Kisah Sufi Khwaja Muhammad Baba Samasi: Cara Mendapat Pengetahuan
loading...
A
A
A
"Semua orang menginginkan keinginannya terwujud, dan orang-orang tampaknya memerlukan sesuatu, atau menginginkannya, atau membayangkan bahwa mereka membutuhkan pertolongan, atau betul-betul membutuhkannya, namun tak ada yang mengatakan apa pun mengenai keperluanku."
"Dan, apa gerangan keperluanmu?" tanya orang itu.
"Saya hanya menginginkan satu hal," kata wanita itu. "Dan sudah kuinginkan sepanjang hidupku. Tolonglah saya untuk mendapatkannya, dan Saudara bisa mengambil apa saja kepunyaanku. Hal yang kuinginkan itu, karena saya telah mengalami segala sesuatu kecuali yang satu ini, adalah pengetahuan."
"Tetapi, kita tidak bisa mendapat pengetahuan tanpa selembar permadani," kata lelaki itu. "Saya tidak tahu pengetahuan itu apa, tetapi saya yakin itu bukan selembar permadani," kata wanita itu.
"Memang bukan," kata Si Pencari, yang sadar bahwa ia mesti bersabar, "namun dengan seorang wanita bagi tukang kayu kita bisa memperoleh kandang untuk kambing. Dengan kandang kambing, kita bisa menyediakan bulu kambing bagi pemintal. Dengan bulu itu, kita memiliki benang. Dengan benang, kita bisa membuat permadani. Dengan permadani, kita bisa mendapat pengetahuan."
"Hal itu kedengarannya tak masuk akal," kata wanita itu, "dan saya tidak akan melakukan semua itu untuk mendapatkan pengetahuan."
Meskipun orang itu memohon dengan sangat, wanita tersebut tetap menyuruhnya pergi.
Berbagai kesulitan dan kebingungan yang muncul ini membuat Si Pencari itu hampir patah arang. Ia ragu apakah ia bisa mempergunakan pengetahuan kalau ia mendapatkannya, dan ia juga bertanya-tanya mengapa semua orang yang ditemuinya tadi hanya memikirkan kepentingannya sendiri. Dan, perlahan-lahan ia mulai hanya memikirkan tentang permadani.
Pada suatu hari, orang itu berjalan-jalan lewat jalan-jalan di pasar, berkomat-kamit sendiri.
Seorang saudagar mendengarnya, lalu datang mendekat agar bisa menangkap kata-katanya. Orang itu berkata, "Selembar permadani diperlukan untuk diberikan kepada seseorang agar ia mampu melakukan tugas suci kami ini."
Saudagar itu pun menyadari bahwa ada sesuatu yang luar biasa mengenai pengembara tersebut, lalu katanya, "Darwis Kelana, saya tidak memahami nyanyianmu, namun saya sangat mengagumi orang seperti Tuan, yang telah meniti Jalan Kebenaran. Tolong bantu saya, kalau Tuan mau, sebab saya tahu bahwa orang di Jalan Sufi mempunyai tugas khusus dalam masyarakat."
Sang Pengembara pun menoleh dan melihat kesusahan di wajah saudagar itu, lalu berkata, "Saya sedang dan telah menderita. Saudara tentu menghadapi masalah, tetapi saya tak punya apa-apa untuk menolong Saudara. Saya bahkan tidak bisa mendapatkan segulung benang ketika membutuhkannya. Tetapi, katakan saja masalah Saudara dan saya akan berusaha membantu Saudara."
"Ketahuilah, wahai Orang yang Diberkahi!" kata saudagar itu, "bahwa saya mempunyai seorang putri semata wayang yang cantik. Ia mengidap sebuah penyakit yang menyebabkannya merana. Temuilah anakku itu, mungkin Tuan bisa menyembuhkannya."
Kesusahan dan harapan Si Saudagar yang begitu besar membuat Sang Pengembara pun mengikutinya ke sisi tempat tidur gadis itu.
Ketika gadis itu melihatnya, katanya, "Saya tidak kenal siapa Tuan, tetapi saya merasa Tuan mungkin bisa menyembuhkan saya. Selain itu, tak ada lagi yang bisa. Saya jatuh cinta kepada seorang tukang kayu." Dan gadis itu pun menyebut sebuah nama, yang adalah tukang kayu yang diminta membuat kandang kambing tadi.
"Anak gadismu ingin menikahi seorang tukang kayu terhormat yang saya kenal," katanya kepada saudagar itu. Si Saudagar pun sangat bahagia, sebab dipikirnya igauan anaknya tentang tukang kayu merupakan gejala, bukan penyebab, penyakitnya itu; yang telah membuatnya beranggapan bahwa putrinya itu sudah gila.
Sang Pengembara pun menemui Tukang Kayu itu, yang membuatkannya sebuah kandang kambing. Penjual Kambing menghadiahinya beberapa ekor kambing gemuk; kemudian dibawanya kambing itu kepada Si Gembala, yang memberinya bulu kambing. Lalu, bulu itu diserahkannya kepada Si Pemintal, yang memberinya benang. Kemudian, ia membawanya kepada Penjual Karpet, yang memberinya selembar permadani kecil.
Permadani itu pun dibawanya kepada Sang Sufi. Ketika ia sampai di rumah orang bijak itu, yang terakhir ini berkata, "Kini, aku bisa memberimu kebenaran; sebab kau tidak bisa membawa permadani ini kecuali kalau kau telah bekerja untuk mendapatkannya, dan bukan untuk dirimu sendiri."
Idries Shah mengatakan 'dimensi tersembunyi' dalam kehidupan, lewat pengetahuan yang seorang Guru Sufi anjurkan agar dikembangkan oleh para pengikutnya alih-alih memuaskan keinginan-keinginan sering kali dengan mengekang mereka digambarkan dengan jelas dalam kisah ini.
"Dan, apa gerangan keperluanmu?" tanya orang itu.
"Saya hanya menginginkan satu hal," kata wanita itu. "Dan sudah kuinginkan sepanjang hidupku. Tolonglah saya untuk mendapatkannya, dan Saudara bisa mengambil apa saja kepunyaanku. Hal yang kuinginkan itu, karena saya telah mengalami segala sesuatu kecuali yang satu ini, adalah pengetahuan."
"Tetapi, kita tidak bisa mendapat pengetahuan tanpa selembar permadani," kata lelaki itu. "Saya tidak tahu pengetahuan itu apa, tetapi saya yakin itu bukan selembar permadani," kata wanita itu.
"Memang bukan," kata Si Pencari, yang sadar bahwa ia mesti bersabar, "namun dengan seorang wanita bagi tukang kayu kita bisa memperoleh kandang untuk kambing. Dengan kandang kambing, kita bisa menyediakan bulu kambing bagi pemintal. Dengan bulu itu, kita memiliki benang. Dengan benang, kita bisa membuat permadani. Dengan permadani, kita bisa mendapat pengetahuan."
"Hal itu kedengarannya tak masuk akal," kata wanita itu, "dan saya tidak akan melakukan semua itu untuk mendapatkan pengetahuan."
Meskipun orang itu memohon dengan sangat, wanita tersebut tetap menyuruhnya pergi.
Berbagai kesulitan dan kebingungan yang muncul ini membuat Si Pencari itu hampir patah arang. Ia ragu apakah ia bisa mempergunakan pengetahuan kalau ia mendapatkannya, dan ia juga bertanya-tanya mengapa semua orang yang ditemuinya tadi hanya memikirkan kepentingannya sendiri. Dan, perlahan-lahan ia mulai hanya memikirkan tentang permadani.
Pada suatu hari, orang itu berjalan-jalan lewat jalan-jalan di pasar, berkomat-kamit sendiri.
Seorang saudagar mendengarnya, lalu datang mendekat agar bisa menangkap kata-katanya. Orang itu berkata, "Selembar permadani diperlukan untuk diberikan kepada seseorang agar ia mampu melakukan tugas suci kami ini."
Saudagar itu pun menyadari bahwa ada sesuatu yang luar biasa mengenai pengembara tersebut, lalu katanya, "Darwis Kelana, saya tidak memahami nyanyianmu, namun saya sangat mengagumi orang seperti Tuan, yang telah meniti Jalan Kebenaran. Tolong bantu saya, kalau Tuan mau, sebab saya tahu bahwa orang di Jalan Sufi mempunyai tugas khusus dalam masyarakat."
Sang Pengembara pun menoleh dan melihat kesusahan di wajah saudagar itu, lalu berkata, "Saya sedang dan telah menderita. Saudara tentu menghadapi masalah, tetapi saya tak punya apa-apa untuk menolong Saudara. Saya bahkan tidak bisa mendapatkan segulung benang ketika membutuhkannya. Tetapi, katakan saja masalah Saudara dan saya akan berusaha membantu Saudara."
"Ketahuilah, wahai Orang yang Diberkahi!" kata saudagar itu, "bahwa saya mempunyai seorang putri semata wayang yang cantik. Ia mengidap sebuah penyakit yang menyebabkannya merana. Temuilah anakku itu, mungkin Tuan bisa menyembuhkannya."
Kesusahan dan harapan Si Saudagar yang begitu besar membuat Sang Pengembara pun mengikutinya ke sisi tempat tidur gadis itu.
Baca Juga
Ketika gadis itu melihatnya, katanya, "Saya tidak kenal siapa Tuan, tetapi saya merasa Tuan mungkin bisa menyembuhkan saya. Selain itu, tak ada lagi yang bisa. Saya jatuh cinta kepada seorang tukang kayu." Dan gadis itu pun menyebut sebuah nama, yang adalah tukang kayu yang diminta membuat kandang kambing tadi.
"Anak gadismu ingin menikahi seorang tukang kayu terhormat yang saya kenal," katanya kepada saudagar itu. Si Saudagar pun sangat bahagia, sebab dipikirnya igauan anaknya tentang tukang kayu merupakan gejala, bukan penyebab, penyakitnya itu; yang telah membuatnya beranggapan bahwa putrinya itu sudah gila.
Sang Pengembara pun menemui Tukang Kayu itu, yang membuatkannya sebuah kandang kambing. Penjual Kambing menghadiahinya beberapa ekor kambing gemuk; kemudian dibawanya kambing itu kepada Si Gembala, yang memberinya bulu kambing. Lalu, bulu itu diserahkannya kepada Si Pemintal, yang memberinya benang. Kemudian, ia membawanya kepada Penjual Karpet, yang memberinya selembar permadani kecil.
Permadani itu pun dibawanya kepada Sang Sufi. Ketika ia sampai di rumah orang bijak itu, yang terakhir ini berkata, "Kini, aku bisa memberimu kebenaran; sebab kau tidak bisa membawa permadani ini kecuali kalau kau telah bekerja untuk mendapatkannya, dan bukan untuk dirimu sendiri."
Idries Shah mengatakan 'dimensi tersembunyi' dalam kehidupan, lewat pengetahuan yang seorang Guru Sufi anjurkan agar dikembangkan oleh para pengikutnya alih-alih memuaskan keinginan-keinginan sering kali dengan mengekang mereka digambarkan dengan jelas dalam kisah ini.