Wali Nikah yang Wajib Diketahui Umat Muslim
loading...
A
A
A
Umat muslim wajib tahu siapa saja wali yang sah dalam pernikahan. Dalam Mazhab Syafi'i, rukun nikah terdiri dari lima yaitu, mempelai laki-laki dan perempuan, wali nikah, dua orang saksi dan shighat (ucapan ijab dan qabul).
Lalu siapakah wali yang paling utama dalam pernikahan? Dalam Kitab Matn Aby Syuja' (Kitab An Nikah) dijelaskan sebagai berikut:
قال المؤلف رحمه الله:
وأولى الولاة الأب ثم الجد ابو الأب ثم الأخ للأب والأم ثم الأخ للأب ثم ابن الأخ للأب والأم ثم ابن الأخ للأب ثم العم ثم ابنه على هذا الترتيب
"Wali yang paling utama adalah ayah kemudian kakek (ayahnya ayah) kemudian saudara seayah dan seibu, kemudian saudara seayah, kemudian anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah dan seibu, kemudian anak laki-laki dari saudara seayah, kemudian paman (dari ayah) kemudian anaknya paman."
Penjelasan:
Wali yang paling berhak untuk menikahkan seorang perempuan secara berurutan adalah:
1. Ayah. Jika ayah ada dan memenuhi syarat maka tidak sah jika diakadi oleh orang lain.
2. Kakek, ayahnya ayah. Sedangkan ayahnya ibu, dia tidak bisa menjadi wali.
3. Saudara laki-laki seayah dan seibu
4. Saudara laki-laki seayah
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah dan seibu
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah. Ini mencakup anak laki-laki dari anak laki-lakinya saudara laki-laki ke bawah.
7. Paman yaitu saudara dari ayah seayah dan seibu (syaqiq)
8. Paman yaitu saudara dari ayah seayah.
9. Anak laki-laki dari paman syaqiq (saudara dari ayah seayah dan seibu)
10. Anak laki-laki dari paman seayah. Ini termasuk anak laki-laki dari anaknya paman sampai ke bawah.
Untuk diketahui, seorang anak laki-laki tidak bisa menikahkan ibunya dengan sebab hubungan anak (bunuwwah).
قال المؤلف رحمه الله:
فإذا عدمت العصبات فالمولى المعتق ثم عصباته ثم الحاكم
"Apabila tidak ada ashobah maka tuan yang memerdekakan kemudian ashobahnya tuan yang memerdekan kemudian hakim."
Penjelasan:
Jika tidak ada ashobah (ahli waris) dari nasab, maka walinya adalah:
1. Tuan yang memerdekakan, yaitu laki-laki yang telah memerdekakannya, jika perempuan maka yang jadi wali adalah wali dari perempuan yang memerdekakan tersebut.
2. Jika tidak ada maka ashobah dari tuan yang memerdekakan.
3. Jika seluruhnya tidak ada maka walinya adalah hakim, baik hakim 'amm (umum) atau khosh seperti Qodli.
Wallahu A'lam
Lalu siapakah wali yang paling utama dalam pernikahan? Dalam Kitab Matn Aby Syuja' (Kitab An Nikah) dijelaskan sebagai berikut:
قال المؤلف رحمه الله:
وأولى الولاة الأب ثم الجد ابو الأب ثم الأخ للأب والأم ثم الأخ للأب ثم ابن الأخ للأب والأم ثم ابن الأخ للأب ثم العم ثم ابنه على هذا الترتيب
"Wali yang paling utama adalah ayah kemudian kakek (ayahnya ayah) kemudian saudara seayah dan seibu, kemudian saudara seayah, kemudian anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah dan seibu, kemudian anak laki-laki dari saudara seayah, kemudian paman (dari ayah) kemudian anaknya paman."
Penjelasan:
Wali yang paling berhak untuk menikahkan seorang perempuan secara berurutan adalah:
1. Ayah. Jika ayah ada dan memenuhi syarat maka tidak sah jika diakadi oleh orang lain.
2. Kakek, ayahnya ayah. Sedangkan ayahnya ibu, dia tidak bisa menjadi wali.
3. Saudara laki-laki seayah dan seibu
4. Saudara laki-laki seayah
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah dan seibu
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah. Ini mencakup anak laki-laki dari anak laki-lakinya saudara laki-laki ke bawah.
7. Paman yaitu saudara dari ayah seayah dan seibu (syaqiq)
8. Paman yaitu saudara dari ayah seayah.
9. Anak laki-laki dari paman syaqiq (saudara dari ayah seayah dan seibu)
10. Anak laki-laki dari paman seayah. Ini termasuk anak laki-laki dari anaknya paman sampai ke bawah.
Untuk diketahui, seorang anak laki-laki tidak bisa menikahkan ibunya dengan sebab hubungan anak (bunuwwah).
قال المؤلف رحمه الله:
فإذا عدمت العصبات فالمولى المعتق ثم عصباته ثم الحاكم
"Apabila tidak ada ashobah maka tuan yang memerdekakan kemudian ashobahnya tuan yang memerdekan kemudian hakim."
Penjelasan:
Jika tidak ada ashobah (ahli waris) dari nasab, maka walinya adalah:
1. Tuan yang memerdekakan, yaitu laki-laki yang telah memerdekakannya, jika perempuan maka yang jadi wali adalah wali dari perempuan yang memerdekakan tersebut.
2. Jika tidak ada maka ashobah dari tuan yang memerdekakan.
3. Jika seluruhnya tidak ada maka walinya adalah hakim, baik hakim 'amm (umum) atau khosh seperti Qodli.
Wallahu A'lam
(rhs)