Wasiat Berharga Ali bin Abi Thalib kepada Kumail bin Ziyad
loading...
A
A
A
Dalam buku "Uyun Al-Hikayat Min Qashash Ash-Shalihin wa Nawodir Az-Zahidin" karya Imam Ibnul Jauzi mengungkap wasiat Khalifah Ali bin Abi Thalib kepada Kumail bin Ziyad. Wasiat tersebut sangat berharga. Kumail bin Ziyad menyampaikan wasiat itu kepada Ali bin Muhammad Al-Madain dan Ali bin Muhammad menceritakan kembali kepada Ahmad bin Ubaid. Berikut kisahnya:
Amirul Mukminin Ali bin Thalib memegang tangan Kumail bin Ziyad dan membawanya berjalan menuju Al-Jabban. Pada saat masuk waktu malam, maka beliau duduk dan berkata:
“Wahai Kumail bin Ziyad, hati ini laksana bejana, dan hati yang paling baik adalah yang paling bisa menampung isi," ujar Ali bin Abi Thalib.
"Ingatlah perkataanku ini," kata Amirul Mukminin kemudian. "Manusia ada tiga macam, seorang alim yang Rabbani, seorang yang belajar karena mengharapkan keselamatan, dan orang yang tidak mendapatkan pelajaran yang berperilaku seperti binatang, yang mengikuti setiap ajakan orang dan berubah-ubah sikapnya sesuai arah mata angin. Mereka tidak mendapatkan pencerahan dengan cahaya ilmu pengetahuan. Mereka juga tidak berlindung ke tempat berlindung yang kokoh," lanjutnya.
Hai Kumail bin Ziyad, ujar Amirul Mukminin lagi, ilmu pengetahuan lebih baik dari harta. Karena ilmu pengetahuan akan menjagamu sementara harta harus engkau jaga.
Harta akan berkurang dengan diberikan ke orang lain, sementara ilmu pengetahuan makin kuat dengan diberikan kepada orang lain. Demikian juga ilmu pengetahuan adalah yang berkuasa, sementara harta adalah yang dikuasai.
"Hai Kumail bin Ziyad," ujar Ali bin Abi Thalib menekankan, "kecintaan kepada orang alim adalah agama yang harus dijalankan."
Ilmu pengetahuan membuat orang yang alim menjadi berlaku taat dalam kehidupannya, dan menjadi orang yang dibicarakan dengan baik setelah kematiannya. Sementara nafkah harta akan habis dengan habisnya harta itu.
Hai Kumail bin Ziyad, ujar Amirul Mukminin lagi, para penimbun harta adalah orang-orang yang mati saat mereka masih hidup. Sementara para ulama terus hidup sepanjang masa meskipun tubuh mereka sudah tidak ada lagi, dan sosok mereka dalam hati masih terus terjaga.
"Ketahuilah, di sini -ia menunjuk dadanyaterdapat banyak ilmu jika saja saya menemukan orang yang bisa menanggung ilmu tersebut,” ujar Ali bin Abi Thalib.
Kemudian Ali melanjutkan, “Ya Allah, benar sekali, engkau mendapati orang yang berpemahaman tidak sempurna. Menggunakan agama untuk kepentingan dirinya, memamerkan nikmat-nikmat Allah kepada hamba-hambaNya, dan dengan hujah-hujahNya atas kitab suciNya, atau ikut kepada pengusung kebenaran yang tidak mempunyai pandangan mata hati yang benar dalam cara menghidupkan kebenaran itu."
"Keraguan merebak dalam hatinya, segera setelah mendapatkan upaya orang yang meragukannya. Dia tidak berpegang ke sana juga tidak ke sini, atau dia tenggelam dalam kelezatan sehingga dia dengan mudah tergelincir untuk mengikuti syahwat. Atau dia tertipu untuk mengumpulkan harta dan menyimpannya."
"Dia bukanlah orang yang mengajarkan agama. Tetapi dia lebih mirip hewan yang gemuk. Seperti itulah ilmu mati bersama kematian orang yang memilikinya."
"Ya Allah, benar sekali, tidak pernah kosong bumi ini dari orang yang menjalankan hujah Allah. Terkadang dia terkenal dengan jelas, dan terkadang dia sebagai sosok yang tidak menonjol dan tidak terkenal. Sehingga hujah-hujah Allah serta penjelasan kebenaranNya tidak pernah hilang."
"Di manakah mereka? Mereka adalah orang-orang yang sedikit, namun mereka mempunyai kedudukan yang mulia di sisi Allah. Dengan merekalah Allah menjaga hujahNya hingga mereka menyampaikan hujah itu kepada mereka yang memperkarakannya. Kemudian menanamkannya dalam hati orang-orang yang menerimanya. Maka ilmu menguasai keadaan. Dan hujah mereka itu memasuki ruh-ruh yang yaqin. Sehingga mereka menjadi lemah lembut sementara orang yang berlebihan merasa asing. Dan mereka merasa dekat sedangkan orang-orang bodoh merasa gersang. Mereka pun menemani dunia dengan tubuh mereka, sementara roh-roh mereka tergantung dengan tempat yang tinggi."
"Hai Kumail bin Ziyad, mereka adalah khalifah-khalifah Allah di bumiNya, dan orang-orang yang menjadi daiNya kepada agamaNya. Ah ... ah... saya merasa rindu melihat mereka, dan saya memohon ampunan kepada Allah bagiku dan bagimu.”
Amirul Mukminin Ali bin Thalib memegang tangan Kumail bin Ziyad dan membawanya berjalan menuju Al-Jabban. Pada saat masuk waktu malam, maka beliau duduk dan berkata:
“Wahai Kumail bin Ziyad, hati ini laksana bejana, dan hati yang paling baik adalah yang paling bisa menampung isi," ujar Ali bin Abi Thalib.
"Ingatlah perkataanku ini," kata Amirul Mukminin kemudian. "Manusia ada tiga macam, seorang alim yang Rabbani, seorang yang belajar karena mengharapkan keselamatan, dan orang yang tidak mendapatkan pelajaran yang berperilaku seperti binatang, yang mengikuti setiap ajakan orang dan berubah-ubah sikapnya sesuai arah mata angin. Mereka tidak mendapatkan pencerahan dengan cahaya ilmu pengetahuan. Mereka juga tidak berlindung ke tempat berlindung yang kokoh," lanjutnya.
Hai Kumail bin Ziyad, ujar Amirul Mukminin lagi, ilmu pengetahuan lebih baik dari harta. Karena ilmu pengetahuan akan menjagamu sementara harta harus engkau jaga.
Harta akan berkurang dengan diberikan ke orang lain, sementara ilmu pengetahuan makin kuat dengan diberikan kepada orang lain. Demikian juga ilmu pengetahuan adalah yang berkuasa, sementara harta adalah yang dikuasai.
"Hai Kumail bin Ziyad," ujar Ali bin Abi Thalib menekankan, "kecintaan kepada orang alim adalah agama yang harus dijalankan."
Ilmu pengetahuan membuat orang yang alim menjadi berlaku taat dalam kehidupannya, dan menjadi orang yang dibicarakan dengan baik setelah kematiannya. Sementara nafkah harta akan habis dengan habisnya harta itu.
Hai Kumail bin Ziyad, ujar Amirul Mukminin lagi, para penimbun harta adalah orang-orang yang mati saat mereka masih hidup. Sementara para ulama terus hidup sepanjang masa meskipun tubuh mereka sudah tidak ada lagi, dan sosok mereka dalam hati masih terus terjaga.
"Ketahuilah, di sini -ia menunjuk dadanyaterdapat banyak ilmu jika saja saya menemukan orang yang bisa menanggung ilmu tersebut,” ujar Ali bin Abi Thalib.
Kemudian Ali melanjutkan, “Ya Allah, benar sekali, engkau mendapati orang yang berpemahaman tidak sempurna. Menggunakan agama untuk kepentingan dirinya, memamerkan nikmat-nikmat Allah kepada hamba-hambaNya, dan dengan hujah-hujahNya atas kitab suciNya, atau ikut kepada pengusung kebenaran yang tidak mempunyai pandangan mata hati yang benar dalam cara menghidupkan kebenaran itu."
"Keraguan merebak dalam hatinya, segera setelah mendapatkan upaya orang yang meragukannya. Dia tidak berpegang ke sana juga tidak ke sini, atau dia tenggelam dalam kelezatan sehingga dia dengan mudah tergelincir untuk mengikuti syahwat. Atau dia tertipu untuk mengumpulkan harta dan menyimpannya."
"Dia bukanlah orang yang mengajarkan agama. Tetapi dia lebih mirip hewan yang gemuk. Seperti itulah ilmu mati bersama kematian orang yang memilikinya."
"Ya Allah, benar sekali, tidak pernah kosong bumi ini dari orang yang menjalankan hujah Allah. Terkadang dia terkenal dengan jelas, dan terkadang dia sebagai sosok yang tidak menonjol dan tidak terkenal. Sehingga hujah-hujah Allah serta penjelasan kebenaranNya tidak pernah hilang."
"Di manakah mereka? Mereka adalah orang-orang yang sedikit, namun mereka mempunyai kedudukan yang mulia di sisi Allah. Dengan merekalah Allah menjaga hujahNya hingga mereka menyampaikan hujah itu kepada mereka yang memperkarakannya. Kemudian menanamkannya dalam hati orang-orang yang menerimanya. Maka ilmu menguasai keadaan. Dan hujah mereka itu memasuki ruh-ruh yang yaqin. Sehingga mereka menjadi lemah lembut sementara orang yang berlebihan merasa asing. Dan mereka merasa dekat sedangkan orang-orang bodoh merasa gersang. Mereka pun menemani dunia dengan tubuh mereka, sementara roh-roh mereka tergantung dengan tempat yang tinggi."
"Hai Kumail bin Ziyad, mereka adalah khalifah-khalifah Allah di bumiNya, dan orang-orang yang menjadi daiNya kepada agamaNya. Ah ... ah... saya merasa rindu melihat mereka, dan saya memohon ampunan kepada Allah bagiku dan bagimu.”
(mhy)