Mahar Nikah dalam Islam, Berikut Benda yang Bisa Dijadikan Mas Kawin

Kamis, 27 Januari 2022 - 18:05 WIB
loading...
Mahar Nikah dalam Islam, Berikut Benda yang Bisa Dijadikan Mas Kawin
Sebaik-baiknya laki-laki adalah yang memberikan Mahar banyak. Adapun sebaik-baik wanita adalah yang memudahkan dalam Mahar. Foto/dok gambarkahwin
A A A
Umat Islam perlu mengetahui apa saja bentuk mahar nikah dalam Islam. Sebagaimana diketahui dalam pernikahan, mahar (mas kawin) adalah bagian yang tidak terpisahkan.

Para ulama Mazhab Syafi'i menggolongkan mahar tidak termasuk rukun nikah. Penyebutan mahar dalam akad hanya Sunnah, maka nikah sah meskipun tidak disebutkan saat akad. Namun, mahar menjadi wajib dengan tiga sebab, yaitu:
1. Mewajibkan oleh hakim.
2. Mewajibkan oleh suami sendiri.
3. Dengan terjadi jimak (persetubuhan) setelah menikah.

Sebagian ulama mengatakan bahwa pemberian Mahar oleh suami adalah sesuatu yang wajib. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an:

وَاٰ تُوا النِّسَآءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحۡلَةً‌ ؕ فَاِنۡ طِبۡنَ لَـكُمۡ عَنۡ شَىۡءٍ مِّنۡهُ نَفۡسًا فَكُلُوۡهُ هَنِيۡٓــًٔـا مَّرِیۡٓـــٴًﺎ

"Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati." (QS An-Nisa Ayat 4)

Mengutip dari laman Institut Agama Islam (IAI) An Nur Lampung, para Ulama menyebutkan bahwa mahar yang berupa harta dapat berbentuk tiga hal yaitu:
1. Tsaman (ثَمَن) atau uang yang dapat digunakan untuk membeli sesuatu.
2. Mutsamman (مُثَمَّن) atau benda/barang yang memiliki nilai jual.
3. Ujrah (أُجْرَة) atau upah (honor) atas suatu jasa pekerjaan tertentu.

1. Mahar Berupa Tsaman atau Uang
Para ulama sepakat bahwa bentuk mahar yaitu berupa uang (tsaman) yang biasa digunakan untuk membeli sesuatu. Dalam Hadis disebutkan bahwa mahar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam saat menikah sebesar 500 Dirham.

Dari Abu Salamah bin Abdurrahman, bahwa dia berkata: Aku pernah bertanya kepada Sayyidah Aisyah, istri Nabi: "Berapakah maskawin Rasulullah?" Dia menjawab: "Mahar beliau terhadap para istrinya adalah 12 uqiyah dan satu nasy. Tahukah kamu, berapakah satu Nasy itu?" Abu Salamah menjawab: "Tidak." Aisyah berkata: "1/2 Uqiyah, jumlahnya (total) sama dengan 500 Dirham. Demikianlah maskawin Rasulullah untuk masing-masing istri beliau." (HR. Muslim)

Dirham adalah mata uang perak yang biasa digunakan dalam perniagaan pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

2. Mahar Berupa Mutsamman atau Benda
Para ulama juga sepakat bahwa mahar boleh berbentuk mutsamman atau benda yang memiliki nilai jual. Hal ini dicontohkan para sahabat ketika menikah.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihat bekas kuning pada Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu, maka beliau bersabda: "Apa ini?" Abdurrahman menjawab: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku baru menikahi wanita dengan maskawin berupa emas seberat biji kurma." Lalu beliau bersabda: "Semoga Allah memberkati perkawinanmu, adakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing." (HR Al-Bukhari Muslim)

Dari Sahl bin Sa'd radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada seseorang: "Menikahlah meskipun maharnya hanya dengan cincin besi." (HR Al-Bukhari)

Para ulama mengatakan mengatakan di antara syarat mahar benda adalah benda yang memiliki nilai (mutamawwil), suci/ tidak najis (thohir), bermanfaat (muntafi' bihi), bisa diserahkan (maqdur) dan diketahui kadarnya (ma'lum).

3. Mahar Berupa Jasa (Ujroh)
Para ulama sepakat bahwa mahar dapat berwujud pemberian manfaat atas sesuatu kepada istri. Seperti mahar pernikahan Nabi Musa 'alaihissalam dengan putri Nabi Syuaib 'alaihissalam yang berupa jasa pekerjaan yang dilakukan oleh Nabi Musa.

Berkatalah dia (Syu’aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku 8 tahun dan jika kamu cukupkan 10 tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik." (QS. Al-Qashas: Ayat 27)

Namun para ulama berbeda pendapat terkait mahar dalam bentuk jasa yang diisyaratkan dalam hadis-hadis pernikahan sahabat. Mahar berupa jasa dinilai tidak memiliki nilai harta. Seperti mahar pernikahan Ummu Sulaim dan Abu Thalhah dalam riwayat An-Nasai, yang berupa keislamannya.

Imam Abu Ja'far ath-Thahawi (wafat 312 H) dalam kitabnya Syarah Ma'ani al-Atsar berkata: "Mahar Islam itu bukanlah mahar secara haqiqi. Namun maksudnya adalah maksud dari pernikahannya dengan tujuan keislamannya. Dengan demikian, maknanya adalah ia menikahinya agar memeluk agama Islam."

Mahar keislaman itu dibolehkan sebelum diwajibkannya mahar berupa harta dalam QS. An-Nisa' Ayat 4. Sebab, Abu Thalhah termasuk sahabat Anshor yang masuk Islam pada masa awal fase Madinah.

Mahar Berupa Hafalan Al-Qur'an
Begitu pula mahar pernikahan yang berupa bacaan Al-Qur'an. Hal ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim:

Dari Sahl bin Sa'd radhiyallahu 'anhu berkata. Ada seorang wanita datang kepada Rasulullah dan berkata: "Sesungguhnya aku menghibahkan diriku." Wanita itu berdiri agak lama, lalu seorang laki-laki pun berkata: "Nikahkahlah aku dengannya, jika memang Anda tidak berhasrat padanya." Beliau lantas bertanya: "Apakah kamu memiliki sesuatu untuk maharnya?" Laki-laki itu berkata: "Aku tidak punya apa-apa kecuali kainku ini." Beliau bersabda: "Jika kamu memberikannya, maka kamu duduk tidak berkain. Carilah sesuatu."

Laki-laki itu menjawab: "Aku tidak mendapatkan sesuatu." Beliau bersabda lagi: "Carilah, meskipun hanya berupa cincin besi." Namun laki-laki itu ternyata tak mendapatkan sesuatu, akhirnya beliau bertanya: "Apakah kamu hafal sesuatu dari Al-Qur'an? " Laki-laki itu menjawab: "Ya", yaitu Surat ini dan ini." Ia menyebutkannya. Maka beliau bersabda: "Sesungguhnya kami menikahkanmu dengan wanita itu dengan mahar hafalan Al-Qur'an-mu." (HR Al-Bukhari Muslim)

Dalam hadis ini terdapat dalil akan bolehnya mahar berupa pengajaran Al-Qur'an dan bolehnya mengambil upah dari mengajar Al-Qur'an.

Allahu A'lam

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2269 seconds (0.1#10.140)