Kisah Sufi Mencari Makna Merak dan Ular

Sabtu, 13 November 2021 - 15:19 WIB
loading...
Kisah Sufi Mencari Makna...
BURUNG MERAK: Dalam bahasa Arab, Merak diartikan juga sebagai perhiasan, sedangkan bentuk huruf Ular sama dengan bentuk huruf kata organisme dan kehidupan. (Foto/Ilustrasi:Pinterest)
A A A
Pada suatu hari, seorang pemuda bernama Adi, Si Mesin Hitung karena ia belajar matematika memutuskan untuk meninggalkan Bokhara dan mencari ilmu yang lebih tinggi. Gurunya menasihatkan agar ia berkelana ke selatan, katanya, "Carilah makna Merak dan Ular." Nasihat itu membuat Adi berpikir keras.



la berjalan lewat Khorasan dan akhirnya sampai di Irak. Di Irak, ia benar-benar mendapati tempat di mana terdapat seekor merak dan seekor ular. Adi pun mencoba berbicara kepada mereka. "Kami sedang berdebat," kata kedua binatang itu, "tentang kelebihan kami masing-masing."

"Justru itu yang ingin kupelajari," kata Adi, "teruskan saja perbincangan kalian."

"Aku merasa aku lebih unggul," kata Merak itu. "Aku melambangkan cita-cita, terbang ke langit keindahan sorgawi, dan karenanya pula pengetahuan serba tinggi. Adalah tugasku untuk mengingatkan manusia, dengan menirukan, tentang segi-segi dirinya yang tak kasat baginya."

"Aku, sebaliknya," kata Ular, sambil mendesis perlahan, "melambangkan hal-hal itu juga. Seperti manusia, aku terbatas pada bumi. Hal ini mengingatkan manusia tentang dirinya. Seperti pula manusia, aku lentur sehingga bisa meliuk menyusur tanah. Manusia sering kali melupakan hal itu juga.

Dalam dongeng, akulah penjaga harta yang tersembunyi di bumi." "Tetapi kau menjijikan," teriak Merak, "kau licik, dingin, dan berbahaya."

"Kau menyebut sifat-sifat manusiaku," kata Ular, "sedangkan aku lebih suka menampilkan sifat-sifatku yang lain, yang sudah kusebut tadi. Sekarang, lihat dirimu sendiri kau sombong, kegemukan, dan suaramu parau. Kakimu kebesaran, bulu-bulumu terlalu panjang."



Pada saat itu, Adi menyela, "Hanya ketidakcocokan kalianlah yang telah membuatku mengetahui bahwa tak satu pun dari kalian yang benar. Dan sekalipun begitu, kita sama-sama jelas melihat, apabila kalian meninggalkan keasyikan diri sendiri, bahwa kalian bersama-sama telah memberi pesan bagi kemanusiaan."

Dan, sementara kedua binatang itu mendengarkannya, Adi menjelaskan peran mereka masing-masing.

"Manusia melata di tanah seperti Si Ular. Ia sanggup melayang tinggi bagai burung. Namun, seperti halnya ular yang tamak, ia memelihara keegoisannya ketika berusaha terbang, dan menjadi layaknya Merak, terlalu angkuh. Dalam diri Merak, kita bisa melihat kemungkinan manusia, namun yang tidak tercapai dengan semestinya. Dalam kemilau Ular, kita bisa menyaksikan kemungkinan keindahan. Pada Merak, kita menyaksikan keindahan itu semakin semarak."

Dan kemudian terdengar suara dari dalam berbicara kepada Adi, "Bukan hanya itu. Kedua makhluk itu diberkahi kehidupan itulah faktor penentu. Mereka bertengkar karena masing-masing telah menjalani jenis kehidupannya sendiri, mengira bahwa itu merupakan perwujudan kedudukan yang sebenarnya. Namun, yang satu menjagai harta karun, tetapi tidak bisa mempergunakannya. Yang lain mencerminkan keindahan, suatu harta juga, tetapi tidak bisa mengubah dirinya sendiri menjadi keindahan. Meskipun tidak bisa mengambil manfaat dari apa yang terbuka bagi mereka, mereka melambangkannya, bagi orang-orang yang bisa melihat dan mendengarnya."

Dianggap misteri oleh para Orientalis, Pemujaan Ular dan Merak didasarkan pada ajaran seorang Syeh Sufi, Adi, putra Musafir, pada abad kedua belas.

Idries Shah dalam bukunya berjudul "Tales of The Dervishes" menjelaskan kisah ini, yang melegenda, menunjukkan bagaimana guru-guru darwis membentuk 'aliran-aliran'-nya berdasarkan berbagai lambang, yang dipilih sebagai contoh dalam ajaran-ajarannya.

Dalam bahasa Arab, ' Merak ' diartikan juga sebagai 'perhiasan', sedangkan bentuk huruf 'Ular' sama dengan bentuk huruf kata 'organisme' dan 'kehidupan'. Karenanya, perlambangan samar Pemujaan Malaikat Merak Kaum Yezidi merupakan cara untuk menunjukkan 'Bagian Dalam dan Luar', rumus-rumus Sufi tradisional.

"Pemujaan ini masih ada di Timur Tengah dan memiliki penganut (tak ada di antara mereka yang adalah orang Irak) di Inggris dan Amerika Serikat," ujar Idries Shah.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2336 seconds (0.1#10.140)