Awal Mula Perilaku Kaum Sodom, dari Tahayul sampai Iblis yang Menyamar
loading...
A
A
A
Perilaku menyimpang yang dilakukan kaum Nabi Luth as ialah homoseksual atau memuaskan hasrat seksual dengan sesama jenis. Perilaku ini setidaknya disinggung dalam Al-Quran dan salah satunya terdapat pada Surat Al-A’raf ayat 80-81.
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ
إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ
“Dan (kami telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). Dan ingatlah tatkala Dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengajarkan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka) bukan kepada wanita, tetapi kamu adalah kaum yang melampaui batas”
Ali as-Shabuni dalam "Safwatut Tafsir" menjelaskan bahwa Nabi Luth menanyakan kepada kaumnya dengan menggunakan pertanyaan yang mencela yakni: ”Apakah kalian tega melakukan perbuatan yang nista dan belum pernah dilakukan oleh satu kelompok manusia manapun di muka bumi?”
Dalam Mu’jam Mufradat li Alfadz al-Quran, Ali as-Shabuni juga menjelaskan bahwa kata الْفَاحِشَةَ dengan segala bentuk turunannya disebut sebanyak 7 kali dalam Al-Quran. Ia menjelaskan bahwa al-faahisya bermakna segala perbuatan atau perkataan apa saja yang sangat keji.
Adapun lafaz الْفَاحِشَةَ pada ayat 80 menurut as-Sya’rawi dalam Tafsir as-Sya’rawi memaknai sebagai tambahan pada kekotoran berupa perbuatan homoseksual itu sendiri. Semisal seorang lelaki dan perempuan yang berzina di luar nikah, maka hal itu merupakan perbuatan kotor dan bila perbuatan itu dilakukan setelah menikah menjadi halal.
"Sedangkan, bila hubungan itu dilakukan pada sesama jenis, maka itulah yang dinamakan tambahan kekotoran/paling kotor dan terkutuk," ujar Mutawalli as-Sya’rawi.
Asal Usul
Selanjutnya, yang menjadi pertanyaan besar pada peristiwa Kaum Luth ialah darimana mereka memiliki perilaku tersebut?
Imam as-Suyuthi dalam kitabnya "Durul Manthur fi Tafsir bil Ma’thur" menukil riwayat Ibnu Abbas menyebut bahwa pada awalnya, kaum Sodom memiliki pohon dan kebun yang lebat buahnya. Akan tetapi, suatu ketika mereka tertimpa musim paceklik hingga kekurangan pangan.
Lalu sebagian mereka berkata bahwa musim paceklik ini disebabkan banyaknya orang asing yang berkunjung ke negeri Sodom. Oleh karenanya, apabila menemui orang asing tersebut maka “kumpulilah” dengan cara sodomi. Setelah itu niscaya mereka tidak akan datang lagi ke negeri ini.
Tak disangka, ternyata anjuran yang bersifat tahayul ini diikuti oleh Kaum Sodom hingga pada akhirnya menjadi kebiasaan bagi mereka.
Sementara itu, Muhammad Syahir Alaydrus dalam bukunya yang berjudul "Perjumpaan dengan Iblis" mengisahkan umat Nabi Luth AS termasuk kaum yang banyak dikaruniai kelebihan. Mereka suka bersatu dan bergotong-royong, dan biasa berangkat kerja bersama-sama, meninggalkan istri dan anak-anak mereka di rumah.
Iblis tidak menyukai hal itu, dan banyak upaya yang telah dilakukannya, namun kurang berhasil. Sungguh sulit menyesatkan kaum yang suka persatuan.
Akhirnya dia mendapatkan ide. Setiap kali mereka pulang kerja, hasil pekerjaan mereka dirusak dan dihancurkan oleh Iblis. Esok harinya mereka bertanya-tanya, siapa gerangan yang merusak pekerjaan mereka, membuat hari kemarin menjadi sia-sia, dan memperlambat produksi. Kerja mereka menjadi tidak efektif.
Mereka kesal sekali, sehingga mereka bersepakat bahwa jika pelakunya tertangkap, dia akan dijatuhkan hukuman berat. Pada hari-hari berikutnya Iblis menjelmakan dirinya menjadi seorang anak muda yang manis dan menawan sekali tampangnya.
Ketika kaum Luth pergi kerja keesokan harinya, mereka melihat anak itu, dan menyadari bahwa anak itulah pelakunya, maka langsung saja mereka mengejar dan menangkapnya. Dan setelah anak itu mengakui perbuatannya, mereka menjatuhinya hukuman mati.
Sambil pikir-pikir lebih jauh, mungkin supaya ketahuan siapa orangtua atau kerabatnya, atau supaya diadili lebih dahulu, mereka memutuskan untuk mengurung anak itu dan menggilir orang untuk menjaganya.
Malam itu juga, ketika sudah memasuki waktu tidur, anak itu pura-pura sedih dan berteriak meratap. Karena terganggu, dan mulai merasa kasihan, si penjaga menghampirinya sembari bertanya, “Ada apa denganmu?”
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ
إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ
“Dan (kami telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). Dan ingatlah tatkala Dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengajarkan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka) bukan kepada wanita, tetapi kamu adalah kaum yang melampaui batas”
Ali as-Shabuni dalam "Safwatut Tafsir" menjelaskan bahwa Nabi Luth menanyakan kepada kaumnya dengan menggunakan pertanyaan yang mencela yakni: ”Apakah kalian tega melakukan perbuatan yang nista dan belum pernah dilakukan oleh satu kelompok manusia manapun di muka bumi?”
Dalam Mu’jam Mufradat li Alfadz al-Quran, Ali as-Shabuni juga menjelaskan bahwa kata الْفَاحِشَةَ dengan segala bentuk turunannya disebut sebanyak 7 kali dalam Al-Quran. Ia menjelaskan bahwa al-faahisya bermakna segala perbuatan atau perkataan apa saja yang sangat keji.
Adapun lafaz الْفَاحِشَةَ pada ayat 80 menurut as-Sya’rawi dalam Tafsir as-Sya’rawi memaknai sebagai tambahan pada kekotoran berupa perbuatan homoseksual itu sendiri. Semisal seorang lelaki dan perempuan yang berzina di luar nikah, maka hal itu merupakan perbuatan kotor dan bila perbuatan itu dilakukan setelah menikah menjadi halal.
"Sedangkan, bila hubungan itu dilakukan pada sesama jenis, maka itulah yang dinamakan tambahan kekotoran/paling kotor dan terkutuk," ujar Mutawalli as-Sya’rawi.
Asal Usul
Selanjutnya, yang menjadi pertanyaan besar pada peristiwa Kaum Luth ialah darimana mereka memiliki perilaku tersebut?
Imam as-Suyuthi dalam kitabnya "Durul Manthur fi Tafsir bil Ma’thur" menukil riwayat Ibnu Abbas menyebut bahwa pada awalnya, kaum Sodom memiliki pohon dan kebun yang lebat buahnya. Akan tetapi, suatu ketika mereka tertimpa musim paceklik hingga kekurangan pangan.
Lalu sebagian mereka berkata bahwa musim paceklik ini disebabkan banyaknya orang asing yang berkunjung ke negeri Sodom. Oleh karenanya, apabila menemui orang asing tersebut maka “kumpulilah” dengan cara sodomi. Setelah itu niscaya mereka tidak akan datang lagi ke negeri ini.
Tak disangka, ternyata anjuran yang bersifat tahayul ini diikuti oleh Kaum Sodom hingga pada akhirnya menjadi kebiasaan bagi mereka.
Sementara itu, Muhammad Syahir Alaydrus dalam bukunya yang berjudul "Perjumpaan dengan Iblis" mengisahkan umat Nabi Luth AS termasuk kaum yang banyak dikaruniai kelebihan. Mereka suka bersatu dan bergotong-royong, dan biasa berangkat kerja bersama-sama, meninggalkan istri dan anak-anak mereka di rumah.
Iblis tidak menyukai hal itu, dan banyak upaya yang telah dilakukannya, namun kurang berhasil. Sungguh sulit menyesatkan kaum yang suka persatuan.
Akhirnya dia mendapatkan ide. Setiap kali mereka pulang kerja, hasil pekerjaan mereka dirusak dan dihancurkan oleh Iblis. Esok harinya mereka bertanya-tanya, siapa gerangan yang merusak pekerjaan mereka, membuat hari kemarin menjadi sia-sia, dan memperlambat produksi. Kerja mereka menjadi tidak efektif.
Mereka kesal sekali, sehingga mereka bersepakat bahwa jika pelakunya tertangkap, dia akan dijatuhkan hukuman berat. Pada hari-hari berikutnya Iblis menjelmakan dirinya menjadi seorang anak muda yang manis dan menawan sekali tampangnya.
Ketika kaum Luth pergi kerja keesokan harinya, mereka melihat anak itu, dan menyadari bahwa anak itulah pelakunya, maka langsung saja mereka mengejar dan menangkapnya. Dan setelah anak itu mengakui perbuatannya, mereka menjatuhinya hukuman mati.
Sambil pikir-pikir lebih jauh, mungkin supaya ketahuan siapa orangtua atau kerabatnya, atau supaya diadili lebih dahulu, mereka memutuskan untuk mengurung anak itu dan menggilir orang untuk menjaganya.
Malam itu juga, ketika sudah memasuki waktu tidur, anak itu pura-pura sedih dan berteriak meratap. Karena terganggu, dan mulai merasa kasihan, si penjaga menghampirinya sembari bertanya, “Ada apa denganmu?”