ]
“Tidak ada seorang muslim manakala ditimpa sebuah musibah lalu mengucapkan seperti apa yang Allah perintahkan: ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, Allahuma ajirni fii mushibati wa akhlif lii khairan minha’. Melainkan Allah pasti akan menggantinya yang lebih baik darinya”.
Beliau mengatakan: ‘Tatkala Abu Salamah meninggal maka aku bergumam: ‘Mana ada orang yang lebih baik dari Abu Salamah, seseorang yang keluarganya menjadi pionir untuk hijrah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian aku mengucapkan do’a tersebut, maka Allah menggantinya dengan yang lebih baik untukku yaitu Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam”. [HR Muslim no: 918].
Baca Juga
Lalu bagaimana sikap seorang muslim ketika ditimpa musibah sakit?
1. Selalu berprasangka baik kepada Allah Azza wa Jalla, bahwasannya orang yang memiliki prasangka baik kepada Allah Ta’ala , Allah akan menganugerahi ketenangan pada jiwanya dan ketentraman hati.
Hal itu berdasarkan sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu , bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي إِنْ ظَنَّ بِي خَيْرًا فَلَهُ وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ » [ أخرجه إبن حبان]
“Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman: ‘Aku selalu berada pada prasangka para hamba –Ku, jika dia berprasangka baik maka Aku juga demikian, sebaliknya kalau buruk sangkaannya demikian pula Akupun begitu“. [HR Ibnu Hibban no: 638].
2. Memperbanyak dzikir kepada Allah Shubhanahu wa Ta’ala, berdo’a serta memohon kesembuhan dengan penuh pengharapan pada -Nya.
Berdasarkan firman Allah Tabaraka wa Ta’ala:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ [البقرة: 186]
“Dan apabila hamba-hamba -Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada -Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah -Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. [al-Baqarah/2: 186].
Dan berdasar firman Allah Ta’ala yang lainnya, yang berbunyi:
أَمَّن يُجِيبُ ٱلۡمُضۡطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكۡشِفُ ٱلسُّوٓءَ وَيَجۡعَلُكُمۡ خُلَفَآءَ ٱلۡأَرۡضِۗ أَءِلَٰهٞ مَّعَ ٱللَّهِۚ قَلِيلٗا مَّا تَذَكَّرُونَ [النمل : 62]
“Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada -Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya)”. [ an-Naml/27: 62 ].
Al-Hafidh Ibnu Hajar mengatakan: “Sesungguhnya pengobatan bagi orang yang sedang sakit itu semuanya ada pada do’a serta memohon kepada Allah Azza wa Jalla, dan obat tersebut lebih bermanfaat dan cepat reaksinya dibanding dengan obat-obatan yang dikasih oleh para dokter. Karena dampak obat yang pertama itu lebih menyerap ke dalam tubuh dan lebih agung daripada efek obat-obatan untuk tubuh, akan tetapi, hal itu hanya bisa tersembuhkan dengan dua perkara:
Pertama, dari sisi orang yang sakit yaitu hendaknya dia betul-betul ikhlas dalam tujuannya.
Kedua, dari sisi yang diobati yaitu hendaknya mempunyai kekuatan do’a dan hati, dengan bertakwa dan tawakal kepada Allah Ta’ala “.
3. Bagi orang yang sedang sakit hendaknya jangan terlalu bergantung terhadap faktor sebab saja, seperti rumah sakit atau dokter. Akan tetapi, seharusnya dia menggantungkan hati yang menurunkan penyakit yang mana tidak ada yang mampu mengangkatnya melainkan – Yaitu Allah Shubhanahu wa Ta’ala yang Maha Penyembuh, tidak ada kesembuhan melainkan dari -Nya.
Tidak ada yang menyembuhkan orang sakit kecuali Dia, sama saja baik penyakit yang ada dalam tubuh maupun penyakit yang ada dalam jiwa. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَإِن يَمۡسَسۡكَ ٱللَّهُ بِضُرّٖ فَلَا كَاشِفَ لَهُۥٓ إِلَّا هُوَۖ وَإِن يَمۡسَسۡكَ بِخَيۡرٖ فَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ [ الأنعام: 17]
“Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu”. [ al-An’aam/6: 17 ].
Dan firman Allah tabaraka wa Ta’ala:
وَإِذَا مَرِضۡتُ فَهُوَ يَشۡفِينِ [ الشعراء 80]
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku”. [asy-Syu’araa/26: 80].
Dan firman-Nya yang mengkisahkan Nabi -Nya Ayub ‘Alaihi sallam, Allah berfirman:
وَأَيُّوبَ إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّي مَسَّنِيَ ٱلضُّرُّ وَأَنتَ أَرۡحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ – فَٱسۡتَجَبۡنَا لَهُۥ فَكَشَفۡنَا مَا بِهِۦ مِن ضُرّٖۖ وَءَاتَيۡنَٰهُ أَهۡلَهُۥ وَمِثۡلَهُم مَّعَهُمۡ رَحۡمَةٗ مِّنۡ عِندِنَا وَذِكۡرَىٰ لِلۡعَٰبِدِينَ [ الأنبياء: 83-84]
“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Rabbnya: “(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”. Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah“.[ al-Anbiyaa’/21: 83-84 ].
4. Bersabar sambil mengharap pahala atas musibah tersebut dan jangan berkeluh kesah dan merasa tidak puas, karena kadar ukuran keimanan seorang hamba sesuai dengan besar kecilnya cobaan yang diterimanya.
Lebih jelasnya, simak sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Tirmidzi dari Sa’ad bin Abi Waqash Radhiyallahu ‘anhu, dia menceritakan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَ: «الْأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ» [ أخرجه الترمذي]
“Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: ‘Ya Rasulallah, siapakah orang yang paling berat cobaannya? Beliau menjawab: ‘Para Nabi, lalu orang yang berada di bawahnya, maka seseorang tertimpa cobaan sesuai dengan tingkatan agamanya. Kalau agamanya hebat, cobaan yang diterimanya pun besar, dan jika agamanya lemah dirinya juga akan mendapat ujian sesuai dengan kadar agamanya. Sehingga tidaklah seorang hamba senantiasa mendapat cobaan sampai kiranya dirinya berjalan di muka bumi ini tanpa mempunyai kesalahan”. [HR at-Tirmidzi no: 2398. Beliau berkata hadits hasan shahih].
5. Bagi orang yang sakit, boleh baginya untuk meruqyah dirinya sendiri dengan bacaan ruqyah yang syar’i. Seperti meruqyah dengan surat al-Fatihah, surat al-Falaq dan an-Nas serta ayat kursi.
Dan di antara do’a yang ada dalilnya dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang biasa beliau baca ialah:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبْ الْبَاسَ اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا» [ أخرجه البخاري و مسلم]
“Ya Allah Rabb manusia, hilangkanlah kesusahan, sembuhkan (penyakitku) karena Engkau Maha Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan yang Engkau berikan, kesembuhan yang tidak dibarengi penyakit”. [HR Bukhari no: 5743. Muslim no: 2191].
Di antara do’a yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam tatkala menjenguk orang sakit ialah, mendo’akan orang yang sakit dengan mengucapkan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِى تَأَلَّمَ مِنْ جَسَدِكَ وَقُلْ بِاسْمِ اللَّهِ. ثَلاَثًا. وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ أَعُوذُ بِاللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ » [ أخرجه مسلم]
“Letakkan tanganmu di tempat yang terasa sakit ditubuhmu, lalu berdo’alah: ‘Dengan menyebut nama Allah’. Tiga kali. Lalu ucapkan sebanyak tujuh kali: ‘Aku berlindung kepada Allah dan kemampuanNya dari kejelekan apa yang aku rasakan dan berhati-hati padanya”. [HR Muslim no: 2202].
6. Untuk orang yang sakit, jangan pernah merasa putus asa dari kesembuhan, karena Allah Shubhanahu wa Ta’ala adalah Maha Mampu untuk melakukan segala sesuatu.
Allah Shubhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّهُۥ لَا يَاْيَۡٔسُ مِن رَّوۡحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلۡقَوۡمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ [ يوسف 87]
“Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. [Yusuf/12: 87]
Dan Allah Ta’ala befirman:
إِنَّمَآ أَمۡرُهُۥٓ إِذَآ أَرَادَ شَيًۡٔا أَن يَقُولَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ [ يس 82]
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” Maka terjadilah ia”. [Yaasin/36: 82].
Lihatlah kepada Nabi Ayub ‘alaihi sallam yang tinggal delapan belas tahun dalam keadaan menerima ujian namun beliau bersabar sampai akhirnya Allah menyembuhkan penyakitnya.
(mhy)