Khutbah Jum'at: Membangun Keluarga yang Islami, Menggapai Ridha Ilahi
loading...
A
A
A
Berikut adalah materi khutbah Jumat yang mengingatkan kepada kaum muslimin agar senantiasa berupaya membangun keluarga yang islami. Sebuah keluarga yang di dalamnya terjalin kuat hubungan suami istri serta jauh dari perselisihan dan perpecahan.
Khutbah 1
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Pada kesempatan mulia ini, mari kita senantiasa menguatkan tekad dan terus berupaya untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT dengan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dengan hal ini mudah-mudahan kita termasuk golongan mukminin dan muttaqin yang dikasihi oleh Allah SWT.
Keimanan, khususnya ketakwaan sendiri, merupakan pembeda antara orang biasa dengan orang yang dimuliakan oleh Allah swt, sebagaimana termaktub dalam dalam Al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 13 :
Artinya: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Sejarah membuktikan, peradaban Islam meletakkan keluarga sebagai fondasi bagi tegaknya peradaban. Ini setidaknya, begitu tergambar dari keteladanan yang dicontohkan Rasulullah SAW. Rasulullah adalah contoh sebaik-baik kepala keluarga yang benar-benar mempertahankan rumah tangga dan peduli terhadap anak dan istri.
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada keluarganya. Dan aku adalah yang terbaik di antara kamu kepada keluargaku“ (HR At-Tirmidzi)
Ada banyak faktor yang menjadi penopang tegaknya keluarga islami, yang di dalamnya terjalin kuat hubungan suami istri serta jauh dari perselisihan dan perpecahan.
Pertama, iman dan taqwa kepada Allah Ta’ala. Faktor ini terpenting yaitu berpegang teguh kepada tali keimanan: iman kepada Allah dan Hari Akhir, takut kepada Dzat Yang memerhatikan segala yang tersembunyi serta senantiasa bertakwa dan bermuraqabah (merasa terawasi oleh Allah) lalu menjauh dari kezaliman dan kekeliruan di dalam mencari kebenaran.
Allah SWT berfirman:
“Demikianlah diberi pengajaran dengan itu, orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya“. [ QS At-Thalaq/65: 2-3 ]
Di antara yang menguatkan keimanan ini yaitu bersungguh-sungguh dan serius dalam ketaatan dan ibadah serta saling ingat-mengingatkan dalam masalah itu. Perhatikanlah sabda Rasulullah SAW:
“Semoga Allah merahmati suami yang bangun malam hari lalu shalat dan membangunkan istrinya lalu shalat pula. Apabila enggan maka dipercikkannya air di wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang istri yang bangun malam hari lalu shalat dan membangunkcan suaminya lalu shalat pula. Apabila enggan maka dipercikkannya air di wajahnya.” [Hadits Shahih riwayat Ahmad, Abu Daud (1308), An-Nasa’i (3/205), dan Ibnu Majah (1336). Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah (1148) dan Hakim serta disepakati oleh Adz-Dzahabi]
Hubungan suami istri bukanlah hubungan duniawi atau hubungan hawa nafsu hewani, namun berupa interaksi jiwa yang luhur. Jadi ketika hubungan ini sahih (benar) maka akan berlanjut hingga ke kehidupan akhirat setelah meninggal dunia kelak.
“Yaitu surga ‘Adn yang mereka itu masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri- istrinya dan anak cucunya “. [ QS Ar-Ra’du/13:23 ]
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Faktor kedua yang menjadi penopang tegaknya keluarga islami adalah senantiasa menjalin hubungan baik antara suami istri dengan baik.
Ini tidak akan tercipta kecuali dengan saling mengerti dan memahami hak dan kewajibannya masing-masing. Seorang suami, sebagai pemimpin keluarga, dituntut lebih bersabar ketimbang istrinya. Ini karena istri itu lemah secara fisik maupun pribadinya.
Rasulullah SAW bersabda:
“Nasehatilah wanita dengan yang baik. Sesungguhnya mereka diciptakan dari rusuk dan bagian terbengkok dari rusuk adalah bagian atasnya. Seandainya kau luruskan maka berarti kamu mematahkannya. Dan seandainya kamu biarkan maka akan terus saja bengkok. Untuk itu nasihatilah wanita dengan yang baik“ (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah juga bersabda bersabda:
“Seorang mukmin (suami) tidaklak membenci dan marah kepada mukminah (istri) Apabila ia membencinya karena sesuatu dari pribadinya maka ia ridla darinya dengan hal-hal lainnya“ (HR Muslim)
Berprilakulah lemah lembut terhadap istri. Sebab jika ia sudah melihat sebagian yang dibencinya maka tidak tahu lagi di mana sumber-sumber kebahagiaan itu berada.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan bergaullah bersama mereka dengan patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuata padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” [ QS An-Nisa/4: 19 ]
Interaksi yang baik dan sumber-sumber kebahagiaan itu tidaklah akan tercipta kecuali dengan kelembutan dan menjauhkan diri dari prasangka yang tak beralasan.
Dan kecemburuan terkadang berubah menjadi prasangka buruk yang menggiringnya untuk senantiasa menyalah tafsirkan omongan dan meragukan segala tingkah laku. Ini tentu saja akan membikin hidup terasa sempit dan hati gelisah dengan tanpa alasan yang jelas dan benar.
“Tempatkanlah mereka – para istri- di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu. Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka… ” [ QS Ath-Thalaq/65:6]
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Kini bagaimana dengan istri? Ketahuilah bahwa kebahagiaan, cinta dan kasih sayang tidaklah akan sempurna kecuali istri mengetahui kewajibannya dan tidak melalaikannya.
Berbakti kepada suaminya sebagai pemimpin, pelindung, penjaga dan pemberi nafkah. Taat kepada suami, menjaga dirinya dan menjaga harta suami merupakan kewajiban seorang istri. Demikian juga menguasai tugas istri dan mengerjakannya serta memerhatikan diri dan rumahnya.
Inilah istri yang shalihah sekaligus ibu yang penuh kasih sayang, pemimpin di rumah suaminya dan bertanggungjawab atas yang dipimpinnya. Juga mengakui kecakapan suaminya dan tidak mengingkari kebaikan pelayanannya.
Nabi SAW telah mewanti-wanti jangan sampai melakukan pengingkaran ini. Sabda beliau:
“Diperlihatkan kepadaku neraka. Ternyata sebagian besar penghuninya adalah perempuan yang kufur (ingkar). Ditanyakan kepada beliau: Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Tidak, tapi mengingkari kebaikan suaminya .Jika kalian berbuat baik kepada salah seorang isteri kalian sepanjang hari, lalu ia mendapati padamu suatu kejelekan maka ia berkata : tak pernah aku dapatkan darimu kebaikan sama sekali“ (HR Bukhari)
Dalam sebuah hadits juga dikatakan:
“Siapapun perempuan yang meninggal dunia lalu sang suami meridhainya, maka dia masuk surga“ (HR at-Tirmidzi)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Bertakwalah kepada Allah. Ketahuilah bahwa dengan dicapainya keharmonisan maka akan tersebarlah semerbak kebahagiaan dan terciptalah suasana yang kondusif dalam hidup ini.
Selain itu tumbuh pula kehidupan di rumah yang mulia dengan dipenuhi cinta kasih dan saling pengertian antara sifat keibuan yang penuh kasih sayang dan kebapaan yang tegas, jauh dari cekcok, perselisihan dan saling menzalimi satu sama lain. Juga tak ada permusuhan dan saling menyakiti.
“Dan orang-orang yang berkata : ya Tuhan kami anugrahkanlah kepada kami istri- istri kami dan keturunan kami, sebagai penyenang hati kami. Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa“.[ QS al-Furqan/25:74 ]
Semoga Allah merahmati pria yang perilakunya terpuji, baik hati, pandai bergaul terhadap keluarga, lemah lembut, pengasih, penyayang, tekun, tidak berlebihan dan tidak lalai dengan kewajibannya.
Begitu pula semoga Allah merahmati wanita yang tidak mencari-cari kekeliruan, tidak cerewet, shalihah, taat dan memelihara dirinya ketika sang suami tidak ada, karena Allah SWT memeliharanya.
Bertakwalah, sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya dimudahkan urusannya.
Khutbah II
Khutbah 1
اَلْحَمْدُ للهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاه. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَانَبِيّ بعدَهُ. أَمَّا بَعْدُ
فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. وَقَالَ اِذَا
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Pada kesempatan mulia ini, mari kita senantiasa menguatkan tekad dan terus berupaya untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT dengan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dengan hal ini mudah-mudahan kita termasuk golongan mukminin dan muttaqin yang dikasihi oleh Allah SWT.
Keimanan, khususnya ketakwaan sendiri, merupakan pembeda antara orang biasa dengan orang yang dimuliakan oleh Allah swt, sebagaimana termaktub dalam dalam Al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 13 :
اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ
Artinya: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Sejarah membuktikan, peradaban Islam meletakkan keluarga sebagai fondasi bagi tegaknya peradaban. Ini setidaknya, begitu tergambar dari keteladanan yang dicontohkan Rasulullah SAW. Rasulullah adalah contoh sebaik-baik kepala keluarga yang benar-benar mempertahankan rumah tangga dan peduli terhadap anak dan istri.
Rasulullah SAW juga bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُ كُمْ لأَهْلِهِ وَ أَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِيْ
“Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada keluarganya. Dan aku adalah yang terbaik di antara kamu kepada keluargaku“ (HR At-Tirmidzi)
Ada banyak faktor yang menjadi penopang tegaknya keluarga islami, yang di dalamnya terjalin kuat hubungan suami istri serta jauh dari perselisihan dan perpecahan.
Pertama, iman dan taqwa kepada Allah Ta’ala. Faktor ini terpenting yaitu berpegang teguh kepada tali keimanan: iman kepada Allah dan Hari Akhir, takut kepada Dzat Yang memerhatikan segala yang tersembunyi serta senantiasa bertakwa dan bermuraqabah (merasa terawasi oleh Allah) lalu menjauh dari kezaliman dan kekeliruan di dalam mencari kebenaran.
Allah SWT berfirman:
ذَلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا . وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Demikianlah diberi pengajaran dengan itu, orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya“. [ QS At-Thalaq/65: 2-3 ]
Di antara yang menguatkan keimanan ini yaitu bersungguh-sungguh dan serius dalam ketaatan dan ibadah serta saling ingat-mengingatkan dalam masalah itu. Perhatikanlah sabda Rasulullah SAW:
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Semoga Allah merahmati suami yang bangun malam hari lalu shalat dan membangunkan istrinya lalu shalat pula. Apabila enggan maka dipercikkannya air di wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang istri yang bangun malam hari lalu shalat dan membangunkcan suaminya lalu shalat pula. Apabila enggan maka dipercikkannya air di wajahnya.” [Hadits Shahih riwayat Ahmad, Abu Daud (1308), An-Nasa’i (3/205), dan Ibnu Majah (1336). Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah (1148) dan Hakim serta disepakati oleh Adz-Dzahabi]
Hubungan suami istri bukanlah hubungan duniawi atau hubungan hawa nafsu hewani, namun berupa interaksi jiwa yang luhur. Jadi ketika hubungan ini sahih (benar) maka akan berlanjut hingga ke kehidupan akhirat setelah meninggal dunia kelak.
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَن صَلَحَ مِنْ ءَابَآئِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ
“Yaitu surga ‘Adn yang mereka itu masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri- istrinya dan anak cucunya “. [ QS Ar-Ra’du/13:23 ]
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Faktor kedua yang menjadi penopang tegaknya keluarga islami adalah senantiasa menjalin hubungan baik antara suami istri dengan baik.
Ini tidak akan tercipta kecuali dengan saling mengerti dan memahami hak dan kewajibannya masing-masing. Seorang suami, sebagai pemimpin keluarga, dituntut lebih bersabar ketimbang istrinya. Ini karena istri itu lemah secara fisik maupun pribadinya.
Rasulullah SAW bersabda:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Nasehatilah wanita dengan yang baik. Sesungguhnya mereka diciptakan dari rusuk dan bagian terbengkok dari rusuk adalah bagian atasnya. Seandainya kau luruskan maka berarti kamu mematahkannya. Dan seandainya kamu biarkan maka akan terus saja bengkok. Untuk itu nasihatilah wanita dengan yang baik“ (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah juga bersabda bersabda:
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Seorang mukmin (suami) tidaklak membenci dan marah kepada mukminah (istri) Apabila ia membencinya karena sesuatu dari pribadinya maka ia ridla darinya dengan hal-hal lainnya“ (HR Muslim)
Berprilakulah lemah lembut terhadap istri. Sebab jika ia sudah melihat sebagian yang dibencinya maka tidak tahu lagi di mana sumber-sumber kebahagiaan itu berada.
Allah Ta’ala berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Dan bergaullah bersama mereka dengan patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuata padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” [ QS An-Nisa/4: 19 ]
Interaksi yang baik dan sumber-sumber kebahagiaan itu tidaklah akan tercipta kecuali dengan kelembutan dan menjauhkan diri dari prasangka yang tak beralasan.
Dan kecemburuan terkadang berubah menjadi prasangka buruk yang menggiringnya untuk senantiasa menyalah tafsirkan omongan dan meragukan segala tingkah laku. Ini tentu saja akan membikin hidup terasa sempit dan hati gelisah dengan tanpa alasan yang jelas dan benar.
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنتُم مِّن وُجْدِكُمْ وَلاَتُضَآرُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ
“Tempatkanlah mereka – para istri- di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu. Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka… ” [ QS Ath-Thalaq/65:6]
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Kini bagaimana dengan istri? Ketahuilah bahwa kebahagiaan, cinta dan kasih sayang tidaklah akan sempurna kecuali istri mengetahui kewajibannya dan tidak melalaikannya.
Berbakti kepada suaminya sebagai pemimpin, pelindung, penjaga dan pemberi nafkah. Taat kepada suami, menjaga dirinya dan menjaga harta suami merupakan kewajiban seorang istri. Demikian juga menguasai tugas istri dan mengerjakannya serta memerhatikan diri dan rumahnya.
Inilah istri yang shalihah sekaligus ibu yang penuh kasih sayang, pemimpin di rumah suaminya dan bertanggungjawab atas yang dipimpinnya. Juga mengakui kecakapan suaminya dan tidak mengingkari kebaikan pelayanannya.
Nabi SAW telah mewanti-wanti jangan sampai melakukan pengingkaran ini. Sabda beliau:
أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ قِيلَ أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ قَالَ يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Diperlihatkan kepadaku neraka. Ternyata sebagian besar penghuninya adalah perempuan yang kufur (ingkar). Ditanyakan kepada beliau: Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Tidak, tapi mengingkari kebaikan suaminya .Jika kalian berbuat baik kepada salah seorang isteri kalian sepanjang hari, lalu ia mendapati padamu suatu kejelekan maka ia berkata : tak pernah aku dapatkan darimu kebaikan sama sekali“ (HR Bukhari)
Dalam sebuah hadits juga dikatakan:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتِ الْجَنَّةَ
“Siapapun perempuan yang meninggal dunia lalu sang suami meridhainya, maka dia masuk surga“ (HR at-Tirmidzi)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Bertakwalah kepada Allah. Ketahuilah bahwa dengan dicapainya keharmonisan maka akan tersebarlah semerbak kebahagiaan dan terciptalah suasana yang kondusif dalam hidup ini.
Selain itu tumbuh pula kehidupan di rumah yang mulia dengan dipenuhi cinta kasih dan saling pengertian antara sifat keibuan yang penuh kasih sayang dan kebapaan yang tegas, jauh dari cekcok, perselisihan dan saling menzalimi satu sama lain. Juga tak ada permusuhan dan saling menyakiti.
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang-orang yang berkata : ya Tuhan kami anugrahkanlah kepada kami istri- istri kami dan keturunan kami, sebagai penyenang hati kami. Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa“.[ QS al-Furqan/25:74 ]
Semoga Allah merahmati pria yang perilakunya terpuji, baik hati, pandai bergaul terhadap keluarga, lemah lembut, pengasih, penyayang, tekun, tidak berlebihan dan tidak lalai dengan kewajibannya.
Begitu pula semoga Allah merahmati wanita yang tidak mencari-cari kekeliruan, tidak cerewet, shalihah, taat dan memelihara dirinya ketika sang suami tidak ada, karena Allah SWT memeliharanya.
Bertakwalah, sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya dimudahkan urusannya.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ َأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم *
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ
فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ.
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
عِبَادَاللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
(mhy)