Tingkatan Zikrullah Para Wali dan Belajar dari Seekor Kucing

Rabu, 25 Mei 2022 - 16:58 WIB
loading...
Tingkatan Zikrullah Para Wali dan Belajar dari Seekor Kucing
Tingkatan zikrullah pertama, adalah tingkatan para wali. Tingkatan kedua, zikir golongan kanan. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Imam al-Ghazali menyebut ada dua tingkatan zikrullah . Tingkatan pertama, adalah tingkatan para wali yang pikiran-pikirannya seluruhnya terserap dalam perenungan dan keagungan Allah, dan sama sekali tidak menyisakan lagi ruang di hati mereka untuk hal-hal lain.

"Inilah tingkatan zikir, yang lebih rendah, karena ketika hati manusia sudah tetap dan anggota-anggota tubuhnya sedemikian terkendalikan oleh hatinya sehingga mereka menjauhkan diri dari tindakan-tindakan yang sebenarnya halal, maka ia sama sekali tak lagi butuh akan alat ataupun penjaga terhadap dosa-dosanya," ujar Imam Al-Ghazali dalam bukunya berjudul " Kimia Kebahagiaan " yang merupakan terjemahan dari buku aslinya The Alchemy of Happiness.



Terhadap zikir seperti inilah Nabi SAW berkata, "Orang yang bangun di pagi hari hanya dengan Allah di dalam pikirannya maka Allah akan menjaganya di dunia ini maupun di akhirat."

Beberapa di antara pezikir ini sampai sedemikian larut dalam ingatan akan Dia, sehingga, mereka tidak mendengarkan orang yang bercakap dengan mereka, tidak melihat orang berjalan di depan mereka, tetapi terhuyung-huyung seakan-akan melanggar dinding.

Al-Ghazali memberi contoh sebuah kisah hikmah. Seorang wali meriwayatkan bahwa suatu hari ia melewati tempat para pemanah sedang mengadakan perlombaan memanah. Agak jauh dari situ, seseorang duduk sendirian.

"Saya mendekatinya dan mencoba mengajaknya berbicara, tetapi dia menjawab, 'Mengingat Allah lebih baik daripada bercakap.

Saya bertanya, "Tidakkah anda kesepian?"

"Tidak," jawabnya, "Allah dan dua malaikat bersama saya."

Sembari menunjuk kepada para pemanah saya bertanya, "Mana di antara mereka yang telah berhasil menggondol gelar juara?"

"Orang yang telah ditakdirkan Allah untuk menggondolnya," jawabnya.

Kemudian saya bertanya, "Jalan ini datang dari mana?"

Terhadap pertanyaan ini dia mengarahkan matanya ke langit, kemudian bangkit dan pergi seraya berkata, "Ya Rabbi, banyak mahluk-Mu menghalang-halangi orang dari mengingat-Mu."



Wali Syibli suatu hari pergi mengunjungi sufi Tsauri. Didapatinya Tsauri sedang duduk tafakur sedemikian tenang sehingga tidak satu pun rambut di tubuhnya bergerak. Syibli pun bertanya kepadanya, "Dari siapa anda belajar mempraktikkan ketenangan tafakur seperti itu?"

Tsauri menjawab, "Dari seekor kucing yang saya lihat menunggu di depan lubang tikus dengan sikap yang bahkan jauh lebih tenang daripada yang saya lakukan."

Ibnu Hanif meriwayatkan, kepada saya diberitakan bahwa di kota Sur seorang syaikh dengan seorang muridnya selalu duduk dan larut di dalam zikrullah. Saya berangkat ke sana dan mendapati mereka berdua duduk dengan wajah menghadap ke Mekkah. Saya mengucapkan salam kepada mereka tiga kali, tapi mereka tidak menjawab.

Saya berkata, "Saya meminta dengan sangat, demi Allah, agar anda menjawab salam saya."

Yang lebih muda mengangkat kepalanya dan menjawab, "Wahai Ibnu Hanif, dunia ini hanya ada untuk waktu yang singkat saja. Dan dari waktu yang singkat itu hanya sedikit yang masih tersisa. Anda telah menghalang-halangi kami dengan menuntut agar kami membalas salam anda."

Ia kemudian menundukkan kepalanya kembali dan diam. Saya waktu itu merasa lapar dan haus, tetapi keingintahuan akan kedua orang itu membuat saya seakan lupa diri. Saya bersembahyang 'Ashar dan Maghrib bersama mereka, kemudian meminta mereka memberi nasehat-nasehat ruhaniah.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1543 seconds (0.1#10.140)