Abdul Malik: Putra Umar bin Abdul Aziz, Inti Kalung di Antara 14 Saudaranya
loading...
A
A
A
Menjadi teranglah hati Umar, tenanglah jiwa beliau dan hilanglah rasa gelisah yang menyelimuti hatinya.
Surat Umar kepada Abdul Malik
Abdul Malik lebih memilih hidup di bumi ribath (perbatasan untuk menjaga serangan musuh) dan menetap di salah satu desa yang dekat dengannya daripada tinggal di Syam. Beliau menuju ke sana dan beliau tinggalkan Damaskus yang penuh dengan taman yang subur, pepohonan yang rindang dan sungai-sungai yang indah.
Ayahanda beliau -kendati telah mengetahui betul akan kesalehan dan ketakwaannya- masih merasa khawatir jika anaknya tergelincir oleh tipu daya setan, amat mendambakan jika anaknya senantiasa menjadi pemuda yang tegar. Beliau selalu ingin mengetahui urusannya selagi mampu mengetahuinya. Beliau sama sekali tidak meremehkan urusan ini.
Maimun bin Mahran, menteri Umar bin Abdul Aziz sekaligus penasihat yang membantu beliau, bercerita:
Aku menemui Umar bin Abdul Aziz sedangkan aku lihat beliau tengah menulis surat yang ditujukan untuk putra beliau Abdul Malik. Beliau bermaksud menasehati putranya, memberikan pengarahan, peringatan dan kabar gembira. Di antara yang beliau tulis adalah :
"Amma ba'du, sesungguhnya orang yang paling berhak menjaga dan memahami perkataanku adalah engkau. Dan sesungguhnya Allah ta'ala -alhamdulillah- telah mengaruniakan kebaikan kepada kita sejak kecil hingga sekarang. Maka ingatlah wahai anakku akan karunia Allah kepadamu dan juga kepada kedua orang tuamu. Jauhilah olehmu sifat takabur dan merasa besar, karena hal itu adalah perbuatan setan, sedangkan setan adalah musuh yang nyata bagi orang-orang beriman."
"Ketahuilah, sesungguhnya aku mengirim surat ini untukmu bukan karena aku mendengar suatu berita tentangmu, aku tidak mendengar berita tentangmu kecuali yang baik-baik. Hanya saja telah sampai kepadaku tentang kebanggaanmu terhadap dirimu. Seandainya rasa ujub ini muncul pada dirimu hingga menyebabkan aku tidak menyukainya, maka engkau akan melihat sesuatu yang tidak kau sukai dariku."
Maimun berkata : "Kemudian Umar menoleh kepadaku dan berkata : "Wahai Maimun, sesungguhnya dalam pandangan mataku Abdul Malik begitu baik, namun aku khawatir jika kecintaanku kepadanya mengalahkan pengetahuanku terhadapnya, sehingga aku menempatkan diriku seperti orang tua yang buta, pura-pura tidak tahu terhadap kekurangan anaknya."
Maka datanglah kepadanya, selidikilah keadaannya dan lihatlah apakah engkau melihat tanda-tanda kesombongan dan kebanggaan pada dirinya? Karena dia masih terlalu muda, belum tentu aman dari tipu daya setan."
Maimun berkata : "Maka aku melakukan perjalanan menemui Abdul Malik hingga bertemu dengannya. Aku meminta izin lalu masuk. Ternyata dia adalah seorang pemuda yang masih belia, pemuda yang gagah, tampan dan tawadhu', dia duduk di atas alas dari rambut. Dia mendekat kepadaku kemudian berkata:
Abdul Malik: "Aku telah mendengar ayah menyebut-nyebut kebaikan anda, saya berharap agar Allah memberikan manfaat karena anda."
Maimun: "Bagaimanakah keadaan anda hari ini?"
Abdul Malik: "Mendapatkan keyakinan dan nikmat dari Allah subhanahu wa ta'ala. Hanya saja aku takut jika terpedaya oleh sikap husnudzhan ayah kepadaku, padahal saya belum mencapai keutamaan sebagaimana yang beliau duga. Aku khawatir jika kecintaan beliau kepadaku telah mengalahkan pengetahuan beliau tentang diriku, sehingga hal itu menjadi bencana bagiku."
Maimun: (aku sungguh heran bagaimana keduanya bisa sepakat pemikirannya) "Beritahukanlah kepadaku, darimana engkau mencari nafkah?"
Abdul Malik: "Dari hasil bumi yang telah aku beli dari orang yang mendapatkan warisan dari ayahnya, aku membayarnya dengan uang yang tidak ada syubhat di dalamnya. Dengannya aku dapat mencukupi kebutuhanku."
Maimun: "Apa yang kau makan setiap harinya?"
Abdul Malik: "Sehari daging, sehari adas dan sehari makan cuka dan zaitun, dengan ini cukup untuk hidup."
Maimun: "Apakah engkau merasa bangga dengan keadaanmu?"
Abdul Malik: "Begitulah pada awalnya, namun manakala ayah menasihatiku dan memberikan pengertian kepadaku dan mengingatkan akan kekuranganku, maka Allah memberikan manfaat kepadaku dengannya, semoga Allah membalas kebaikan ayah dengan balasan yang baik."
Surat Umar kepada Abdul Malik
Abdul Malik lebih memilih hidup di bumi ribath (perbatasan untuk menjaga serangan musuh) dan menetap di salah satu desa yang dekat dengannya daripada tinggal di Syam. Beliau menuju ke sana dan beliau tinggalkan Damaskus yang penuh dengan taman yang subur, pepohonan yang rindang dan sungai-sungai yang indah.
Ayahanda beliau -kendati telah mengetahui betul akan kesalehan dan ketakwaannya- masih merasa khawatir jika anaknya tergelincir oleh tipu daya setan, amat mendambakan jika anaknya senantiasa menjadi pemuda yang tegar. Beliau selalu ingin mengetahui urusannya selagi mampu mengetahuinya. Beliau sama sekali tidak meremehkan urusan ini.
Maimun bin Mahran, menteri Umar bin Abdul Aziz sekaligus penasihat yang membantu beliau, bercerita:
Aku menemui Umar bin Abdul Aziz sedangkan aku lihat beliau tengah menulis surat yang ditujukan untuk putra beliau Abdul Malik. Beliau bermaksud menasehati putranya, memberikan pengarahan, peringatan dan kabar gembira. Di antara yang beliau tulis adalah :
"Amma ba'du, sesungguhnya orang yang paling berhak menjaga dan memahami perkataanku adalah engkau. Dan sesungguhnya Allah ta'ala -alhamdulillah- telah mengaruniakan kebaikan kepada kita sejak kecil hingga sekarang. Maka ingatlah wahai anakku akan karunia Allah kepadamu dan juga kepada kedua orang tuamu. Jauhilah olehmu sifat takabur dan merasa besar, karena hal itu adalah perbuatan setan, sedangkan setan adalah musuh yang nyata bagi orang-orang beriman."
"Ketahuilah, sesungguhnya aku mengirim surat ini untukmu bukan karena aku mendengar suatu berita tentangmu, aku tidak mendengar berita tentangmu kecuali yang baik-baik. Hanya saja telah sampai kepadaku tentang kebanggaanmu terhadap dirimu. Seandainya rasa ujub ini muncul pada dirimu hingga menyebabkan aku tidak menyukainya, maka engkau akan melihat sesuatu yang tidak kau sukai dariku."
Maimun berkata : "Kemudian Umar menoleh kepadaku dan berkata : "Wahai Maimun, sesungguhnya dalam pandangan mataku Abdul Malik begitu baik, namun aku khawatir jika kecintaanku kepadanya mengalahkan pengetahuanku terhadapnya, sehingga aku menempatkan diriku seperti orang tua yang buta, pura-pura tidak tahu terhadap kekurangan anaknya."
Maka datanglah kepadanya, selidikilah keadaannya dan lihatlah apakah engkau melihat tanda-tanda kesombongan dan kebanggaan pada dirinya? Karena dia masih terlalu muda, belum tentu aman dari tipu daya setan."
Maimun berkata : "Maka aku melakukan perjalanan menemui Abdul Malik hingga bertemu dengannya. Aku meminta izin lalu masuk. Ternyata dia adalah seorang pemuda yang masih belia, pemuda yang gagah, tampan dan tawadhu', dia duduk di atas alas dari rambut. Dia mendekat kepadaku kemudian berkata:
Abdul Malik: "Aku telah mendengar ayah menyebut-nyebut kebaikan anda, saya berharap agar Allah memberikan manfaat karena anda."
Maimun: "Bagaimanakah keadaan anda hari ini?"
Abdul Malik: "Mendapatkan keyakinan dan nikmat dari Allah subhanahu wa ta'ala. Hanya saja aku takut jika terpedaya oleh sikap husnudzhan ayah kepadaku, padahal saya belum mencapai keutamaan sebagaimana yang beliau duga. Aku khawatir jika kecintaan beliau kepadaku telah mengalahkan pengetahuan beliau tentang diriku, sehingga hal itu menjadi bencana bagiku."
Maimun: (aku sungguh heran bagaimana keduanya bisa sepakat pemikirannya) "Beritahukanlah kepadaku, darimana engkau mencari nafkah?"
Abdul Malik: "Dari hasil bumi yang telah aku beli dari orang yang mendapatkan warisan dari ayahnya, aku membayarnya dengan uang yang tidak ada syubhat di dalamnya. Dengannya aku dapat mencukupi kebutuhanku."
Maimun: "Apa yang kau makan setiap harinya?"
Abdul Malik: "Sehari daging, sehari adas dan sehari makan cuka dan zaitun, dengan ini cukup untuk hidup."
Maimun: "Apakah engkau merasa bangga dengan keadaanmu?"
Abdul Malik: "Begitulah pada awalnya, namun manakala ayah menasihatiku dan memberikan pengertian kepadaku dan mengingatkan akan kekuranganku, maka Allah memberikan manfaat kepadaku dengannya, semoga Allah membalas kebaikan ayah dengan balasan yang baik."