Sering Ucapkan Istighfar tapi Maksiat Jalan Terus, Bagaimana Ini?
loading...
A
A
A
Apakah istighfar bermanfaat bagi orang yang melakukannya, jika ia tetap menjalankan dosa, yang besar maupun kecil? Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengungkapkan bahwa para ahli suluk berbeda pendapat dalam masalah ini. Di antara mereka ada yang berpendapat, istighfar itu akan bermanfaat baginya secara mutlak, meskipun ia tidak mempunyai tekad untuk bertaubat .
Di antara mereka ada juga yang berkata, istighfarnya tersebut tidak bermanfaat sama sekali, hingga ia benar-benar bertaubat. Dan pihak yang lain memerinci ketentuan-ketentuan dan kondisi masing-masing.
"Aku adalah termasuk dalam kelompok yang ketiga ini," ujar Syaikh Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "at Taubat Ila Allah". Menurutnya, istighfar yang hanya diucapkan dengan lidah saja bermanfaat bagi orang yang beristighfar itu, jika diiringi dengan kesungguhan, kekhusyu'an dalam berdo'a, memohon dengan sangat dan merasakan kebutuhan yang amat besar akan maghfirah Allah SWT di waktu berikutnya.
Ia meminta kepada Allah SWT sebagai seorang hamba yang fakir, meminta kepada Tuannya yang Maha Kaya, dengan permintaan makhluk yang lemah kepada Sang Pencipta Yang Maha Perkasa, permohonan sosok yang kecil kepada Rabbnya yang Maha Besar, Yang rahmat-Nya mencakup segala hal, dan maghfirah-Nya menyelimuti semua orang.
Ketaatan manusia tidak membuat-Nya untung, dan maksiat mereka tidak mengurangi kekuasaan Allah SWT. Seorang hamba, jika ia beristighfar dengan semangat dan ruh seperti itu, maka istighfarnya tidak akan sia-sia.
Al-Qardhawi lalu menyebut di antara dalil-dalil sebagai berikut:
Pertama. seperti telah diungkapkan dari al-Qur'an dan hadis tentang keutamaan istighfar, ia ditampilkan dalam beragam bentuk dan secara mutlak tanpa pembatas, sehingga mencakup orang yang masih tetap menjalankan kemaksiatan dan pelanggaran lainnya, maka mengapa kita kemudian membatasinya dengan batasan: "sambil tidak terus menjalankan maksiat?"
Kedua, istighfar --meskipun hanya dengan lidah-- adalah kebaikan yang dapat menghapus keburukan, apalagi jika disertai dengan permohonan yang sangat.
Imam al-Ghazali dalam "Ihya Ulumuddin" berkata, istighfar dengan lidah juga merupakan suatu kebaikan. Karena gerakan lidah beristighfar lebih baik dari pada ia melakukan ghibah atau berkata-kata yang tidak ada manfaatnya. Ia juga lebih utama dari pada sekadar diam. Keutamaannya itu akan tampak jika dibandingkan dengan diam itu. Namun ia akan nampak kurang nilainya jika dibandingkan dengan amal hati.
Oleh karena itu ada orang yang berkata kepada syaikhnya, Abi Utsman al Maghribi, sebagai berikut: "Lidahku sibuk berdzikir dan membaca al Quran, namun hatiku lalai! Mendengar hal itu ia berkomentar: bersyukurlah kepada Allah SWT, karena Dia menggerakan salah satu anggota badanmu untuk melakukan kebaikan, teruskanlah lidahmu untuk berzikir, jangan gunakan untuk keburukan, atau berkata yang tidak berguna!"
Baca juga: Sayyidah Rabiah al-Adawiyah: Istighfar Kita Butuh Istighfar Lagi
Ketiga, Allah SWT berjanji --dan janji Allah SWT adalah pasti-- bahwa Dia tidak akan menyia-nyiakan amal seorang, dan balasan bagi orang yang berbuat kebajikan. Seperti firman Allah SWT:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا
"Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan (nya) dengan baik." [ QS al Kahfi : 30]
وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
"Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan." [ QS Huud : 115]
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya." [ QS az-Zilzalah : 7]
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ ۖ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا
Di antara mereka ada juga yang berkata, istighfarnya tersebut tidak bermanfaat sama sekali, hingga ia benar-benar bertaubat. Dan pihak yang lain memerinci ketentuan-ketentuan dan kondisi masing-masing.
"Aku adalah termasuk dalam kelompok yang ketiga ini," ujar Syaikh Al-Qardhawi dalam bukunya berjudul "at Taubat Ila Allah". Menurutnya, istighfar yang hanya diucapkan dengan lidah saja bermanfaat bagi orang yang beristighfar itu, jika diiringi dengan kesungguhan, kekhusyu'an dalam berdo'a, memohon dengan sangat dan merasakan kebutuhan yang amat besar akan maghfirah Allah SWT di waktu berikutnya.
Ia meminta kepada Allah SWT sebagai seorang hamba yang fakir, meminta kepada Tuannya yang Maha Kaya, dengan permintaan makhluk yang lemah kepada Sang Pencipta Yang Maha Perkasa, permohonan sosok yang kecil kepada Rabbnya yang Maha Besar, Yang rahmat-Nya mencakup segala hal, dan maghfirah-Nya menyelimuti semua orang.
Ketaatan manusia tidak membuat-Nya untung, dan maksiat mereka tidak mengurangi kekuasaan Allah SWT. Seorang hamba, jika ia beristighfar dengan semangat dan ruh seperti itu, maka istighfarnya tidak akan sia-sia.
Al-Qardhawi lalu menyebut di antara dalil-dalil sebagai berikut:
Pertama. seperti telah diungkapkan dari al-Qur'an dan hadis tentang keutamaan istighfar, ia ditampilkan dalam beragam bentuk dan secara mutlak tanpa pembatas, sehingga mencakup orang yang masih tetap menjalankan kemaksiatan dan pelanggaran lainnya, maka mengapa kita kemudian membatasinya dengan batasan: "sambil tidak terus menjalankan maksiat?"
Kedua, istighfar --meskipun hanya dengan lidah-- adalah kebaikan yang dapat menghapus keburukan, apalagi jika disertai dengan permohonan yang sangat.
Imam al-Ghazali dalam "Ihya Ulumuddin" berkata, istighfar dengan lidah juga merupakan suatu kebaikan. Karena gerakan lidah beristighfar lebih baik dari pada ia melakukan ghibah atau berkata-kata yang tidak ada manfaatnya. Ia juga lebih utama dari pada sekadar diam. Keutamaannya itu akan tampak jika dibandingkan dengan diam itu. Namun ia akan nampak kurang nilainya jika dibandingkan dengan amal hati.
Oleh karena itu ada orang yang berkata kepada syaikhnya, Abi Utsman al Maghribi, sebagai berikut: "Lidahku sibuk berdzikir dan membaca al Quran, namun hatiku lalai! Mendengar hal itu ia berkomentar: bersyukurlah kepada Allah SWT, karena Dia menggerakan salah satu anggota badanmu untuk melakukan kebaikan, teruskanlah lidahmu untuk berzikir, jangan gunakan untuk keburukan, atau berkata yang tidak berguna!"
Baca juga: Sayyidah Rabiah al-Adawiyah: Istighfar Kita Butuh Istighfar Lagi
Ketiga, Allah SWT berjanji --dan janji Allah SWT adalah pasti-- bahwa Dia tidak akan menyia-nyiakan amal seorang, dan balasan bagi orang yang berbuat kebajikan. Seperti firman Allah SWT:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا
"Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan (nya) dengan baik." [ QS al Kahfi : 30]
وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
"Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan." [ QS Huud : 115]
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya." [ QS az-Zilzalah : 7]
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ ۖ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا