Ikrar Aqaba: Peristiwa di Musim Haji yang Menegangkan

Rabu, 03 Juni 2020 - 15:47 WIB
loading...
Ikrar Aqaba: Peristiwa di Musim Haji yang Menegangkan
Isi baiat adalah, muslim Yatsrib memberikan perlindungan dan jaminan keamanan terhadap Rasulullah dan pengikutnya dari musuh-musuhnya. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
Rasululullah Shalallahu Alaihi Wassalam (SAW) memutuskan hijrah ke Madinah , bukan ke tempat lain, dimulai dari sini. Yakni, setelah 75 orang Madinah mengikrarkan diri memeluk Islam dan akan saling menjaga. Ikrar mereka itu disebut Baiat Aqaba. Hanya saja, jauh sebelum itu, Madinah sejatinya adalah kota yang memiliki hubungan sejarah dengan leluhur Rasulullah.

Muhammad Husain Haekal dalam “Sejarah Hidup Muhammad” memaparkan apabila musim ziarah ( haji ) tiba, orang-orang dari segenap jazirah Arab datang ke Makkah . Rasululullah menemui kabilah-kabilah itu. Diajaknya mereka memahami kebenaran agama. Beliau memperkenalkan Al-Qur’an . Tidak peduli, apakah kabilah-kabilah tersebut mau menerima ajakannya atau tidak. Di antara mereka bahkan ada yang mengusir secara kasar.



Beberapa orang pandir dari Quraisy juga berusaha menghasut. Semua itu tidak mengubah ketenangan jiwa beliau. Rasulullah yakin sekali akan hari esok. Allah Maha Agung telah mengutusnya demi kebenaran. Sudah tentu Dialah Pembela dan Pendukung kebenaran itu. Tuhan juga Yang telah mewahyukan kepadanya, supaya dalam berdebat hendaknya dilakukan dengan cara yang sebaik-baiknya.



"Sehingga permusuhan antara engkau dengan dia itu sudah seperti persahabatan yang erat sekali. (Qur'an, 41: 34) Dan supaya bicara dengan mereka dengan lemah-lembut, kalau-kalau mereka mau sadar dan merasa gentar. Jadi, tabahkanlah hati menghadapi siksaan mereka. Tuhan bersama mereka yang tabah hati.

Hubungan Dekat
Selang berapa tahun kemudian, tampak tanda permulaan kemenangan datang dari arah Yastrib atau Madinah. Bagi Rasulullah, Madinah mempunyai arti hubungan bukan hubungan dagang, tetapi suatu hubungan yang dekat sekali. Di tempat itu ada sebuah kuburan, dan sebelum wafat, sekali setahun ibunya berziarah ke tempat itu. Sedang famili-familinya, dari pihak Banu Najjar, ialah keluarga kakeknya Abd'l-Muttalib dari pihak ibu. Kuburan itu ialah makam ayahnya, Abdullah bin Abd'l-Muttalib. Ke makam inilah Aminah sebagai isteri yang setia berziarah. ( )

Dulu Abd'l-Muttalib juga sebagai ayah yang kehilangan anak yang sedang muda belia dan tegap, pernah berziarah. Ketika berusia enam tahun, Nabi Muhammad juga pernah ke Yathrib menemani ibunya. Jadi bersama ibunya ia juga ziarah ke makam ayahnya itu. ( )

Kemudian mereka berdua kembali pulang. Aminah jatuh sakit di tengah perjalanan, sampai wafat. Lalu dikuburkan di Abwa' -pertengahan jalan antara Yathrib dengan Makkah.

Jadi tidak heranlah apabila tanda-tanda kemenangan bagi Rasulullah itu dimulai dari jurusan sebuah kota yang mempunyai hubungan sedemikian rupa. Ke arah ini jugalah dulu beliau menghadap, tatkala dalam sembahyang itu al-Masjid'l-Aqsha di Bait'l-Maqdis dijadikan kiblatnya, tempat sesepuhnya Musa dan Isa.

Tidak heran apabila nasib baik itu akan jatuh di Yastrib. Di tempat ini Rasulullah akan beroleh kemenangan, di tempat ini Islam akan beroleh kemenangan, di tempat ini pula Islam akan memperoleh sukses dan berkembang.



Nasib baik telah jatuh di Yathrib, suatu hal yang tidak terjadi pada kota yang lain. Waktu itu dua kabilah Aus dan Khazraj adalah penyembah berhala di Yasrib Mereka saling bertetangga dengan orang-orang Yahudi. Sering pula timbul kebencian antara mereka itu dan dari kebencian ini sampai timbul pula peperangan.

Sejarah memperlihatkan bahwa orang-orang Masehi di Syam, yang berada di bawah pengaruh Romawi Timur (Bizantium) sangat membenci orang-orang Yahudi, sebab mereka percaya bahwa mereka inilah yang telah menyiksa dan menyalib Isa al-Masih. Mereka menyerbu Yathrib guna memerangi orang-orang Yahudi.



Akan tetapi karena tidak berhasil mereka lalu membujuk dan meminta bantuan Aus dan Khazraj. Tidak sedikit jumlah orang-orang Yahudi itu kemudian yang mereka bunuh. Dengan demikian kedudukan orang-orang Yahudi sebagai yang dipertuan dijatuhkan, dan orang-orang Arab kabilah Aus dan Khazraj yang tadinya terbatas hanya sebagai kuli telah dinaikkan. Sesudah itu orang-orang Arab itu berusaha lagi akan menghantam orang-orang Yahudi supaya kekuasaan mereka atas kota yang makmur dan subur dengan pertanian dan air itu lebih besar lagi. Siasat mereka ini berhasil baik sekali.

Tetapi pihak Yahudi sendiri kemudian menyadari akan bencana yang menimpa diri mereka itu. Permusuhan dan kebencian pihak Yahudi Yathrib terhadap Aus dan Khazraj makin mendalam, Aus dan Khazraj pun demikian juga terhadap Yahudi.



Sekarang pengikut-pengikut Musa ini melihat, bahwa pertempuran yang dilawan dengan pertempuran berarti akan menghabiskan mereka sama sekali, apalagi kalau Aus dan Khazraj sampai bersahabat baik dengan orang-orang Arab, yang seagama dengan Ahli Kitab. Maka dalam siasat mereka, mereka menempuh suatu cara bukan mencari kemenangan dalam pertempuran, melainkan dengan menggunakan siasat memecah-belah. Mereka melakukan intrik di kalangan Aus dengan Khazraj, menyebarkan provokasi permusuhan dan kebencian di kalangan mereka, supaya masing-masing pihak selalu bersiap-siap akan saling bertempur.

Dengan demikian selamatlah propaganda mereka itu. Mereka sekarang dapat memperbesar perdagangan dan kekayaan mereka. Kekuasaan mereka yang sudah hilang dapat mereka rebut kembali, termasuk rumah-rumah dan harta tidak bergerak lainnya.

Di samping konflik karena berebut kedaulatan dan kekuasaan dalam hidup bertetangga Yahudi-Arab Yathrib itu, masih ada pengaruh lain yang lebih dalam pada pihak Aus dan Khazraj melebihi penduduk jazirah Arab yang manapun juga - yaitu dalam arti pengaruh rohani.

Lihat juga: Tutup Dua Bulan, Masjid Nabawi Kembali Dibuka untuk Umum

Orang-orang Yahudi sebagai Ahli Kitab dan penganjur monotheisma sangat mencela tetangga-tetangga mereka yang terdiri dari kaum pagan dengan penyembah berhala sebagai pendekatan kepada Tuhan.

Mereka diperingatkan bahwa kelak akan ada seorang nabi yang akan menghabiskan mereka dan mendukung Yahudi. Tetapi propaganda ini tidak sampai membuat orang-orang Arab itu mau menganut agama Yahudi. Soalnya karena dua sebab: pertama karena selalu ada perang antara kaum Nasrani dan kaum Yahudi, yang lalu membuat Yahudi Yathrib hanya hidup cari selamat, yang berarti akan menjamin lancarnya perdagangan mereka.

Kedua, orang-orang Yahudi beranggapan, bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan, dan mereka tidak mau ada bangsa lain memegang kedudukan ini. Di samping itu mereka memang tidak pernah mengajak orang lain menganut agamanya dan merekapun tidak pula keluar dari lingkungan Keluarga Israil.



Atas dasar ke dua sebab tersebut, hubungan tetangga dan hubungan dagang antara Yahudi dengan Arab -Aus dan Khazraj - membuat lebih banyak mengetahui cerita-cerita kerohanian dan masalah-masalah agama lainnya di banding dengan golongan Arab yang lain. Ini menunjukkan bahwa tak ada suatu golongan dari kalangan Arab yang dapat menerima ajakan Nabi Muhammad dalam arti spiritual seperti yang dilakukan oleh penduduk Yathrib itu.

Suwaid bin'sh-Shamit adalah seorang bangsawan terkemuka di Yasrib. Karena ketabahannya, pengetahuannya, kebangsawanan dan keturunannya, masyarakatnya sendiri menamakannya al-Ramil (yang sempurna). Pada waktu membicarakan ini Suwaid sedang berada di Makkah berziarah. Nabi Muhammad lalu menemuinya dan diajaknya ia mengenal Tuhan dan menganut Islam.

"Barangkali yang ada padamu itu sama dengan yang ada padaku," kata Suwaid.

"Apa yang ada padamu?" tanya Rasulullah.

"Kata-kata mutiara oleh Luqman," jawabnya.

Lalu Nabi Muhammad minta supaya hal itu dikemukakan. "Memang itu kata-kata yang baik," ujar Rasulullah setelah oleh Suwaid dikemukakan. "Tapi yang ada padaku lebih utama tentunya, yaitu Qur'an sebagai bimbingan dan cahaya."

Lalu dibacakannya ayat-ayat Qur'an itu kepadanya disertai ajakan agar ia sudi menerima Islam. Gembira sekali Suwaid mendengar ini. "Memang baik sekali ini," katanya. Lalu ia pergi hendak memikirkan hal tersebut. Ada sementara orang yang berkata ketika ia dibunuh oleh Khazraj, bahwa ia mati sebagai Muslim.

Peristiwa Suwaid bin Shamit ini bukan contoh satu-satunya yang menunjukkan adanya pengaruh Yahudi dan Arab di Yathrib yang bertetangga itu, dari segi rohani.



Baiat Pertama
Keadaan Aus dan Khazraj yang begitu bermusuhan sebagai akibat provokasi pihak Yahudi, satu sama lain mencari sekutu di kalangan kabilah-kabilah Arab untuk memerangi lawannya. Dalam hal ini kedatangan Abu'l Haisar Ans bin Rafi' ke Makkah disertai pemuda-pemuda dari Banu Abd'l-Asyhal - termasuk Iyas bin Mu'adh - adalah dalam rangka mencari persekutuan dengan pihak Quraisy dan golongannya sendiri dari pihak Khazraj. Nabi Muhammad mengetahui hal ini. Ditemuinya mereka itu, dan diperkenalkannya Islam kepada mereka. Lalu dibacanya ayat-ayat Qur'an kepada mereka.

Pada waktu itu, Iyas bin Mu'adh sebagai pemuda remaja mengatakan: "Kawan-kawan, ini adalah lebih baik daripada apa yang ada pada kita semua."

Mereka kemudian kembali pulang ke Yastrib. Tak ada yang masuk Islam di antara mereka itu, selain Iyas. Mereka semua sedang sibuk mencari sekutu sebagai suatu persiapan karena adanya insiden Bu'ath yang telah melibatkan Aus dan Khazraj ke dalam api perang saudara itu, tidak lama sesudah Abu'l Haisar dan rombongannya kembali dari Makkah.

Akan tetapi kata-kata Nabi Muhammad SAW telah meninggalkan bekas yang dalam ke dalam jiwa mereka setelah terjadinya insiden itu, yang lalu membuat Aus dan Khazraj menantikan Muhammad sebagai Nabi, sebagai Rasul, sebagai wakil dan pemuka mereka.

Memang, terjadinya insiden Bu'ath itu tidak lama sesudah Abu'l-Haisar kembali ke Yastrib. Pada waktu itulah pertempuran sengit antara Aus dan Khazraj terjadi, yang membawa akibat timbulnya permusuhan yang berakar dalam sekali. Setiap golongan lalu bertanya-tanya kalau-kalau mereka itu yang menang: akan tetapkah mereka dengan kawan-kawan mereka itu, ataukah akan dikikis habis. Abu Usaid Hudzair sebagai pemuka Aus, sangat dendam sekali kepada Khazraj.

Musim haji berikutnya, sebagian peziarah dari Yatsrib mencari Rasulullah. Bertemulah di bukit Aqabah, tidak jauh dari Makkah. Mereka terdiri enam orang. ”Kami orang-orang Khazraj dari Yatsrib,” kata mereka mengenalkan diri.

”Apakah kalian tetangga orang Yahudi?” tanya Rasul.

”Ya,” jawab mereka.

Menurut Haekal, di tempat ini Rasulullah menemui mereka dan menanyakan keadaan mereka, yang kemudian diketahuinya, bahwa mereka adalah kawan-kawan orang-orang Yahudi. Ketika itu orang-orang Yahudi di Yathrib mengatakan apabila mereka saling berselisih.

"Sekarang akan ada seorang nabi utusan Tuhan yang sudah dekat waktunya. Kami akan jadi pengikutnya dan kami dengan dia akan memerangi kamu seperti dalam perang 'Ad dan Iram."

Setelah Nabi bicara dengan mereka dan diajaknya mereka bertauhid kepada Allah, satu sama lain mereka saling berpandang-pandangan. "Sungguh inilah Nabi yang pernah dijanjikan orang-orang Yahudi kepada kita," kata mereka. "Jangan sampai mereka mendahului kita."

Seruan Rasulullah mereka sambut dengan baik dan menyatakan diri mereka masuk Islam. Lalu kata mereka: "Kami telah meninggalkan golongan kami - yakni Aus dan Khazraj- dan tidak ada lagi golongan yang saling bermusuhan dan saling mengancam. Mudah-mudahan Tuhan mempersatukan mereka dengan tuan. Bila mereka itu sudah dapat dipertemukan dengan tuan, maka tak adalah orang yang lebih mulia dari tuan."

Orang-orang itu lalu kembali ke Madinah. Dua orang di antara mereka itu dari Banu'n-Najjar, keluarga Abd'l-Muttalib dari pihak ibu - kakek Muhammad yang telah mengasuhnya sejak kecil. Kepada masyarakatnya itu mereka menyatakan sudah menganut Islam. Ternyata merekapun menyambut pula dengan senang hati agama ini, yang berarti akan membuat mereka menjadi golongan monotheis seperti orang-orang Yahudi. Bahkan membuat lebih baik dari mereka. Dengan demikian tiada suatu keluargapun, baik Aus atau Khazraj, yang tidak menyebut nama Nabi Muhammad SAW.

Musim haji tahun berikutnya, yakni pada 621 M atau pada tahun kedua belas kenabian, ada dua belas orang Khazraj dan Aus pergi ke Makkah. Di antara dua belas orang itu, lima orang pernah bertemu nabi. Lima orang ini adalah As’ad bin Zurarah, Auf bin Al Harts, Rafi’ bin Malik bin Ajlan, Quthbah bin Amir bin Hadidah, dan Uqbah bin Amir bin Nabi.

Pertemuan terjadi di bukit Aqabah lagi secara rahasia. Setelah mendengar ajaran Islam, mereka menerimanya dengan berbaiat kepada Nabi Muhammad. Inilah baiat Aqabah pertama. Isinya tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh bayi, tidak mendatangkan kebohongan, dan tidak bermaksiat.

Sewaktu mereka pulang, Rasulullah memerintahkan sahabat Mush’ab bin Umair ikut mereka untuk mengajarkan Al-Quran dan menjadi imam salat. Mush’ab bin Umair tinggal di rumah As’ad bin Zurarah. (Baca juga: Duta Islam Pertama dan Bapak Tauhid, Sukses Membuka Jalan Hijrah Nabi )

Misi Sukses Mush’ab
Masalahnya, orang-orang suku Khazraj dan Aus masih menyimpan permusuhan dan persaingan. Orang Khazraj kalau salat tidak mau bermakmum kepada orang Aus dan sebaliknya. Kehadiran Mush’ab bin Umair menjadi penengah dan juru damai di antara dua suku itu. Dialah yang menjadi imam.

Tapi kedatangan Mush’ab bin Umair juga memunculkan masalah politik. Pemimpin suku Khazraj, Sa’ad bin Muadz dan Usaid bin Hudhair, tidak senang karena mengusik Mush’ab wilayah kepemimpinannya. Karena itu keduanya ingin mengusir Mush’ab.

Saat bertemu dua pemimpin itu, Mush’ab menjelaskan ajaran Islam dan membacakan ayat al-Quran. Ternyata dua orang ini langsung tertarik menerima ayat itu dan bersyahadat. Setelah itu pergi menemui kaumnya, Bani Abdul Asyhal, mengumumkan keislamannya.

Kaumnya tersentak kaget mendengar perkataan Sa’ad bin Muadz. Tapi menyadari pemimpinnya masuk Islam, maka semua anggotanya mengikutinya hingga hanya dalam sehari semua kaumnya bersyahadat di depan Mush’ab.

Menjelang bulan-bulan suci akan tiba, Mush’ab datang lagi ke Makkah dan kepada Rasulullah diceritakannya keadaan Muslimin di Yathrib itu; tentang ketahanan dan kekuatan mereka, dan bahwa pada musim haji tahun ini mereka akan datang lagi ke Makkah dalam jumlah yang lebih besar dengan iman kepada Tuhan yang sudah lebih kuat.

Berita-berita yang disampaikan oleh Mush'ab ini membuat Nabi Muhammad berpikir lebih lama lagi. Pengikut-pengikutnya di Yathrib kini makin sehari makin berkuasa dan bertambah kuat juga. Dari orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik mereka tidak mendapat gangguan seperti yang dialami oleh kawan-kawannya di Makkah karena gangguan Quraisy.



Di samping itu Yathrib lebih makmur daripada Makkah - ada pertanian, ada kebun kurma, ada anggur. Bukankah lebih baik sekali apabila Muslimin Makkah itu hijrah saja ke tempat saudara-saudara mereka di sana, yang akan terasa lebih aman? Mereka akan bebas dari Quraisy yang selalu memfitnah agama mereka.

Selama Nabi Muhammad berpikir-pikir itu teringat olehnya akan orang-orang dari Yastrib, mereka yang mula-mula masuk Islam itu, dan yang menceritakan adanya permusuhan antara golongan Aus dan Khazraj. Apabila dengan perantaraannya mereka itu sudah dapat dipersatukan Tuhan, maka tak ada orang yang lebih mulia dari Muhammad. Sekarang mereka sudah dipertemukan Allah bersama dia, bukankah lebih baik apabila dia juga hijrah? Ia tidak ingin membalas kejahatan Quraisy itu.

Tahun berikutnya, yakni tahun 622 M, Mush’ab bin Umair pulang ke Makkah diiringi jemaah haji dari Yathrib terdiri dari tujuhpuluh lima orang, tujuhpuluh tiga pria dan dua wanita.

Mengetahui kedatangan mereka ini, menurut Haekal, terpikir oleh Rasulullah akan mengadakan suatu ikrar lagi, tidak terbatas hanya pada seruan kepada Islam seperti selama ini, yang selama tigabelas tahun ini terus-menerus dilakukannya, dengan lemah-lembut, dengan segala kesabaran menanggung pelbagai macam pengorbanan dan kesakitan - melainkan kini lebih jauh lagi dari itu.

Ikrar itu hendaknya menjadi suatu pakta persekutuan, yang dengan demikian kaum Muslimin dapat mempertahankan diri: pukulan dibalas dengan pukulan, serangan dengan serangan. Rasulullah lalu mengadakan pertemuan rahasia dengan pemimpin-pemimpin mereka.

Ketika waktu yang dijanjikan tiba, di ujung malam sekelompok muslim Yatsrib keluar dari tendanya diam-diam. Berjalan mengendap-endap menuju bukit Aqabah sehingga berkumpul 73 laki-laki dan dua perempuan.

Dengan hati berdebar-debar mereka menunggu kedatangan Rasulullah di malam gelap itu. Tak lama kemudian Rasulullah muncul ditemani pamannya, Abbas bin Abdul Muththalib, pemimpin Bani Hasyim setelah kematian Abu Thalib.



Rasulullah duduk dan orang muslim Yatsrib mengelilinginya. Abbas bin Abdul Muththalib yang pertama membuka kata. ”Hai orang-orang Khazraj, sesungguhnya Muhammad adalah bagian dari kami. Kami telah melindunginya dari kaum kami, dari orang-orang yang pendiriannya seperti saya. Dia berada dalam perlindungan dari kaumnya dan jaminan keamanan di negerinya. Tapi dia lebih suka bergabung dengan kalian dan menyatu dengan kalian.”

”Bila kalian yakin mampu memenuhi apa yang dia serukan kepada kalian dan bisa melindunginya dari orang-orang yang menentangnya, kalian berhak melakukannya dan menanggungnya. Tapi jika kalian menyerahkan kepada musuhnya dan menelantarkannya setelah dia bergabung kepada kalian maka sejak sekarang biarkan dia, karena dia sudah berada dalam perlindungan dan jaminan keamanan dari kaumnya.”

Orang-orang Yatsrib berkata,”Kami telah mendengar apa yang kamu sampaikan. Silakan bicara, ya Rasulullah. Ambillah untuk dirimu dan untuk Tuhanmu apa saja yang engkau sukai.”

Rasulullah diam sejenak. Lalu membaca ayat al-Quran. Setelah itu berpesan agar muslim Yatsrib terus berpegang kepada agama Allah. Sambil menatap tajam satu persatu orang-orang di sekelilingnya, Rasulullah berkata,”Aku membaiat kalian agar kalian melindungiku sebagaimana kalian melindungi anak istri kalian.”

Spontan Barra bin Ma’rur, salah satu tetua orang Yatsrib, mendekati Rasulullah dan langsung memegang tangannya dengan tegas berkata,”Ya. Demi zat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, kami pasti melindungimu seperti kami melindungi anak istri kami. Baiatlah kami ya Rasulullah. Demi Allah, kami ahli perang dan ahli senjata. Itu kami wariskan dari satu generasi kepada generasi lainnya.”



Kemudian Abu Al Haitsam bin At Tayyahan langsung menukas. ”Wahai Rasulullah, sebenarnya kami mempunyai hubungan perjanjian dengan orang-orang Yahudi dan kami akan memutuskannya. Jika kami telah melakukannya kemudian Allah memenangkanmu, apakah engkau akan kembali kepada kaummu dan meninggalkan kami?”

Rasulullah tersenyum lantas berkata meyakinkan, ”Tidak. Darah kalian adalah darahku. Kehormatan kalian adalah kehormatanku. Aku bagian dari kalian dan kalian bagian dari diriku. Aku memerangi siapa saja yang kalian perangi dan berdamai dengan orang-orang yang kalian berdamai dengannya.”

Baiat Kedua
Kemudian Rasulullah meminta orang-orang Yatsrib itu dibagi menjadi dua belas kelompok. Masing-masing dipimpin oleh seorang naqib atau pimpinan. Jumlah orang yang terpilih sebagai naqib adalah sembilan orang dari suku Khazraj dan tiga dari Aus.

Kepada para naqib, Rasulullah berkata,”Kalian bertanggung jawab atas apa saja yang terjadi di atas kaum kalian seperti halnya pertanggungjawaban Hawariyun kepada Isa bin Maryam dan aku bertanggung jawab atas kaumku.”

”Ya,” jawab mereka serempak.

Setelah itu Abbas bin Ubadah bin Nadhlah, salah satu orang Yatsrib, ganti berkata lantang,”Hai orang-orang Khazraj, tahukah kalian untuk apa kalian membaiat orang ini?”

”Ya, kami tahu,” jawab teman-temannya.



Abbas bin Ubadah melanjutkan,”Sesungguhnya kalian membaiat orang ini untuk memerangi orang-orang berkulit merah dan berkulit hitam. Kalau harta kalian yang habis itu kalian anggap sebagai musibah dan meninggalnya pemimpin-pemimpin kalian itu kalian anggap sebagai pembunuhan maka menyerahlah kalian sejak sekarang. Demi Allah, jika kalian melakukan hal yang demikian, itulah kehinaan di dunia dan akhirat.”

Tanpa ragu, orang-orang Yatsrib berkata, ”Kami mengambilnya meskipun ini mengurangi harta kami dan menewaskan orang-orang terhormat kami. Kalau kami melakukan hal tersebut, kami mendapatkan apa ya Rasulullah?”

Rasulullah menjawab dengan mantap, ”Surga.”

Mereka langsung menukas, ”Ulurkan tanganmu.”

Rasulullah kemudian mengulurkan tangannya langsung disambut oleh tangan semua yang hadir. Maka baiat Aqabah kedua terjadi. Isi baiat adalah, muslim Yatsrib memberikan perlindungan dan jaminan keamanan terhadap Rasulullah dan pengikutnya dari musuh-musuhnya.

"Kami berikrar mendengar dan setia di waktu suka dan duka, di waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan kami tidak takut kritik siapapun atas jalan Allah ini."

Selesai ikrar itu, Nabi berkata kepada mereka: "Pilihkan dua belas orang pemimpin dari kalangan tuan-tuan yang akan menjadi penanggung-jawab masyarakatnya."

Mereka lalu memilih sembilan orang dari Khazraj dan tiga orang dari Aus. Kemudian kepada pemimpin-pemimpin itu Nabi berkata: "Tuan-tuan adalah penanggung jawab masyarakat tuan-tuan seperti pertanggung-jawaban pengikut-pengikut Isa bin Mariam. Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertanggungjawab"



Peristiwa ini selesai pada tengah malam di celah gunung 'Aqaba, jauh dari masyarakat ramai, atas dasar kepercayaan, bahwa hanya Allah Yang mengetahui keadaan mereka. Akan tetapi, begitu peristiwa itu selesai, tiba-tiba mereka mendengar ada suara berteriak yang ditujukan kepada Quraisy: "Muhammad dan orang-orang yang pindah kepercayaan itu sudah berkumpul akan memerangi kamu!"

Suara itu datangnya dari seseorang yang keluar untuk urusannya sendiri. Mengetahui keadaan mereka itu sedikit dengan melalui pendengarannya yang selintas, ia lalu bermaksud hendak mengacaukan rencana itu dan mau menanamkan kegelisahan dalam hati mereka, bahwa rencana mereka malam itu diketahui. Akan tetapi pihak Khazraj dan Aus tetap pada janji mereka. Bahkan 'Abbas bin 'Ubada - setelah mendengar suara simata-mata itu - berkata kepada Rasulullah:

"Demi Allah Yang telah mengutus tuan atas dasar kebenaran, kalau sekiranya tuan sudi, penduduk Mina itu besok akan kami habisi dengan pedang kami."

Ketika itu Rasulullah menjawab: "Kami tidak diperintahkan untuk itu. Kembalilah ke kemah tuan-tuan."

Bocor ke Kaum Quraisy
Merekapun kembali ke tempat mereka bermalam, lalu tidur. Keesokan harinya pagi-pagi baru mereka bangun. Akan tetapi pagi itu juga Quraisy sudah mengetahui berita adanya ikrar itu. Mereka terkejut sekali. Pagi itu pemuka-pemuka Quraisy mendatangi Khazraj di tempatnya masing-masing.



Mereka menyesalkan Khazraj dan mengatakan, bahwa mereka tidak ingin berperang dengan Khazraj. Tetapi kenapa mau bersekutu dengan Muhammad memerangi mereka. Ketika itu juga orang-orang musyrik dari kalangan Khazraj bersumpah-sumpah bahwa hal semacam itu tidak ada sama sekali. Sedangkan Muslimin malah diam saja setelah dilihatnya Quraisy lagaknya akan mempercayai keterangan orang-orang yang seagama dengan mereka itu.

Orang-orang Quraisy kembali tanpa dapat mengiakan atau meniadakan berita tersebut. Tetapi mereka terus menyelidiki, kalau-kalau dapat mengungkapkan keadaan yang sebenarnya. Sementara itu orang-orang Yastrib sudah mengangkat perbekalan mereka dan kembali menuju negeri mereka sebelum pihak Quraisy mengetahui benar apa yang mereka lakukan itu.

Setelah kemudian Quraisy mengetahui, bahwa berita itu memang benar, mereka berangkat mencari orang-orang Yastrib itu. Tetapi sudah tak ada lagi yang akan dapat mereka jumpai selain Sa'd bin 'Ubada, yang lalu diambil dan dibawanya ke Makkah. Ia disiksa. Tetapi kemudian Jubair bin Mut'im bin 'Adi dan al-Harith bin Umayya datang menolongnya. Dulu orang ini pernah menolong mereka ketika mereka dalam perjalanan perdagangan ke Syam lewat Yastrib. ( )
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2144 seconds (0.1#10.140)