Mencari Keberkahan dari Makanan yang Disajikan Sesuai Syariat
loading...
A
A
A
Saat Idul Fitri , umat Islam merayakannya dengan penuh suka cita. Hampir semua rumah menyediakan dan menyajikan berbagai makanan dan minuman, untuk disantap bersama dengan keluarga, kerabat atau tamu-tamu yang datang bersilaturahmi. Dalam Islam, makanan yang disajikan tersebut memberi berkah , tak hanya untuk yang menyajikan, namun yang memakannya pun akan mendapat berkah.
Tetapi tentu saja, makanan yang akan memberi berkah harus sesuai dengan tuntunan syariat. Nah, bagaimana sebenarnya untuk meraih keberkahan dari makanan ini? Ustadz Mubarak Bamualim, Lc, MHI membahasnya dalam kajian kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin, baru-baru ini. Berikut uraian ceramah dai yang rutin mengisi kajian di beberapa kanal dan televisi muslim ini;
Sebauh hadis dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Apabila ada sepotong makanan kalian yang jatuh, maka ambillah potongan makanan yang jatuh itu kemudian bersihkan dan makanlah. Dan janganlah orang itu membiarkan makanan tersebut untuk setan. Dan jangan dia mengeringkan tangannya dengan sapu tangan (tisu atau serbet) hingga dia menjilati jari jemarinya. Karena sesungguhnya dia tidak mengetahui pada bagian manakah dari makan dia itu yang disana terdapat berkah.” (HR. Muslim)
Jadi hadis ini menjelaskan kepada kita tentang tuntunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam yang mengajarkan untuk pandai mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga betul-betul kita manfaatkan rezeki yang diberikan oleh Allah ‘Azza wa Jalla kepada kita. Jangan kita remehkan, jangan kita bersikap tabdzir (boros), terkadang ada orang yang makanannya jatuh baru sebentar atau jatuh di tempat yang tidak ada kotorannya sama sekali, itu langsung dibuang. Padahal Islam melarang kita tabdzir.
Oleh karena itu kalau kita mempunyai makanan yang cukup, manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kalau misalnya seseorang tidak mau memakan makanan itu, sedekahkan kepada orang lain. Karena masih banyak orang-orang yang kurang makanannya. Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan dalam hadis ini supaya tidak menjadi orang yang mubadzir. Karena:
“Bahwa orang-orang yang tabdzir itu adalah saudara-saudara setan.” (QS. Al-Isra: 27)
Ini adalah adab yang pertama yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadis ini. Yaitu makanan yang terjatuh diambil, dibersihkan, dimakan. Kalau tidak ada kotoran, maka bisa langsung dimakan, tidak ada masalah.
Mengapa kita mengambil makanan yang terjatuh itu kemudian kita bersihkan lalu kita makan? Kata beliau:
“Dan jangan dia biarkan makanan itu untuk setan.”
Ini menunjukkan bahwa setan ketika ada makanan jatuh dan dibiarkan maka akan dimakan oleh setan. Setan tidak bisa mengambil makanan atau ikut serta dalam makanan kita kalau kita membaca Bismillah.
“Dan jangan dia membersihkan tangannya dengan sapu tangan atau dengan tisu, hingga dia menjilati jari jemarinya yang digunakan untuk makan itu (tangan kanannya).”
Apa alasannya? Yaitu karena dia tidak mengetahui pada bagian makanan manakah terdapat keberkahan. Jadi kita menghabiskan makanan itu untuk mendapatkan keberkahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Makanan yang berkah dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala apabila masuk dalam tubuh seseorang akan menjadi kekuatan baginya untuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebaliknya, makanan yang tidak ada berkahnya atau makanan dari hasil yang haram, ini akan menjadikan seorang yang makan itu ada kekuatan tetapi untuk maksiat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Makanya Imam Ibnul Qayyim Rahimahullahu Ta’ala dan ulama-ulama yang lainnya menyebutkan tentang pengaruh makanan yang halal terhadap tubuh manusia berkaitan dengan amal perbuatan manusia. Jika seseorang makan dari makanan yang halal kemudian dia menyebut nama Allah ketika memakannya, maka makanan-makanan itu akan menjadi kekuatan baginya dan dia terdorong untuk melaksanakan amal-amal kebaikan, amal-amal shalih.
Tetapi tentu saja, makanan yang akan memberi berkah harus sesuai dengan tuntunan syariat. Nah, bagaimana sebenarnya untuk meraih keberkahan dari makanan ini? Ustadz Mubarak Bamualim, Lc, MHI membahasnya dalam kajian kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin, baru-baru ini. Berikut uraian ceramah dai yang rutin mengisi kajian di beberapa kanal dan televisi muslim ini;
Sebauh hadis dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذا وَقَعَتْ لُقمَةُ أَحدِكُمْ، فَليَأْخُذْهَا فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أذىً وليَأْكُلْهَا، وَلاَ يدَعْها للشَّيطَانِ، وَلا يمسَحْ يَدهُ بِالمِنْدِيلِ حتَّى يَلعقَ أَصَابِعَهُ، فإِنه لاَ يَدرِي في أَيِّ طعامِهِ البركةُ
“Apabila ada sepotong makanan kalian yang jatuh, maka ambillah potongan makanan yang jatuh itu kemudian bersihkan dan makanlah. Dan janganlah orang itu membiarkan makanan tersebut untuk setan. Dan jangan dia mengeringkan tangannya dengan sapu tangan (tisu atau serbet) hingga dia menjilati jari jemarinya. Karena sesungguhnya dia tidak mengetahui pada bagian manakah dari makan dia itu yang disana terdapat berkah.” (HR. Muslim)
Jadi hadis ini menjelaskan kepada kita tentang tuntunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam yang mengajarkan untuk pandai mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga betul-betul kita manfaatkan rezeki yang diberikan oleh Allah ‘Azza wa Jalla kepada kita. Jangan kita remehkan, jangan kita bersikap tabdzir (boros), terkadang ada orang yang makanannya jatuh baru sebentar atau jatuh di tempat yang tidak ada kotorannya sama sekali, itu langsung dibuang. Padahal Islam melarang kita tabdzir.
Oleh karena itu kalau kita mempunyai makanan yang cukup, manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kalau misalnya seseorang tidak mau memakan makanan itu, sedekahkan kepada orang lain. Karena masih banyak orang-orang yang kurang makanannya. Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan dalam hadis ini supaya tidak menjadi orang yang mubadzir. Karena:
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Bahwa orang-orang yang tabdzir itu adalah saudara-saudara setan.” (QS. Al-Isra: 27)
Ini adalah adab yang pertama yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadis ini. Yaitu makanan yang terjatuh diambil, dibersihkan, dimakan. Kalau tidak ada kotoran, maka bisa langsung dimakan, tidak ada masalah.
Mengapa kita mengambil makanan yang terjatuh itu kemudian kita bersihkan lalu kita makan? Kata beliau:
،وَلاَ يدَعْها للشَّيطَانِ
“Dan jangan dia biarkan makanan itu untuk setan.”
Ini menunjukkan bahwa setan ketika ada makanan jatuh dan dibiarkan maka akan dimakan oleh setan. Setan tidak bisa mengambil makanan atau ikut serta dalam makanan kita kalau kita membaca Bismillah.
وَلا يمسَحْ يَدهُ بِالمِنْدِيلِ حتَّى يَلعقَ أَصَابِعَهُ
“Dan jangan dia membersihkan tangannya dengan sapu tangan atau dengan tisu, hingga dia menjilati jari jemarinya yang digunakan untuk makan itu (tangan kanannya).”
Apa alasannya? Yaitu karena dia tidak mengetahui pada bagian makanan manakah terdapat keberkahan. Jadi kita menghabiskan makanan itu untuk mendapatkan keberkahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Makanan yang berkah dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala apabila masuk dalam tubuh seseorang akan menjadi kekuatan baginya untuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebaliknya, makanan yang tidak ada berkahnya atau makanan dari hasil yang haram, ini akan menjadikan seorang yang makan itu ada kekuatan tetapi untuk maksiat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Makanya Imam Ibnul Qayyim Rahimahullahu Ta’ala dan ulama-ulama yang lainnya menyebutkan tentang pengaruh makanan yang halal terhadap tubuh manusia berkaitan dengan amal perbuatan manusia. Jika seseorang makan dari makanan yang halal kemudian dia menyebut nama Allah ketika memakannya, maka makanan-makanan itu akan menjadi kekuatan baginya dan dia terdorong untuk melaksanakan amal-amal kebaikan, amal-amal shalih.