Surat Yasin Ayat 5-6: Nabi Muhammad SAW Akhiri Masa Fatrah

Jum'at, 05 November 2021 - 15:42 WIB
loading...
Surat Yasin Ayat 5-6: Nabi Muhammad SAW Akhiri Masa Fatrah
Surat Yasin ayat 5-6 menegaskan bahwa diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai pemberi peringatan.
A A A
Surat Yasin ayat 5-6 menegaskan bahwa diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai pemberi peringatan. Rasulullah SAW ditugaskan kepada kaum yang nenek moyang mereka belum pernah diberi peringatan.

Dengan demikian diutuskan Nabi Muhammad SAW menandai berakhirnya masa fatrah. Masa fatrah adalah masa di mana tidak ada (kosong) kehadiran nabi.



Allah SWT berfirman:

تَنْزِيلَ الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ
لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أُنْذِرَ آبَاؤُهُمْ فَهُمْ غَافِلُونَ

(sebagai wahyu) yang diturunkan oleh (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Penyayang, agar engkau memberi peringatan kepada suatu kaum yang nenek moyangnya belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai. (QS Yasin : 5-6)

Tafsir Kata Tanzil
Laman Tafsiralquran menjelaskan kata tanzil adalah masdar dari nazzala-yunazzilu yang artinya menurunkan.

Lalu apa maksud dari diturunkan pada ayat ini? Setidaknya ada tiga aspek makna yang bisa digunakan.

Pertama, menurut al-Shabuni, Quraish Shihab , dan mayoritas ulama tafsir, memahami bahwa yang diturunkan adalah Al-Quran, ini merujuk kepada ayat ke-2 surat Yasin . Pada ayat sebelumnya itu Allah menegaskan kedudukan Al-Qur'an sebagai kitab suci yang diturunkan kepada nabi yang ummi, yakni Nabi Muhammad SAW dan Al-Qur'an bukanlah karangan manusia.

Penegasan semacam ini juga bisa dilihat dalam@ ayat-ayat lain, di antaranya dalam QS As-Syu’ara aya 192 , As-Sajdah ayat 2 , Az-Zumar ayat 1 , dan Al-Ghafir ayat 2 . Bahkan Allah menantang mereka yang meragukan dan beranggapan bahwa Al-Qur'an adalah karangan manusia agar membuat Al-Qur'an semisalnya. Allah berfirman:

وَاِنْ كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا فَأْتُوْا بِسُوْرَةٍ مِّنْ مِّثْلِهٖ ۖ وَادْعُوْا شُهَدَاۤءَكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ

Dan jika kamu meragukan (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. ( QS Al-Baqarah [2]: 23 )



Kedua, kata tanzil dimaknai dengan irsal, yakni diutusnya Nabi Muhammad SAW merujuk pada ayat ke-3 dalam surah ini. Di antara mufassir yang berpendapat demikian di antaranya adalah at-Thabari dan al-Qurthubi.

Sedangkan makna yang ketiga, adalah semua aspek dalam agama Islam itu sendiri. Merujuk pada kata shirath al-Mustaqim pada ayat 4, adapun mufassir yang berpendapat demikian adalah Ibnu Katsir dan al-Maraghi.

Menurut Ibnu Katsir , kata ini menunjukkan segala aspek dari agama Islam yang mana hal itu diturunkan oleh Allah kepada hambanya.

Ibnu Katsir menukil ayat Al-Qur'an untuk menguatkan gagasannya tersebut. Yakni QS Asy-Syura ayat 52-53 yang menerangkan tentang diutusnya Muhammad SAW untuk membimbing manusia kepada jalan yang lurus, yakni jalan yang telah disyariatkan oleh Allah.

Di akhir ayat ini, Allah menggunakan kata al-‘Aziz dan ar-Rahim. Beberapa muafssir memahami bahwa al-‘Aziz menunjukkan kekuasaan Allah yang menurunkan Al-Qur'an, dan mengutus Muhammad SAW, sedangkan ar-Rahim adalah sifat penyayang Allah kepada ciptaan-Nya, termasuk kepada mereka yang bertaubat dan meminta ampunan dari-Nya.

Masa Fatrah
Sedangkan pada ayat ke-6, Wahbah Zuhaili menerangkan bahwa tujuan diturunkannya Al-Quran dan diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah untuk litunzira Qaumam ma unzira Abaauhum yakni memberi peringatan kepada bangsa Arab yang belum pernah ditemui (pemberi peringatan) sebelumnya kepada nenek moyang mereka (pada zaman fatrah).



Masa fatrah adalah masa di mana tidak ada (kosong) kehadiran nabi, sehingga beberapa ulama seperti Syaikh Nawawi al-Bantani, Syaikh Ibrahim al-Baijuri berpendapat bahwa pada masa ini ahli fatrah jikapun mereka berpindah keyakinan atau melakukan kemusyrikan, maka mereka terbebas dari siksa api neraka.

Kaitannya dengan masyarakat Arab dalam ayat ini adalah bahwa kondisi mereka berbeda dengan masa nenek moyang mereka (di zaman fatrah) yang sama sekali tidak ada rasul yang diutus.

Sedangkan pada era mereka, Allah telah mengutus seorang rasul sebagai pembawa risalah untuk menunjukkan ajaran yang lurus dan benar, yakni Nabi Muhammad SAW.

Ash-Shobuni menyebutkan bahwa alasan diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai pemberi peringatan kepada masyarakat Arab adalah fahu ghafiulun karena mereka telah lalai (menolak) dari iman, petunjuk, syari’at, lalai dalam menjalankan hukum-hukum yang telah ditetapkan (disampaikan) kepada mereka, terjebak dalam kegelapan dunia, serta menyembah berhala-berhala yang mereka anggap sebagai tuhan.

Pada ayat lain Allah juga menegaskan peran Nabi Muhammad sebagai pemberi peringatan, di antaranya QS As-Sajdah ayat 3. Allah SWT berfirman:

اَمْ يَقُوْلُوْنَ افْتَرٰىهُ ۚ بَلْ هُوَ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكَ لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَّآ اَتٰىهُمْ مِّنْ نَّذِيْرٍ مِّنْ قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُوْنَ

Tetapi mengapa mereka (orang kafir) mengatakan, “Dia (Muhammad) telah mengada-adakannya.” Tidak, Al-Qur’an itu kebenaran (yang datang) dari Tuhanmu, agar engkau memberi peringatan kepada kaum yang belum pernah didatangi orang yang memberi peringatan sebelum engkau; agar mereka mendapat petunjuk. ( QS As-Sajdah [32]: 3 )

Terakhir, mengutip dari pendapat Ibnu Katsir, Quraish Shihab, dan tafsir Kemenag, bahwa meski pada ayat ini konteks yang dituju untuk diberikan peringatan adalah masyarakat Arab, namun secara keseluruhan maksud dari ayat ini ditujukan kepada umat manusia.

Sebab ini didasari dengan beberapa ayat lain yang mendukung bahwa dakwah nabi teruntuk umat manusia, misalnya dalam QS al-A’raf : 158:

قُلْ يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنِّيْ رَسُوْلُ اللّٰهِ اِلَيْكُمْ جَمِيْعًا ۨالَّذِيْ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۖ فَاٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهِ النَّبِيِّ الْاُمِّيِّ الَّذِيْ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَكَلِمٰتِهٖ وَاتَّبِعُوْهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ

Katakanlah (Muhammad), “Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua, Yang memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya). Ikutilah dia, agar kamu mendapat petunjuk.” ( QS Al-A’raf [7]: 158 )

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1843 seconds (0.1#10.140)