Ashhabul Ukhdud: Kisah Pembakaran Orang-Orang Beriman Pra-Islam

Senin, 22 Juni 2020 - 05:00 WIB
loading...
A A A
Dan raja berkata kepadanya, “Apa yang telah dilakukan oleh orang-orang yang bersamamu tadi?”

Dia menjawab, “Allah yang Maha Tinggi telah menyelamatkanku dari kejahatan mereka.”

Lebih lanjut, pemuda itu berkata kepada raja, “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat membunuhku hingga kamu mengerjakan apa yang aku perintahkan kepadamu.” ( )

“Apa yang harus aku kerjakan?” tanya raja itu.

Pemuda itu menjawab, “Kamu harus mengumpulkan orang-orang di satu tanah lapang, lalu kamu menyalibku di sebuah batang pohon. Ambillah anak panah dari tempat anak panahku, letakkan pada busurnya, kemudian ucapkanlah, “Dengan menyebut nama Allah, Tuhan pemuda ini”. Lalu lepaskanlah anak panah itu ke arahku. “Sesungguhnya jika kamu telah melakukan hal itu, maka kamu akan dapat membunuhku”.



Raja itu pun menjalankan apa yang disampaikan pemuda itu. Ia kumpulkan orang-orang di satu tanah lapang. Dia menyalib pemuda di atas sebatang pohon, lalu mengambil satu anak panah dari tempat anak panah pemuda itu. Selanjutnya, dia meletakkan anak panah itu pada busurnya, kemudian mengucapkan Bismillahi rabbil ghulaam (dengan menyebut nama Allah, Tuhan pemuda ini). Dia pun melepaskan anak panah itu dan mengenai bagian pelipis. Pemuda itu meletakkan tangannya di pelipisnya dan ia pun meninggal dunia.



Mengomentari ini Syaikh ‘Umar Sulaiman al-Asyqor dalam Kisah-Kisah Shahih Dalam Al-Qur’an dan Sunnah, menyatakan jika ini terjadi pada saat sekarang, niscaya ada sebagian orang yang dangkal pemahamannya terhadap syariat yang menggugat perbuatan pemuda ini. Apakah dia boleh membeberkan cara membunuh dirinya kepada raja? Bukankah itu berarti bunuh diri? Mungkin sebagian orang yang minim ilmunya akan beranggapan demikian.



Guru Besar Universitas Islam Yordania ini mengingatkan bunuh diri adalah perbuatan seseorang yang putus asa dan berlari dari kehidupan. Lain dengan pemuda ini dan yang sepertinya, mereka mengorbankan diri mereka demi menyebarkan iman dan Islam, melawan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat, orang-orang kafir, dan orang-orang zalim.

"Pemuda ini tidak bodoh mencari mati. Dia rela mati dengan cara seperti ini, karena dia mencari iman manusia. Orang-orang selalu mengikuti perkembangan sepak terjangnya," jelasnya.

Pemuda ini, menurutnya, ingin membongkar tembok pembatas yang membuat rakyat takut menghadapi raja yang merusak. Ketakutan terhadap kematian menghalangi manusia mengikuti kebenaran dan menyuarakannya.


"Pemuda ini datang untuk memberi contoh bagi rakyat. Dia mengorbankan dirinya, padahal dia selalu terjaga dari raja dan para pengikutnya. Mereka tidak bisa sedikit pun mencelakainya, lalu dia membocorkan suatu cara yang dengannya raja bisa membunuhnya," ujarnya.

Hanya sesaat setelah pemuda itu mati, raja pun bernafas lega. Menurut perkiraannya, dia telah memadamkan fitnah dan mencabut akarnya. Tiba-tiba para prajuritnya tergopoh-gopoh melapor, "Apa yang engkau takutkan telah terjadi. Rakyat telah beriman."


Akhirnya, apa yang dicari dan diinginkan oleh pemuda itu telah terwujud. Pemuda ini telah merobohkan sekat penghalang yaitu rasa takut pada diri rakyat. Sekarang mereka tidak lagi peduli kepada raja dan bala tentaranya. Pengorbanan di jalan Allah menjadi impian orang-orang yang bertauhid.

“Tahukah engkau, apa yang engkau khawatirkan? Demi Allah, kekhawatiran itu sekarang telah menjadi kenyataan. Orang-orang telah beriman,” ujar prajuritnya.

ahi Munkar

Kemarahan raja memuncak melebihi batas-batasnya. Raja pun memerintahkan untuk membuat parit besar di setiap persimpangan jalan dan di parit itu supaya dinyalakan api. Raja berkata, “Barangsiapa tidak kembali kepada agamanya semula, maka lemparkanlah dia ke dalam parit itu.”

Atau akan dikatakan kepadanya, “Ceburkanlah dirimu”. Maka orang-orang pun melakukan hal tersebut, hingga datanglah seorang wanita bersama bayinya.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1676 seconds (0.1#10.140)