Syarat-syarat yang Mewajibkan Seseorang Puasa Ramadhan
loading...
A
A
A
Syarat puasa terbagi menjadi dua macam. Pertama adalah syarat wajib puasa dimana bila syarat-syarat ini terpenuhi, seseorang menjadi wajib hukumnya untuk berpuasa. Kedua adalah syarat sah puasa, dimana seseorang sah puasanya bila memenuhi syarat-syarat itu.
Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Ahmad Sarwat dalam buku "Puasa: Syarat Rukun dan Membatalkan" menjelaskan syarat wajib dan syart sah puasa Ramadhan. Berikut penjelasannya:
Syarat Wajib Puasa
Syarat wajib maksudnya adalah hal-hal yang membuat seseorang menjadi wajib untuk melakukan puasa. Bila salah satu syarat ini tidak terpenuhi pada diri seseorang, maka puasa Ramadhan itu menjadi tidak wajib atas dirinya. Atau malah sebaliknya, puasa Ramadhan hanya menjadi mubah, sunnah, atau malah haram. Di dalam kitab-kitab fiqih yang muktamad, para ulama telah melakukan berbagai kajian tentang syarat-syarat yang mewajibkan seseorang untuk berpuasa di bulan Ramadhan. Di antara syarat-syarat yang mewajibkan seseorang harus berpuasa antara lain:
1. Beragama Islam.
Jumhur ulama sepakat bahwa syarat wajib berpuasa pertama kali adalah hanya orang yang memeluk agama Islam saja. Sedangkan mereka yang tidak beragama Islam, tidak diwajibkan untuk berpuasa. Hal itu karena perintah puasa didahului dengan sebutan: "Wahai orang-orang yang beriman". Artinya, yang tidak beriman tidak diajak dalam pembicaraan itu, sehingga mereka memang tidak wajib mengerjakan puasa. Menurut Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah dalam kasus seorang yang murtad dan tidak menjalankan puasa, tetapi kemudian kembali lagi menjadi muslim, maka puasa yang ditinggalkannya itu wajib dibayarkan (diqadha'), ketika dia kembali lagi masuk Islam.
2. Baligh.
Syarat kedua yang menjadikan seseorang wajib untuk mengerjakan ibadah puasa wajib adalah berusia baligh. Mereka yang belum sampai usia baligh seperti anak kecil, tidak diwajibkan berpuasa Ramadhan. Namun, orang tuanya wajib melatih puasa ketika berusia 7 tahun. Bahkan bila sampai 10 sudah boleh dikenakan sanksi. Hal itu sebagaimana ketika melatih anak-anak untuk salat.
Dari Ibnu Amr bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Perintahkan anak-anak kamu untuk mengerjakan shalat ketika berusia 7 tahun dan pukullah mereka karena tidak menegakkan shalat ketika berusia 10 tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka." (HR. Abu Daud dan Hakim).
Mazhab Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah membolehkan bila anak sudah berusia 10 tahun. Bila mereka berpuasa, pahala akan diberikan kepada anak-anak itu. Meski demikian, secara hukum anak-anak termasuk yang belum mendapat beban (taklif) untuk mengerjakan puasa Ramadhan.
3. Berakal.
Syarat ketiga dari syarat wajib puasa adalah berakal. Sudah menjadi ijma' ulama bahwa orang gila adalah orang yang tidak berakal, sehingga orang gila tidak diwajibkan untuk mengerjakan puasa. Dasarnya adalah potongan hadis: "Dari orang gila hingga waras." (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmizy).
Namun, dalam kasus dimana seseorang secara sengaja melakukan sesuatu yang mengantarkannya kepada kegilaan, maka wajib puasa atau wajib menggantinya. Hal yang sama berlaku pada orang yang mabuk, bila mabuknya disengaja. Tapi bila mabuknya tidak disengaja, maka tidak wajib atasnya puasa.
4. Sehat.
Orang yang sedang sakit tidak wajib melaksanakan puasa Ramadhan. Namun dia wajib menggantinya di hari lain ketika nanti kesehatannya telah pulih. Allah berfirman: "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: ayat 185).
Jenis penyakit yang membolehkan seseorang tidak menjalankan kewajiban puasa Ramadhan adalah penyakit yang akan bertambah parah bila berpuasa. Atau ditakutkan penyakitnya akan terlambat untuk sembuh.
5. Mampu.
Allah hanya mewajibkan puasa Ramadhan kepada orang yang memang masih mampu untuk melakukannya. Sedangkan orang yang sangat lemah atau sudah jompo dimana secara fisik memang tidak mungkin lagi melakukan puasa, maka mereka tidak diwajibkan puasa. Allah berfirman: "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin" (QS. Al-Baqarah: ayat 184)
6. Tidak Dalam Perjalanan.
Orang yang dalam perjalanan tidak wajib puasa. Tapi wajib atasnya mengqadha' (mengganti) puasanya di hari lain. Allah berfirman: "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain". (QS. Al-Baqarah: ayat 185).
Dalam hadis Rasulullah SAW disebutkan bahwa Hamzah Al-Aslami berkata, "Ya Rasulullah, Aku kuat tetap berpuasa dalam perjalanan, apakah aku berdosa?". Rasulullah SAW menjawab, "Itu adalah keringanan dari Allah, siapa yang berbuka maka baik. Dan siapa yang lebih suka berpuasa maka tidak ada dosa". (HR. Muslim dan An-Nasai).
Namun menurut para ulama, tidak semua jenis perjalanan itu membolehkan seseorang tidak puasa. Perjalanan yang membolehkan seseorang tidak berpuasa ada syaratnya.
7. Suci dari Haidh dan Nifas.
Para ulama telah berijma' bahwa para wanita yang sedang mendapat darah haidh dan nifas tidak diwajibkan untuk berpuasa. Bahkan bila tetap dikerjakan juga dengan niat berpuasa, hukumnya malah menjadi haram. Dasar ketentuannya adalah hadits Aisyah radhiyallahu 'anha berikut ini: "Kami (wanita yang haidh atau nifas) diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintah untuk mengqadha salat." (HR. Muslim)
Adapun Syarat Sah Puasa
Syarat sah yang dimaksud adalah semua hal yang membuat ibadah puasa menjadi sah hukumnya. Bila salah satu syarat ini tidak ada, maka ibadah itu tidak sah hukumnya. Sedangkan syarat wajib adalah hal-hal yang bila terpenuhi pada diri seseorang, puasa menjadi wajib atas dirinya.
Syarat sah adalah syarat yang harus dipenuhi agar puasa yang dilakukan oleh seseorang itu menjadi sah hukumnya di hadapan Allah. Namun, sekali lagi para ulama berbeda pandangan tentang apa saja yang termasuk ke dalam syarat sah puasa. Penulis sederhanakan ringkasannya dalam bentuk tabel sebagai berikut :
1. Niat.
2. Islam.
3. Suci dari Haidh/Nifas.
4. Waktu yang dibolehkan.
Wallahu A'lam Bish Showab
Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Ahmad Sarwat dalam buku "Puasa: Syarat Rukun dan Membatalkan" menjelaskan syarat wajib dan syart sah puasa Ramadhan. Berikut penjelasannya:
Syarat Wajib Puasa
Syarat wajib maksudnya adalah hal-hal yang membuat seseorang menjadi wajib untuk melakukan puasa. Bila salah satu syarat ini tidak terpenuhi pada diri seseorang, maka puasa Ramadhan itu menjadi tidak wajib atas dirinya. Atau malah sebaliknya, puasa Ramadhan hanya menjadi mubah, sunnah, atau malah haram. Di dalam kitab-kitab fiqih yang muktamad, para ulama telah melakukan berbagai kajian tentang syarat-syarat yang mewajibkan seseorang untuk berpuasa di bulan Ramadhan. Di antara syarat-syarat yang mewajibkan seseorang harus berpuasa antara lain:
1. Beragama Islam.
Jumhur ulama sepakat bahwa syarat wajib berpuasa pertama kali adalah hanya orang yang memeluk agama Islam saja. Sedangkan mereka yang tidak beragama Islam, tidak diwajibkan untuk berpuasa. Hal itu karena perintah puasa didahului dengan sebutan: "Wahai orang-orang yang beriman". Artinya, yang tidak beriman tidak diajak dalam pembicaraan itu, sehingga mereka memang tidak wajib mengerjakan puasa. Menurut Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah dalam kasus seorang yang murtad dan tidak menjalankan puasa, tetapi kemudian kembali lagi menjadi muslim, maka puasa yang ditinggalkannya itu wajib dibayarkan (diqadha'), ketika dia kembali lagi masuk Islam.
2. Baligh.
Syarat kedua yang menjadikan seseorang wajib untuk mengerjakan ibadah puasa wajib adalah berusia baligh. Mereka yang belum sampai usia baligh seperti anak kecil, tidak diwajibkan berpuasa Ramadhan. Namun, orang tuanya wajib melatih puasa ketika berusia 7 tahun. Bahkan bila sampai 10 sudah boleh dikenakan sanksi. Hal itu sebagaimana ketika melatih anak-anak untuk salat.
Dari Ibnu Amr bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Perintahkan anak-anak kamu untuk mengerjakan shalat ketika berusia 7 tahun dan pukullah mereka karena tidak menegakkan shalat ketika berusia 10 tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka." (HR. Abu Daud dan Hakim).
Mazhab Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah membolehkan bila anak sudah berusia 10 tahun. Bila mereka berpuasa, pahala akan diberikan kepada anak-anak itu. Meski demikian, secara hukum anak-anak termasuk yang belum mendapat beban (taklif) untuk mengerjakan puasa Ramadhan.
3. Berakal.
Syarat ketiga dari syarat wajib puasa adalah berakal. Sudah menjadi ijma' ulama bahwa orang gila adalah orang yang tidak berakal, sehingga orang gila tidak diwajibkan untuk mengerjakan puasa. Dasarnya adalah potongan hadis: "Dari orang gila hingga waras." (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmizy).
Namun, dalam kasus dimana seseorang secara sengaja melakukan sesuatu yang mengantarkannya kepada kegilaan, maka wajib puasa atau wajib menggantinya. Hal yang sama berlaku pada orang yang mabuk, bila mabuknya disengaja. Tapi bila mabuknya tidak disengaja, maka tidak wajib atasnya puasa.
4. Sehat.
Orang yang sedang sakit tidak wajib melaksanakan puasa Ramadhan. Namun dia wajib menggantinya di hari lain ketika nanti kesehatannya telah pulih. Allah berfirman: "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: ayat 185).
Jenis penyakit yang membolehkan seseorang tidak menjalankan kewajiban puasa Ramadhan adalah penyakit yang akan bertambah parah bila berpuasa. Atau ditakutkan penyakitnya akan terlambat untuk sembuh.
5. Mampu.
Allah hanya mewajibkan puasa Ramadhan kepada orang yang memang masih mampu untuk melakukannya. Sedangkan orang yang sangat lemah atau sudah jompo dimana secara fisik memang tidak mungkin lagi melakukan puasa, maka mereka tidak diwajibkan puasa. Allah berfirman: "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin" (QS. Al-Baqarah: ayat 184)
6. Tidak Dalam Perjalanan.
Orang yang dalam perjalanan tidak wajib puasa. Tapi wajib atasnya mengqadha' (mengganti) puasanya di hari lain. Allah berfirman: "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain". (QS. Al-Baqarah: ayat 185).
Dalam hadis Rasulullah SAW disebutkan bahwa Hamzah Al-Aslami berkata, "Ya Rasulullah, Aku kuat tetap berpuasa dalam perjalanan, apakah aku berdosa?". Rasulullah SAW menjawab, "Itu adalah keringanan dari Allah, siapa yang berbuka maka baik. Dan siapa yang lebih suka berpuasa maka tidak ada dosa". (HR. Muslim dan An-Nasai).
Namun menurut para ulama, tidak semua jenis perjalanan itu membolehkan seseorang tidak puasa. Perjalanan yang membolehkan seseorang tidak berpuasa ada syaratnya.
7. Suci dari Haidh dan Nifas.
Para ulama telah berijma' bahwa para wanita yang sedang mendapat darah haidh dan nifas tidak diwajibkan untuk berpuasa. Bahkan bila tetap dikerjakan juga dengan niat berpuasa, hukumnya malah menjadi haram. Dasar ketentuannya adalah hadits Aisyah radhiyallahu 'anha berikut ini: "Kami (wanita yang haidh atau nifas) diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintah untuk mengqadha salat." (HR. Muslim)
Adapun Syarat Sah Puasa
Syarat sah yang dimaksud adalah semua hal yang membuat ibadah puasa menjadi sah hukumnya. Bila salah satu syarat ini tidak ada, maka ibadah itu tidak sah hukumnya. Sedangkan syarat wajib adalah hal-hal yang bila terpenuhi pada diri seseorang, puasa menjadi wajib atas dirinya.
Syarat sah adalah syarat yang harus dipenuhi agar puasa yang dilakukan oleh seseorang itu menjadi sah hukumnya di hadapan Allah. Namun, sekali lagi para ulama berbeda pandangan tentang apa saja yang termasuk ke dalam syarat sah puasa. Penulis sederhanakan ringkasannya dalam bentuk tabel sebagai berikut :
1. Niat.
2. Islam.
3. Suci dari Haidh/Nifas.
4. Waktu yang dibolehkan.
Wallahu A'lam Bish Showab
(rhs)