Tipu Daya Duniawi (1): Banyak Ayat Al-Quran dan Hadits yang Mencela Dunia
loading...
A
A
A
Banyak ayat Al-Quran dan hadits-hadits yang mencela dunia. Bahkan al-Qur‘an lebih sering mencela kehidupan dunia dan mengajak manusia agar berpaling dari dunia dan kembali kepada kampung akhirat.
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi dalam bukunya berjudul "Dunia di Tanganku, Akhirat di Hatiku" mengingatkan bahwa perkara inilah yang menjadi pokok tujuan diutusnya para nabi. "Maka tidak perlu banyak-banyak berdalil dengan ayat al-Qur‘an tentang hinanya dunia karena perkara itu telah jelas," ujarnya.
Rasanya, masuk di akal jika kita bertanya: Pantaskah kita, hamba Allah, mengagungkan dunia yang dihinakan oleh Allah?
Untuk memahami bagaimanakah hakikat kehidupan dunia ini, mari kita resapi bersama sebagian dalil-dalil dari al-Qur‘an dan hadits yang berbicara tentang masalah kehidupan dunia.
Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا مَثَلُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا كَمَآءٍ أَنزَلْنَٰهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ فَٱخْتَلَطَ بِهِۦ نَبَاتُ ٱلْأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ ٱلنَّاسُ وَٱلْأَنْعَٰمُ حَتَّىٰٓ إِذَآ أَخَذَتِ ٱلْأَرْضُ زُخْرُفَهَا وَٱزَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَآ أَنَّهُمْ قَٰدِرُونَ عَلَيْهَآ أَتَىٰهَآ أَمْرُنَا لَيْلًا أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَٰهَا حَصِيدًا كَأَن لَّمْ تَغْنَ بِٱلْأَمْسِ ۚ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ ٱلْءَايَٰتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak, hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba tiba datanglah kepadanya adzab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam tanamannya) laksana tanam-tanaman yang su dah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berpikir. ( QS Yunus [10]: 24 )
Allah SWT berfirman:
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. ( QS Ali Imran [3]: 185 )
Sementara itu, sahabat Jabir ibn Abdillah ra berkata: Rasulullah SAW pernah melewati sebuah pasar dan para sahabat berada di sekelilingnya. Beliau mendapati bangkai seekor kambing yang telinganya kecil, lantas beliau angkat batang telinga bangkai kambing tersebut seraya berkata, ‘Siapakah di antara kalian yang mau membeli kambing ini dengan satu dirham?’
Para sahabat menjawab, ‘Kami tidak suka sama sekali, apa yang bisa kami perbuat dari seekor bangkai kambing?’
Rasulullah SAW menjawab, ‘Bagaimana jika kambing itu untuk kalian?’
Para sahabat menjawab, ‘Demi Allah, apabila kambing itu masih hidup kami tetap tidak mau karena dia telah cacat, bagaimana lagi jika sudah menjadi bangkai!’
Rasulullah SAW akhirnya bersabda, ‘Demi Allah, dunia itu lebih hina di sisi Allah daripada seekor bangkai kambing ini bagi kalian.’” (HR Muslim: 2957)
Rasulullah SAW juga bersabda: “Seandainya dunia sebanding dengan sayap nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberikan seteguk air kepada orang kafir.” (HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan dishahihkan al-Albani di dalam Silsilah ash-Shahihah: 686)
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi dalam bukunya berjudul "Dunia di Tanganku, Akhirat di Hatiku" mengingatkan bahwa perkara inilah yang menjadi pokok tujuan diutusnya para nabi. "Maka tidak perlu banyak-banyak berdalil dengan ayat al-Qur‘an tentang hinanya dunia karena perkara itu telah jelas," ujarnya.
Rasanya, masuk di akal jika kita bertanya: Pantaskah kita, hamba Allah, mengagungkan dunia yang dihinakan oleh Allah?
Untuk memahami bagaimanakah hakikat kehidupan dunia ini, mari kita resapi bersama sebagian dalil-dalil dari al-Qur‘an dan hadits yang berbicara tentang masalah kehidupan dunia.
Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا مَثَلُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا كَمَآءٍ أَنزَلْنَٰهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ فَٱخْتَلَطَ بِهِۦ نَبَاتُ ٱلْأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ ٱلنَّاسُ وَٱلْأَنْعَٰمُ حَتَّىٰٓ إِذَآ أَخَذَتِ ٱلْأَرْضُ زُخْرُفَهَا وَٱزَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَآ أَنَّهُمْ قَٰدِرُونَ عَلَيْهَآ أَتَىٰهَآ أَمْرُنَا لَيْلًا أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَٰهَا حَصِيدًا كَأَن لَّمْ تَغْنَ بِٱلْأَمْسِ ۚ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ ٱلْءَايَٰتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak, hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba tiba datanglah kepadanya adzab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam tanamannya) laksana tanam-tanaman yang su dah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berpikir. ( QS Yunus [10]: 24 )
Allah SWT berfirman:
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. ( QS Ali Imran [3]: 185 )
Sementara itu, sahabat Jabir ibn Abdillah ra berkata: Rasulullah SAW pernah melewati sebuah pasar dan para sahabat berada di sekelilingnya. Beliau mendapati bangkai seekor kambing yang telinganya kecil, lantas beliau angkat batang telinga bangkai kambing tersebut seraya berkata, ‘Siapakah di antara kalian yang mau membeli kambing ini dengan satu dirham?’
Para sahabat menjawab, ‘Kami tidak suka sama sekali, apa yang bisa kami perbuat dari seekor bangkai kambing?’
Rasulullah SAW menjawab, ‘Bagaimana jika kambing itu untuk kalian?’
Para sahabat menjawab, ‘Demi Allah, apabila kambing itu masih hidup kami tetap tidak mau karena dia telah cacat, bagaimana lagi jika sudah menjadi bangkai!’
Rasulullah SAW akhirnya bersabda, ‘Demi Allah, dunia itu lebih hina di sisi Allah daripada seekor bangkai kambing ini bagi kalian.’” (HR Muslim: 2957)
Rasulullah SAW juga bersabda: “Seandainya dunia sebanding dengan sayap nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberikan seteguk air kepada orang kafir.” (HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan dishahihkan al-Albani di dalam Silsilah ash-Shahihah: 686)
(mhy)