Keutamaan Sholawat dan Dilarang Menyingkatnya dalam Penulisan
loading...
A
A
A
Keutamaan shalawat dan faedahnya sangat banyak. Karenanya, mengucapkan shalawat untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan perkara yang disyariatkan agama. Selain itu, umat Islam pun dilarang menyingkatnya dalam penulisan.
Misalnya, kita tulis Muhammad SAW dengan maksud singkatan dari shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ini tidak boleh,ataua dilarang. Karena banyak faedah yang tertuang dalam shalawat yang dibaca dan diucapkan. Menyingkatnya berarti kehilangan keberkahan shalawat.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah menjelaskan, shalawat memiliki keutamaan-keutamaan dan faedah yang banyak. Di antaranya, menjalankan perintah Allah, menyepakati Allah Subhanallahu wa ta’ala dan para malaikat-Nya yang juga bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Ta'ala berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰٓٮِٕكَتَهٗ يُصَلُّوۡنَ عَلَى النَّبِىِّ ؕ يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا صَلُّوۡا عَلَيۡهِ وَسَلِّمُوۡا تَسۡلِيۡمًا
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)
Faedah lainnya adalah melipat gandakan pahala orang yang bershalawat tersebut. Karena adanya harapan doanya terkabul, dan bershalawat merupakan sebab diperolehnya berkah dan langgengnya kecintaan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Menurut Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah, sebagaimana bershalawat menjadi sebab seorang hamba beroleh hidayah dan hidup hatinya. Semakin banyak pula seseorang bershalawat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengingat beliau, akan semakin kental pula kecintaan kepada beliau di dalam hati. Sehingga tidak tersisa di hatinya penentangan terhadap sesuatu pun dari perintahnya dan tidak pula keraguan terhadap apa yang beliau sampaikan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah memberikan anjuran untuk mengucapkan shalawat atas beliau dalam beberapa hadis. Di antaranya hadis yang diriwayatkan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah Radhiyallahuanhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Siapa yang bershalawat untukku satu kali maka Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali.” (HR Muslim)
Selain itu, ada hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu juga, disebutkan bahwa Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan (Dengan tidak dikerjakan shalat sunnah di dalamnya, demikian pula Al-Qur’an tidak dibaca di dalamnya). dan jangan kalian jadikan kuburanku sebagai id (tempat kumpul-kumpul). Bershalawatlah untukku karena shalawat kalian sampai kepadaku di mana pun kalian berada.”. (HR. Al-Imam Ahmad dan Abu Dawud)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah juga bersabda :
“Terhinalah seorang yang aku (namaku) disebut disisinya namun ia tidak mau bershalawat untukku.” (HR. At-Tirmidzi).
Bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga sangat disyariatkan dalam tasyahhud shalat, dalam khutbah, saat berdoa serta beristighfar. Demikian pula setelah adzan, ketika keluar serta masuk masjid, ketika mendengar nama beliau disebut, dan sebagainya. Perkaranya lebih ditekankan ketika menulis nama beliau dalam kitab, karya tulis, risalah, makalah, atau yang semisalnya berdasarkan dalil yang telah lewat.
Ucapan shalawat ini disyariatkan untuk ditulis secara lengkap atau sempurna. Jangan disingkat yang akhirnya menjadi tanpa makna. Ini dalam rangka menjalankan perintah Allah Azza wa Jalla kepada kita dan agar pembaca mengingat untuk bershalawat ketika melewati tulisan shalawat tersebut.
Jadi, tidak sepantasnya lafazh shalawat tersebut ditulis dengan singkatan. "Bershalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya.”
Menyingkat tulisan shalawat tidak akan sempurna maksudnya serta tidak diperoleh keutamaan sebagaimana bila menuliskannya secara sempurna. Menyingkat lafadz shalawat ini dibenci oleh para ulama dan mereka memberikan peringatan akan hal ini.
Ibnu Shalah misalnya.Dalam kitabnya ‘Ulumul Hadis yang lebih dikenal dengan Muqqadimah Ibnish Shalah mengatakan, “(Seorang yang belajar hadis ataupun ahlul hadis) hendaknya memerhatikan penulisan shalawat dan salam untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bila melewatinya. Janganlah ia bosan menulisnya secara lengkap ketika berulang menyebut Rasulullah.”
Misalnya, kita tulis Muhammad SAW dengan maksud singkatan dari shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ini tidak boleh,ataua dilarang. Karena banyak faedah yang tertuang dalam shalawat yang dibaca dan diucapkan. Menyingkatnya berarti kehilangan keberkahan shalawat.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah menjelaskan, shalawat memiliki keutamaan-keutamaan dan faedah yang banyak. Di antaranya, menjalankan perintah Allah, menyepakati Allah Subhanallahu wa ta’ala dan para malaikat-Nya yang juga bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Ta'ala berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰٓٮِٕكَتَهٗ يُصَلُّوۡنَ عَلَى النَّبِىِّ ؕ يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا صَلُّوۡا عَلَيۡهِ وَسَلِّمُوۡا تَسۡلِيۡمًا
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)
Faedah lainnya adalah melipat gandakan pahala orang yang bershalawat tersebut. Karena adanya harapan doanya terkabul, dan bershalawat merupakan sebab diperolehnya berkah dan langgengnya kecintaan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Menurut Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah, sebagaimana bershalawat menjadi sebab seorang hamba beroleh hidayah dan hidup hatinya. Semakin banyak pula seseorang bershalawat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengingat beliau, akan semakin kental pula kecintaan kepada beliau di dalam hati. Sehingga tidak tersisa di hatinya penentangan terhadap sesuatu pun dari perintahnya dan tidak pula keraguan terhadap apa yang beliau sampaikan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah memberikan anjuran untuk mengucapkan shalawat atas beliau dalam beberapa hadis. Di antaranya hadis yang diriwayatkan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah Radhiyallahuanhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Siapa yang bershalawat untukku satu kali maka Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali.” (HR Muslim)
Selain itu, ada hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu juga, disebutkan bahwa Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan (Dengan tidak dikerjakan shalat sunnah di dalamnya, demikian pula Al-Qur’an tidak dibaca di dalamnya). dan jangan kalian jadikan kuburanku sebagai id (tempat kumpul-kumpul). Bershalawatlah untukku karena shalawat kalian sampai kepadaku di mana pun kalian berada.”. (HR. Al-Imam Ahmad dan Abu Dawud)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah juga bersabda :
“Terhinalah seorang yang aku (namaku) disebut disisinya namun ia tidak mau bershalawat untukku.” (HR. At-Tirmidzi).
Bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga sangat disyariatkan dalam tasyahhud shalat, dalam khutbah, saat berdoa serta beristighfar. Demikian pula setelah adzan, ketika keluar serta masuk masjid, ketika mendengar nama beliau disebut, dan sebagainya. Perkaranya lebih ditekankan ketika menulis nama beliau dalam kitab, karya tulis, risalah, makalah, atau yang semisalnya berdasarkan dalil yang telah lewat.
Ucapan shalawat ini disyariatkan untuk ditulis secara lengkap atau sempurna. Jangan disingkat yang akhirnya menjadi tanpa makna. Ini dalam rangka menjalankan perintah Allah Azza wa Jalla kepada kita dan agar pembaca mengingat untuk bershalawat ketika melewati tulisan shalawat tersebut.
Jadi, tidak sepantasnya lafazh shalawat tersebut ditulis dengan singkatan. "Bershalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya.”
Menyingkat tulisan shalawat tidak akan sempurna maksudnya serta tidak diperoleh keutamaan sebagaimana bila menuliskannya secara sempurna. Menyingkat lafadz shalawat ini dibenci oleh para ulama dan mereka memberikan peringatan akan hal ini.
Ibnu Shalah misalnya.Dalam kitabnya ‘Ulumul Hadis yang lebih dikenal dengan Muqqadimah Ibnish Shalah mengatakan, “(Seorang yang belajar hadis ataupun ahlul hadis) hendaknya memerhatikan penulisan shalawat dan salam untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bila melewatinya. Janganlah ia bosan menulisnya secara lengkap ketika berulang menyebut Rasulullah.”