Kisah Harun Al-Rasyid di Bawah Ancaman Dinasti Idrisiyah dan Kekaisaran Carolingian
loading...
A
A
A
Pada tahun kedua, atau pada tahun 172 H, pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid , wilayah Dinasti Abbasiyah mendapat rongrongan baru dengan lahirnya Dinasti Idrisiyah di Maroko dan bangkitnya Kekaisaran Carolingian di Eropa Barat.
Akbar Shah Najeebabadi dalam buku berjudul "The History Of Islam" menceritakan Idris bin Abdullah bin Hasan bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib, berhasil mendirikan sebuah dinasti baru di Maroko yang bernama Dinasti Idrisiyah.
Idris bin Abdullah dan adiknya bernama Yahya bin Abdullah adalah anak keturunan Ali bin Abi Thalib yang berhasil meloloskan diri dari upaya pembantaian pasukan Abbasiyah terhadap keturunan Ali bin Abi Thalib pada masa pemerintahan Al-Hadi.
Setelah Idris bin Abdullah berhasil melarikan diri dari kejaran pasukan Khalifah Al-Hadi, dia kemudian pergi ke Mesir. Di sana dia mendapatkan bantuan dari tokoh setempat, dan kemudian melarikan diri lebih jauh ke daerah Maroko.
Maroko ketika itu adalah ujung terakhir wilayah Dinasti Abbasiyah di barat. Wilayah ini berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Bani Umayyah II di Andalusia .
Di tempat itu, Idris bin Abdullah diterima dengan tangan terbuka oleh masyarakat Barber yang merupakan suku asli Afrika Utara. Dia kemudian memimpin revolusi di Kota Dalilah dan berhasil menggulingkan kekuasaan Abbasiyah di wilayah tersebut.
Setelah itu dia mendapat bai’at dari masyarakat setempat untuk menjadi penguasa di sana. Idris bin Abdullah kemudian menyatakan merdeka dan memisahkan diri dari Dinasti Abbasiyah.
Dinasti yang didirikannya ini menjadi pemerintahan pertama yang didirikan oleh kekuatan politik Syiah, sebelum nanti akan bermutasi menjadi lebih kuat dalam wujud Dinasti Fatimiyah.
Mendengar bangkitnya kekuatan baru di Maroko, Harun Al-Rasyid seakan tidak menggubris. Tidak ada gerakan prajurit ataupun rencana ekspedisi militer. Tapi dia mengirim agen khusus bernama Sulaiman bin Jarir – atau yang oleh masyarakat Barber dikenal dengan nama Shumakh – untuk membunuh Idris bin Abdullah.
Hal pertama yang dilakukan oleh Shumakh ketika sampai di Maroko, adalah membaiat Idris dan menyatakan kebencian pada Harun Al-Rasyid. Ini dilakukannya untuk menarik simpati dari penguasa Idrisiyah.
Lambat laun, dia pun berhasil masuk dalam lingkaran istana Idris dan menjadi salah satu orang kepercayaannya. Cukup lama Shumakh menunggu waktu yang tepat untuk melakukan eksekusinya secara sempurna.
Baru di tahun 177 H, dia menemukan kesempatan tersebut. Suatu hari dia berhasil memasukkan racun ke minuman Idris yang mengakibatkannya meninggal dunia. Setelah misinya berhasil, Shumakh pun kembali ke Baghdad.
Akan tetapi, meski pun ditinggal mati oleh pendirinya, Dinasti Idrisiyah tetap berdiri. Kelak Idris bin Abdullah digantikan oleh putranya yang lahir dari wanita keturunan Barber. Anak itu juga bernama Idris seperti ayahnya.
Putranya ini berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga berhasil merebut Tunisia. Pada era Harun Al-Rasyid, wilayah terirorial Abbasiyah yang awalnya direbut dari Umayyah, pelan-pelan menyusut.
Kekaisaran Carolingian
Sementara itu, di tempat yang berbeda, tepatnya di daratan Eropa Barat, lahir sebuah imperium baru bernama Kekaisaran Carolingian. Kekaisaran ini didirikan oleh Charles Martel tokoh legendaris Eropa yang mencuat namanya setelah berhasil menghalau penetrasi Bani Umayyah dalam pertempuran di daerah Tours (Prancis sekarang) pada tahun 732 M.
Pertempuran bersejarah ini kemudian dikenal masyarakat barat dengan istilah “Battle of Tours”. Kemenangannya dalam Battle of Tours ini menjadi sumber inspirasi perlawanan bangsa Eropa yang ketika itu sudah pesimis dengan daya tahan mereka menghadapi gempuran kaum Muslimin yang terus berekspansi di selatan (Semenjung Iberia).
Setelah Battle of Tours, tidak terdengar lagi adanya rencana Bani Umayyah di Andalusia untuk meluaskan kekuasaanya di Eropa. Tidak mengherankan bila di kemudian hari, para sejarawan menganggap bahwa kemenangan Charles Martel dalam pertempuran ini tidak hanya menyelamatkan Eropa dari kooptasi kaum Muslimin, tapi juga menyelamatkan agama Kristen dari kepunahan.
Akbar Shah Najeebabadi dalam buku berjudul "The History Of Islam" menceritakan Idris bin Abdullah bin Hasan bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib, berhasil mendirikan sebuah dinasti baru di Maroko yang bernama Dinasti Idrisiyah.
Idris bin Abdullah dan adiknya bernama Yahya bin Abdullah adalah anak keturunan Ali bin Abi Thalib yang berhasil meloloskan diri dari upaya pembantaian pasukan Abbasiyah terhadap keturunan Ali bin Abi Thalib pada masa pemerintahan Al-Hadi.
Setelah Idris bin Abdullah berhasil melarikan diri dari kejaran pasukan Khalifah Al-Hadi, dia kemudian pergi ke Mesir. Di sana dia mendapatkan bantuan dari tokoh setempat, dan kemudian melarikan diri lebih jauh ke daerah Maroko.
Maroko ketika itu adalah ujung terakhir wilayah Dinasti Abbasiyah di barat. Wilayah ini berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Bani Umayyah II di Andalusia .
Di tempat itu, Idris bin Abdullah diterima dengan tangan terbuka oleh masyarakat Barber yang merupakan suku asli Afrika Utara. Dia kemudian memimpin revolusi di Kota Dalilah dan berhasil menggulingkan kekuasaan Abbasiyah di wilayah tersebut.
Setelah itu dia mendapat bai’at dari masyarakat setempat untuk menjadi penguasa di sana. Idris bin Abdullah kemudian menyatakan merdeka dan memisahkan diri dari Dinasti Abbasiyah.
Dinasti yang didirikannya ini menjadi pemerintahan pertama yang didirikan oleh kekuatan politik Syiah, sebelum nanti akan bermutasi menjadi lebih kuat dalam wujud Dinasti Fatimiyah.
Mendengar bangkitnya kekuatan baru di Maroko, Harun Al-Rasyid seakan tidak menggubris. Tidak ada gerakan prajurit ataupun rencana ekspedisi militer. Tapi dia mengirim agen khusus bernama Sulaiman bin Jarir – atau yang oleh masyarakat Barber dikenal dengan nama Shumakh – untuk membunuh Idris bin Abdullah.
Hal pertama yang dilakukan oleh Shumakh ketika sampai di Maroko, adalah membaiat Idris dan menyatakan kebencian pada Harun Al-Rasyid. Ini dilakukannya untuk menarik simpati dari penguasa Idrisiyah.
Lambat laun, dia pun berhasil masuk dalam lingkaran istana Idris dan menjadi salah satu orang kepercayaannya. Cukup lama Shumakh menunggu waktu yang tepat untuk melakukan eksekusinya secara sempurna.
Baru di tahun 177 H, dia menemukan kesempatan tersebut. Suatu hari dia berhasil memasukkan racun ke minuman Idris yang mengakibatkannya meninggal dunia. Setelah misinya berhasil, Shumakh pun kembali ke Baghdad.
Akan tetapi, meski pun ditinggal mati oleh pendirinya, Dinasti Idrisiyah tetap berdiri. Kelak Idris bin Abdullah digantikan oleh putranya yang lahir dari wanita keturunan Barber. Anak itu juga bernama Idris seperti ayahnya.
Putranya ini berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga berhasil merebut Tunisia. Pada era Harun Al-Rasyid, wilayah terirorial Abbasiyah yang awalnya direbut dari Umayyah, pelan-pelan menyusut.
Kekaisaran Carolingian
Sementara itu, di tempat yang berbeda, tepatnya di daratan Eropa Barat, lahir sebuah imperium baru bernama Kekaisaran Carolingian. Kekaisaran ini didirikan oleh Charles Martel tokoh legendaris Eropa yang mencuat namanya setelah berhasil menghalau penetrasi Bani Umayyah dalam pertempuran di daerah Tours (Prancis sekarang) pada tahun 732 M.
Pertempuran bersejarah ini kemudian dikenal masyarakat barat dengan istilah “Battle of Tours”. Kemenangannya dalam Battle of Tours ini menjadi sumber inspirasi perlawanan bangsa Eropa yang ketika itu sudah pesimis dengan daya tahan mereka menghadapi gempuran kaum Muslimin yang terus berekspansi di selatan (Semenjung Iberia).
Setelah Battle of Tours, tidak terdengar lagi adanya rencana Bani Umayyah di Andalusia untuk meluaskan kekuasaanya di Eropa. Tidak mengherankan bila di kemudian hari, para sejarawan menganggap bahwa kemenangan Charles Martel dalam pertempuran ini tidak hanya menyelamatkan Eropa dari kooptasi kaum Muslimin, tapi juga menyelamatkan agama Kristen dari kepunahan.