Bolehkah Lempar Jumrah dengan Batu Bekas Lontaran Orang Lain?

Senin, 27 Juni 2022 - 15:02 WIB
loading...
Bolehkah Lempar Jumrah dengan Batu Bekas Lontaran Orang Lain?
Melontar jumrah merupakan salah satu wajib haji. Foto/Ilustrasi: arabnews
A A A
Sebagian orang mengatakan tidak boleh melontar jumrah dengan batu yang telah digunakan melontar. Mereka yang berpendapat demikian memiliki tiga alasan.

Pertama, bahwa batu yang telah digunakan melontar jumrah seperti air yang telah digunakan untuk bersuci yang wajib. Kata mereka bahwa air yang telah digunakan bersuci yang wajib, maka hukumnya menjadi suci tetapi tidak mensucikan.

Kedua, seperti hamba sahaya yang telah dimerdekakan maka tidak boleh dimerdekakan lagi untuk membayar kifarat atau lainnya.

Ketiga, dengan mengatakan boleh menggunakan batu yang telah digunakan berarti memungkinkan semua orang yang haji melontar dengan satu batu. Di mana seseorang melontar dengan satu batu kemudian mengambilnya lagi dan melontar dengannya, lalu mengambilnya lagi dan melontar dengannya hingga sampai tujuh kali.

Kemudian datang orang kedua dan mengambil batu tersebut lalu melontar dengannya, kemudian di ambil lagi untuk melontar hingga sampai tujuh kali.



Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam buku berjudul "Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia" yang disusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad mengatakan bahwa sesungguhnya ketiga alasan tersebut jika dianalisa, maka kita dapatkan memiliki kelemahan sekali.

"Adapun terhadap alasan pertama, maka kami mengatakan tidak adanya koreksi dengan hukum asal. Bahwa mengatakan air yang telah digunakan untuk bersuci yang wajib menjadi “suci tidak mensucikan”, maka sesungguhnya tidak ada dalil atas demikian itu," katanya.

Sebab, menurut Al-Utsaimin, tidak memungkinkan memindahkan air dari sifatnya yang asli, yaitu suci, melainkan dengan dalil. Atas dasar ini maka air yang telah digunakan untuk bersuci yang wajib, maka dia tetap “suci dan mensucikan”.

"Jika tiada hukum asal yang menjadi sandaran maka batal hukum cabang yang diqiyaskannya," katanya.

Sedangkan alasan kedua, yakni mengqiyaskan batu yang dilontarkan dengan hamba sahaya yang dimerdekakan, maka demikian itu mengqiyaskan kepada sesuatu yang tidak ada kesamaan. "Sebab jika hamba sahaya telah dimerdekakan maka dia menjadi merdeka dan bukan hamba sahaya sehingga tidak ada tempat untuk memerdekakkan diri lagi," katanya.

Tidak demikian dengan batu, kata Al-Utsaimin, sebab ketika batu dilontarkan, maka dia juga masih tetap batu setelah dilontarkan. Sehingga tidak hilang arti karenanya dia layak untuk digunakan melontar.

"Karena itu jika hamba sahaya yang dimerdekakan menjadi budak lagi sebab alasan syar’i, maka dia boleh dimerdekakan untuk kedua kalinya," jelasnya.



Lalu tentang alasan ketiga, yaitu mengharuskan dari yang demikian untuk mencukupkan melontar dengan satu batu, "maka kami mengatakan, jika memungkinkan demikian itu maka akan ada."

Hanya saja, hal ini tidak mungkin dan tidak akan ada seseorang pun yang condong kepadanya karena banyaknya batu. Atas dasar itu maka jika jatuh dari tanganmu satu batu atau lebih banyak di sekitar tempat-tempat melontar, maka ambillah gantinya dari batu yang ada di sampingmu dan gunakanlah untuk melontar, walaupun kuat diduga bahwa batu itu telah digunakan untuk melontar maupun tidak," katanya.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dalam buku yang sama dan diterjemahkan oleh H Asmuni Solihan Zamaksyari Lc juga memolehkan melontar jumrah dengan batu yang terdapat di sekitar tempat melontar.

"Boleh. Sebab pada asalnya batu di sekitar tempat melontar tidak digunakan melontar. Adapun batu-batu yang terdapat dalam bak tempat melontar, maka tidak boleh digunakan untuk melontar," jawabnya.

Selama ini jamaah haji mengambil batu untuk melontar jumrah diambil dari Mina. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menjelaskan tapi jika seseorang mengambil batu pada hari Id dari Muzdalifah, maka diperbolehkan. Dan tidak disyariatkan mencuci batu tetapi langsung mengambilnya dari Mina atau Muzdalifah atau dari tanah haram yang lain.



Sedangkan ukuran batu adalah kira-kira sebesar kotoran kambing dan tidak berbentuk runcing seperti pelor. "Demikianlah yang dikatakan ulama fiqih," ujarnya.

Adapun cara melontar adalah sebanyak tujuh batu pada hari Id, yaitu Jumrah Aqabah saja. Sedangkan pada hari-hari tasyriq maka sebanyak 21 batu setiap hari, masing-masing tujuh lontaran untuk Jumrah Ula, tujuh lontaran untuk Jumrah Wustha, dan tujuh lontaran untuk Jumrah ‘Aqabah.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3284 seconds (0.1#10.140)