Selain Rendah Hati, Ini Rahasia Abah Guru Sekumpul Dicintai Banyak Orang
loading...
A
A
A
Sosok Abah Guru Sekumpul (1942-2005) dikenal sebagai ulama yang sangat dihormati di Kalimantan. Selain karena sikap rendah hati dan penghambaannya kepada Allah, berikut rahasia beliau dicintai banyak orang.
Ustaz Khairullah Zainuddin, alumnus Pondok Pesantren Hidayaturrahman Jurusan Fiqhiyyah Ma'had 'Aly Darussalam Martapura menceritakan sosok pribadi Abah Guru Sekumpul dilansir dari pecihitam.org.
Tidak Pilih Kasih
Tak ada pilih kasih dalam kamus Abah Guru Sekumpul ketika mencintai sesama. Bahkan tidak terbatas manusia, tapi semua makhluk Tuhan.Diceritakan, suatu kali seseorang diminta Abah Guru Sekumpul membelikan kacang hijau. Sebagaimana biasa beliau selalu memberikan uang lebih dari harga yang dibeli. Sisanya diberikan kepada yang diminta bantuannya.
Ternyata, kacang hijau tersebut untuk makanan burung-burung liar. Bermacam jenis burung berdatangan memakan kacang hijau yang disiapkan Abah Guru Sekumpul. Setelah kenyang, burung-burung itu dibiarkan bebas terbang sesukanya.
Bila terhadap hewan saja seperti itu, apalagi manusia. Tanpa memandang profesi dan status sosialnya, semua dicintai dan dihormati oleh beliau. Artis yang kontroversial sekali pun, ketika datang diterima dan disambut oleh beliau. Bahkan diakui sebagai anak angkat.
Hormat dan cinta beliau lebih-lebih lagi terhadap kalangan Zuriyah Nabi (Habaib), Ulama, dan para penuntut ilmu agama (santri). Tidak hanya kepada yang seakidah, mereka yang beda keyakinan pun merasakan kasih sayang beliau. Ketika menerima tamu suatu komunitas yang di dalam rombongan ada yang beda agama, semuanya beliau sambut dengan pelukan. Tanpa membeda-bedakan.
Ikhlas dalam Berbagi
Abah Guru Sekumpul dikenal sebagai sosok yang suka berbagi dengan ikhlas kepada semua orang. Banyak cerita tentang hal ini. Tidak sedikit yang menerima kebaikan beliau.
Diceritakan, anak-anak kecil berstatus yatim, selalu menerima tunjangan rutin dari Abah Guru Sekumpul. Padahal, jarak rumah dengan Abah Guru Sekumpul lumayan jauh dan tidak ada hubungan famili. Warga Sekumpul sebagai jiran hampir bisa dikatakan tidak ada yang tidak pernah merasakan kebaikan beliau dalam berbagi.
Pada usia tua, ketika guru-gurunya banyak yang sudah wafat. Beliau memberi tunjangan kepada janda-janda guru. Prinsip yang sering beliau sampaikan di pengajian, bila PNS menerima pensiunan dari pemerintah, maka janda guru agama (ulama) semestinya menerima tunjangan dari murid-muridnya.
Keikhlasan beliau berbagi ditunjukkan dengan tidak tereksposnya cerita-cerita beliau kecuali setelah wafatnya. Semasa hidupnya, banyak murid yang tidak tahu bahwa beliau menghabiskan miliaran rupiah setiap bulan hanya untuk berbagi.
Bila murid saja tidak tahu, apalagi orang lain. Hanya yang ditugasi membagikan dan yang menerima saja yang tahu ceritanya. Ustaz Khairullah Zainuddin mengaku mendapat kabar ini dari seorang murid kepercayaan beliau yang ditugasi membagikan. Itupun setelah wafatnya.
Dalam berbagi, beliau tidak memandang perbedaan agama. Ini sebagaimana diceritakan salah seorang muridnya yang turut saat Beliau berobat di Surabaya. Ketika itu, menurut ceritanya, Abah Guru Sekumpul memerintahkan membeli beras dalam jumlah banyak dan minta dibagikan kepada seluruh karyawan rumah sakit.
Heran, kenapa dibagikan kepada seluruh karyawan, ia memperjelas, "Abah, tidak semua karyawan beragama Islam". Apa jawab Abah Guru Sekumpul: "Bagaimana perasaan (yang tidak menerima bagian) ketika melihat temannya (sesama karyawan) mendapat (bagian) beras?".
Bukan hanya materi saja. Abah Guru Sekumpul juga senang berbagi doa dan hadiah pahala. Ketika membaca doa arwah (doa hadiah pahala), beliau selalu mengkhususkan untuk "Ma Laa Zaaira Wa Laa Dzaakira Lahum" (Muslim yang makamnya tidak ada yang menziarahi, bahkan tidak ada yang mengingat mereka).
Beliau adalah sosok yang senantiasa menggembirakan orang, tidak membuat sakit hati. Melapangkan orang, tidak membebani. Mencintai orang, tidak membenci. Suka memuji, tidak mencaci. Suka memberi, tidak minta puji.
Tidak sedikit yang menerima kebaikan beliau semasa hidupnya. Merasakan manfaat hadirnya beliau di kehidupan. Karenanya, wajar beliau dicintai banyak orang. Karena tabiat manusia mencintai orang yang berbuat baik padanya. Demikian disebutkan Imam Al-Ghazali dalam Ihya.
Setelah wafatnya, beliau dirindukan dan dikenang banyak orang. Acara haulnya setiap tahun selalu menjadi ajang orang-orang berlomba dalam kebaikan.
Ustaz Khairullah Zainuddin, alumnus Pondok Pesantren Hidayaturrahman Jurusan Fiqhiyyah Ma'had 'Aly Darussalam Martapura menceritakan sosok pribadi Abah Guru Sekumpul dilansir dari pecihitam.org.
Tidak Pilih Kasih
Tak ada pilih kasih dalam kamus Abah Guru Sekumpul ketika mencintai sesama. Bahkan tidak terbatas manusia, tapi semua makhluk Tuhan.Diceritakan, suatu kali seseorang diminta Abah Guru Sekumpul membelikan kacang hijau. Sebagaimana biasa beliau selalu memberikan uang lebih dari harga yang dibeli. Sisanya diberikan kepada yang diminta bantuannya.
Ternyata, kacang hijau tersebut untuk makanan burung-burung liar. Bermacam jenis burung berdatangan memakan kacang hijau yang disiapkan Abah Guru Sekumpul. Setelah kenyang, burung-burung itu dibiarkan bebas terbang sesukanya.
Bila terhadap hewan saja seperti itu, apalagi manusia. Tanpa memandang profesi dan status sosialnya, semua dicintai dan dihormati oleh beliau. Artis yang kontroversial sekali pun, ketika datang diterima dan disambut oleh beliau. Bahkan diakui sebagai anak angkat.
Hormat dan cinta beliau lebih-lebih lagi terhadap kalangan Zuriyah Nabi (Habaib), Ulama, dan para penuntut ilmu agama (santri). Tidak hanya kepada yang seakidah, mereka yang beda keyakinan pun merasakan kasih sayang beliau. Ketika menerima tamu suatu komunitas yang di dalam rombongan ada yang beda agama, semuanya beliau sambut dengan pelukan. Tanpa membeda-bedakan.
Ikhlas dalam Berbagi
Abah Guru Sekumpul dikenal sebagai sosok yang suka berbagi dengan ikhlas kepada semua orang. Banyak cerita tentang hal ini. Tidak sedikit yang menerima kebaikan beliau.
Diceritakan, anak-anak kecil berstatus yatim, selalu menerima tunjangan rutin dari Abah Guru Sekumpul. Padahal, jarak rumah dengan Abah Guru Sekumpul lumayan jauh dan tidak ada hubungan famili. Warga Sekumpul sebagai jiran hampir bisa dikatakan tidak ada yang tidak pernah merasakan kebaikan beliau dalam berbagi.
Pada usia tua, ketika guru-gurunya banyak yang sudah wafat. Beliau memberi tunjangan kepada janda-janda guru. Prinsip yang sering beliau sampaikan di pengajian, bila PNS menerima pensiunan dari pemerintah, maka janda guru agama (ulama) semestinya menerima tunjangan dari murid-muridnya.
Keikhlasan beliau berbagi ditunjukkan dengan tidak tereksposnya cerita-cerita beliau kecuali setelah wafatnya. Semasa hidupnya, banyak murid yang tidak tahu bahwa beliau menghabiskan miliaran rupiah setiap bulan hanya untuk berbagi.
Bila murid saja tidak tahu, apalagi orang lain. Hanya yang ditugasi membagikan dan yang menerima saja yang tahu ceritanya. Ustaz Khairullah Zainuddin mengaku mendapat kabar ini dari seorang murid kepercayaan beliau yang ditugasi membagikan. Itupun setelah wafatnya.
Dalam berbagi, beliau tidak memandang perbedaan agama. Ini sebagaimana diceritakan salah seorang muridnya yang turut saat Beliau berobat di Surabaya. Ketika itu, menurut ceritanya, Abah Guru Sekumpul memerintahkan membeli beras dalam jumlah banyak dan minta dibagikan kepada seluruh karyawan rumah sakit.
Heran, kenapa dibagikan kepada seluruh karyawan, ia memperjelas, "Abah, tidak semua karyawan beragama Islam". Apa jawab Abah Guru Sekumpul: "Bagaimana perasaan (yang tidak menerima bagian) ketika melihat temannya (sesama karyawan) mendapat (bagian) beras?".
Bukan hanya materi saja. Abah Guru Sekumpul juga senang berbagi doa dan hadiah pahala. Ketika membaca doa arwah (doa hadiah pahala), beliau selalu mengkhususkan untuk "Ma Laa Zaaira Wa Laa Dzaakira Lahum" (Muslim yang makamnya tidak ada yang menziarahi, bahkan tidak ada yang mengingat mereka).
Beliau adalah sosok yang senantiasa menggembirakan orang, tidak membuat sakit hati. Melapangkan orang, tidak membebani. Mencintai orang, tidak membenci. Suka memuji, tidak mencaci. Suka memberi, tidak minta puji.
Tidak sedikit yang menerima kebaikan beliau semasa hidupnya. Merasakan manfaat hadirnya beliau di kehidupan. Karenanya, wajar beliau dicintai banyak orang. Karena tabiat manusia mencintai orang yang berbuat baik padanya. Demikian disebutkan Imam Al-Ghazali dalam Ihya.
Setelah wafatnya, beliau dirindukan dan dikenang banyak orang. Acara haulnya setiap tahun selalu menjadi ajang orang-orang berlomba dalam kebaikan.
(rhs)