Benarkah Kerasnya Hati adalah Hukuman dari Allah?

Selasa, 17 Mei 2022 - 17:26 WIB
loading...
Benarkah Kerasnya Hati adalah Hukuman dari Allah?
jika Allah Taala menghukum atau jauh dari seseorang, maka dia akan diberi kekerasan hati sehingga tidak bisa menikmati lezatnya ibadah. Foto ilustrasi/ist
A A A
Ulama mengatakan, jika Allah Ta'ala menghukum atau jauh dari seseorang, maka dia akan diberi kerasnya hati sehingga tidak bisa menikmati lezatnya ibadah. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Al Fawa'id menjelaskan," Tidaklah seorang hamba dihukum dengan sebuah hukuman yang lebih buruk dibandingkan (dihukum) dengan kerasnya hati dan jauh dari Allah."

Hati juga yang menentukan keseimbangan kehidupan. Segala gerak-gerik manusia, baik yang zhahir maupun batin, dikendalikan oleh segumpal daging dalam tubuh. ‘Al-Qalbu’ sudah lumrah diterjemahkan dengan ‘hati’.


Sesuai dengan namanya maka hati selalu berubah-ubah dan berbolak-balik. Karena al-qalbu sendiri dalam bahasa Arab artinya berbolak-bailk. Itu terjadi dalam semua sisi kehidupan manusia, dari yang paling inti, yaitu keimanan sampai masalah remeh semisal selera makan atau lainnya. Iman tidaklah stabil sebagaimana ditegaskan oleh para ulama.

Banyak dalil yang menunjukkan hal ini. Di antaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam QS. Āli ‘Imrān: 173 :

"(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka.” Maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.“

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman dalam QS. Maryam ayat 76 :

"Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal shalih yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu dan lebih baik kesudahannya."

Kemudian ada sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam :

الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ


“Iman itu lebih dari tujuh puluh atau lebih dari enam puluh cabang. Yang paling utama adalah perkataan, ‘Laa Ilaaha Illa Allah’ dan yang terendah adalah membersihkan gangguan dari jalanan, sedang rasa malu itu adalah satu cabang dari keimanan.” (HR. al-Bukhari Muslim).

Hadis yang mulia ini menjelaskan bahwa iman memiliki cabang-cabang, ada yang tertinggi dan ada yang terendah . Cabang-cabang iman ini bertingkat-tingkat dan tidak berada dalam satu derajat dalam keutamaannya, bahkan sebagiannya lebih utama dari lainnya. Dan masih banyak dalil lainnya.

Hati yang condong dengan lafazh kalimat thayyibah, maka akan lembut. Maka hati dianjurkan untuk mencintai kalimat thayyibah dan mencintai orang yang suka melafazhkan kalimat tauhid itu.

Hati yang condong kepada Allah itu wajib. Tapi hati yang cintanya terlalu condong kepada sesama manusia, ini dilarang karena akan menyebabkan hati menjadi keras dan melupakan Allah Ta'ala.

Sabda Rasululullah :

أَحْبِبْ حَبِيْبَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُوْنَ بَغِيْضَكَ يَوْمًا مَا وَأَبْغِضْ بَغِيْضَكَ هَوْنًا مَا عَسَى أَنْ يَكُوْنَ حَبِيْبَكَ يَوْمًا ماَ


“Cintailah kekasihmu sekadarnya saja karena bisa jadi akan menjadi orang yang engkau benci. Dan bencilah orang sekadarnya saja, karena bisa jadi akan menjadi orang yang engkau cintai.” (Shahih, HR. at-Tirmidzi).



Wallahu 'alam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1669 seconds (0.1#10.140)