Awal Mula Perilaku Kaum Sodom, dari Tahayul sampai Iblis yang Menyamar

Senin, 23 Mei 2022 - 18:13 WIB
loading...
A A A
“Ayahku selalu memelukku saat aku hendak tidur,” jawabnya.

Si penjaga menjadi tidak tega, akhirnya dia berkata, “Ya sudah, sini kupeluk.”

Ketika sudah dipeluk, si anak membuat gerakan-gerakan yang membangkitkan syahwat orang itu, terus menerus hingga ketika hasratnya sudah terlihat, si anak mengajarkan apa yang harus dilakukannya, sampai akhinya perbuatan sodomi pertama dalam sejarah peradaban manusia pun terjadi.

Pagi harinya, ketika dia bangun, anak itu sudah tidak ada. Orang itu pun menceritakan segala sesuatu yang terjadi dengan berapi-api, dan mencontohkannya. Teman-temannya menjadi penasaran, hingga akhirnya mereka saling mencoba melakukannya juga.



Akhinya, hari demi hari, kerusakan moral itu menyebar luas dan menjadi kebiasaan. Iblis adalah yang pertama mengajarkan, lalu diteruskan oleh orang yang menggaulinya.

Tidak puas dengan itu, Iblis harus menyelesaikan misinya. Dia sekarang menjelma menjadi seorang wanita dan pergi memengaruhi kaum wanita sambil mengabarkan, “Sesungguhnya laki-laki kalian sudah saling suka sama suka, kalian sudah tidak dibutuhkan lagi.”

Iblis lalu mengajarkan hal baru kepada kaum wanita, hingga mereka merasa bisa saling mencukupi kebutuhan biologis mereka satu dengan yang lainnya.

Ibnu Katsir mengatakan, dari sinilah pada awalnya hubungan seksual yang dilakukan di antara sesama laki-laki disebut dengan sodomi, Nama itu diambil dari nama sebuah kota, Sodom. Penduduk kota ini melakukannya secara terbuka dan tanpa malu-malu.

Bukan hanya itu, dalam sebuah riwayat dikatakan, mereka juga melakukannya dengan paksaan terhadap siapapun yang sedang melintasi kota tersebut.

Tercela
Perbuatan kaum Nabi Luth merupakan perilaku yang tercela. Disebutkan bahwa mereka suka menyetubuhi laki-laki dibanding menggauli wanita yang sudah dinikahi. Padahal, berhubungan dengan wanita yang sah memungkinkan bisa melahirkan keturunan dan meneruskan keberlangsungan hidup manusia.

Hingga ayat tersebut diakhiri dengan lafadz مُسْرِفُونَ yang menurut Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsirul Wasith dimaknai bahwa perbuatan Kaum Luth benar-benar melampaui batas.

As-Sya’rawi menyampaikan bahwa Allah sudah menciptakan manusia dengan sedemikian rupa dan menjadikan syahwat dalam keadaan normal sehingga bermanfaat dan bernilai positif. Allah pun sudah menciptakan perempuan dengan rahim sebagai alat reproduksi sehingga selain sebagai penyalur syahwat juga yang paling utama ialah melanjutkan garis keturunan. Namun bila hasrat ini tidak disalurkan secara semestinya dan di luar kewajaran, maka itu dinamakan melampaui batas.

Hamka dalam Tafsir al-Azhar juga berkomentar bahwa laki-laki yang memiliki syahwat untuk bersetubuh dengan sesama laki-laki termasuk ke dalam katagori orang yang abnormal (di luar kebiasaan) yaitu kemanusiaannya sudah rusak.

(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0986 seconds (0.1#10.140)