Abu Nawas Ternyata Perenang yang Tangguh, Baginda Berdecak Kagum
loading...
A
A
A
Abu Nawas adalah pujangga Arab dan merupakan salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Penyair ulung sekaligus tokoh sufi ini mempunyai nama lengkap Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakami dan hidup pada zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad (806-814 M). (
)
Alkisah, pada suatu yang yang cerah Raja Harun Al Rasyid memanggil Abu Nawas. "Hari ini saya punya misi lain untukmu, Abu Nawas," titah Raja dengan wajah serius.
"Apa yang harus saya kerjakan, Yang Mulia?" tanya Abu Nawas penuh tanda tanya.
"Kau tahu bahwa kita punya teluk yang luas, bukan?" tanya Raja kemudian. "Menyedihkan sekali tak seorang pun pernah menyeberang teluk. Saya bertanya-tanya, apakah mungkin seorang manusia berenang ke seberang teluk?" lanjut Baginda Raja.
Abu Nawas masih khusyuk mendengar titah selanjutnya, ketika Baginda berujar, "Abu, saya butuh kau menjawab keingintahuanku. Saya mau kau mengambil misi ini sebagai tugas terhormat!" titah Raja akhirnya.
"Tuan, saya bukan seorang perenang yang baik," kilah Abu Nawas dengan wajah pucat.
"Saya tahu," ucap Baginda mendesak. "Tapi setiap orang mengetahui kalau kau adalah pria terpintar di negeri ini. Kau harus dapat mengerjakan tugas ini," kata Raja dengan nada memaksa.
Abu Nawas tidak bisa berkutik. Dia tergagap. Kemudian dengan sangat terpaksa dia berujar, "Ya, saya akan mengerjakannya, Yang Mulia."
Pertemuan selesai. Abu Nawas menggerutu begitu meninggalkan istana. Kepalanya tiba-tiba menjadi berat. Susah diajak berpikir. Asam lambungnya juga naik, tanda stres sedang hinggap.
Selanjutnya si cerdik ini berjalan gontai ke pantai. Ia memandangi teluk yang luas itu. Beberapa kali ia menarik nafas dalam-dalam. Pikirannya masih kalut, ketika ia akhirnya duduk di bawah sebuah pohon palem. Dia mencoba mencari ide menyiasati misi yang mustahil itu.
Pada waktu itu ia melihat pakaian anak-anak tergeletak di atas bebatuan di sampingnya. "Di mana anak itu? mereka pasti berenang di pantai," gumam Abu Nawas. Seketika itu juga, kepala Abu Nawas tiba-tiba enteng. Asam lambungnya normal-normal saja. Cuma hanya kepingin makan yang enak-enak. Senyumnya pun terkembang. Nampaknya ia telah menemukan ide cemerlang.
Abu Nawas lalu pulang dan bangun pagi-pagi sekali pada hari berikutnya. Dia segera pergi ke pantai. Sambil tersenyum, Abu Nawas melepaskan pakaian dan cincinnya lalu meletakkannya di pasir. Ia juga melepaskan sepatunya dan meletakkannya di samping pakaiannya. Setelah itu, Abu Nawas kembali lagi ke rumah.
Satu jam kemudian raja dan para menterinya datang ke pantai. Mereka terkaget-kaget ketika mengetahui ada pakaian Abu Nawas yang teronggok di atas pasir. Mereka pun berspekulasi, Abu Nawas sedang berenang mengarungi laut untuk mencapai teluk. "Luar biasa, ini orang," gumam Baginda geleng-geleng kepala.
Tapi sebagian dari mereka meragukan kalau Abu Nawas yang punya kemampuan berenang pas-pasan berani mengarungi laut. Untuk membuktikan rasa penasaran, mereka semua akhirnya sepakat untuk mendatangi rumah Abu Nawas.
Alkisah, pada suatu yang yang cerah Raja Harun Al Rasyid memanggil Abu Nawas. "Hari ini saya punya misi lain untukmu, Abu Nawas," titah Raja dengan wajah serius.
"Apa yang harus saya kerjakan, Yang Mulia?" tanya Abu Nawas penuh tanda tanya.
"Kau tahu bahwa kita punya teluk yang luas, bukan?" tanya Raja kemudian. "Menyedihkan sekali tak seorang pun pernah menyeberang teluk. Saya bertanya-tanya, apakah mungkin seorang manusia berenang ke seberang teluk?" lanjut Baginda Raja.
Abu Nawas masih khusyuk mendengar titah selanjutnya, ketika Baginda berujar, "Abu, saya butuh kau menjawab keingintahuanku. Saya mau kau mengambil misi ini sebagai tugas terhormat!" titah Raja akhirnya.
"Tuan, saya bukan seorang perenang yang baik," kilah Abu Nawas dengan wajah pucat.
"Saya tahu," ucap Baginda mendesak. "Tapi setiap orang mengetahui kalau kau adalah pria terpintar di negeri ini. Kau harus dapat mengerjakan tugas ini," kata Raja dengan nada memaksa.
Abu Nawas tidak bisa berkutik. Dia tergagap. Kemudian dengan sangat terpaksa dia berujar, "Ya, saya akan mengerjakannya, Yang Mulia."
Pertemuan selesai. Abu Nawas menggerutu begitu meninggalkan istana. Kepalanya tiba-tiba menjadi berat. Susah diajak berpikir. Asam lambungnya juga naik, tanda stres sedang hinggap.
Selanjutnya si cerdik ini berjalan gontai ke pantai. Ia memandangi teluk yang luas itu. Beberapa kali ia menarik nafas dalam-dalam. Pikirannya masih kalut, ketika ia akhirnya duduk di bawah sebuah pohon palem. Dia mencoba mencari ide menyiasati misi yang mustahil itu.
Pada waktu itu ia melihat pakaian anak-anak tergeletak di atas bebatuan di sampingnya. "Di mana anak itu? mereka pasti berenang di pantai," gumam Abu Nawas. Seketika itu juga, kepala Abu Nawas tiba-tiba enteng. Asam lambungnya normal-normal saja. Cuma hanya kepingin makan yang enak-enak. Senyumnya pun terkembang. Nampaknya ia telah menemukan ide cemerlang.
Abu Nawas lalu pulang dan bangun pagi-pagi sekali pada hari berikutnya. Dia segera pergi ke pantai. Sambil tersenyum, Abu Nawas melepaskan pakaian dan cincinnya lalu meletakkannya di pasir. Ia juga melepaskan sepatunya dan meletakkannya di samping pakaiannya. Setelah itu, Abu Nawas kembali lagi ke rumah.
Satu jam kemudian raja dan para menterinya datang ke pantai. Mereka terkaget-kaget ketika mengetahui ada pakaian Abu Nawas yang teronggok di atas pasir. Mereka pun berspekulasi, Abu Nawas sedang berenang mengarungi laut untuk mencapai teluk. "Luar biasa, ini orang," gumam Baginda geleng-geleng kepala.
Tapi sebagian dari mereka meragukan kalau Abu Nawas yang punya kemampuan berenang pas-pasan berani mengarungi laut. Untuk membuktikan rasa penasaran, mereka semua akhirnya sepakat untuk mendatangi rumah Abu Nawas.