Sudah Mabrurkah Haji Anda? Melihat Kembali Jejak Kita di Arafah

Rabu, 13 Juli 2022 - 05:15 WIB
loading...
Sudah Mabrurkah Haji Anda? Melihat Kembali Jejak Kita di Arafah
Ketika engkau singgah di Arafah, apakah engkau telah sejenak untuk musyahadah kepada Tuhan? tanya Imam Junaid al-Baghdadi. Foto/Ilustrasi: muslim judicial council
A A A
Arafah adalah padang yang sangat luas dan gersang, di tempat inilah seluruh jamaah haji harus wukuf (berhenti) sampai terbenamnya matahari. Karena wukuf di Arafah termasuk salah satu rukun haji .

M Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Membumikan Al-Quran " menjelaskan bahwa secara harfiyah, wukuf berarti istirahat, selama wukuf di Arafah, manusia mestinya mengistirahatkan tenaga dan pikirannya dari aktivitas duniawi dengan melakukan kontemplasi ber-tafakkur kepada Allah.

Di Padang Arafah inilah semua jamaah haji berkumpul dan tidak ada diskriminasi baik yang kaya, miskin, pejabat, rakyat jelata, tanpa membedakan status jabatan dan status sosialnya. "Mereka semua sama di hadapan Allah dan yang membedakan adalah ketaqwaannya," ujar Quraish Shihab.



Suatu kali Imam Junaid Al-Baghdadi (220-298 H) mendapati seorang lelaki yang baru pulang haji . Beliau banyak bertanya. Salah satunya tentang Arafah.

“Ketika engkau singgah di Arafah, apakah engkau telah sejenak untuk musyahadah kepada Tuhan?” Imam Junaid al-Baghdadi.

“Tidak!” jawab lelaki itu.

“Berarti engkau tidak singgah di Arafah,” ujar Imam Junaid.

Sekadar mengingatkan, Imam Junaid Al-Baghdadi adalah seorang ulama besar yang semasa hidupnya bermukim di Baghdad. Nama lengkapnya Al-Junaid bin Muhammad bin al-Junaid Abu Qasim al-Qawariri al-Khazzaz al-Nahawandi Al-Baghdadi As-Syafi'i.

Beliau lahir di Nihawand, Persia, tetapi keluarganya bermukim di Baghdad, tempat ia belajar hukum Islam mazhab Syafi'i , dan akhirnya menjadi qadi kepala di Baghdad. Beliau mempelajari ilmu fiqih kepada Abu Tsur al-Kalbi yang merupakan murid langsung dari Imam Asy-Syafi'i.

Imam Junaid al-Baghdadi mengatakan bagi jamaah haji, ketika menginjakkan kaki di Arafah, singgahlah sejenak untuk musyahadah (bersaksi) kepada Tuhan. Jika itu tidak dilakukan, maka kata Imam Junaid Al-Baghdadi, dianggap belum berhaji.



Nilai Persamaan
Rasulullah SAW dalam salah satu khutbahnya bersabda: ”al-Hajju Arafah,” artinya orang yang beribadah haji harus kumpul (wukuf) di Arafah. Sehingga tidak sah haji bagi orang yang tidak wukuf di Arafah. Dan melalui hadis tersebut, Nabi SAW betul-betul menegaskan agungnya nilai persamaan manusia dan mengajak umatnya untuk menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia.

Jika tawaf bergerak atau berputar mengelilingi Kakbah, maka setelah kehidupan yang diwarnai dengan gerakan, ada suatu saat gerakan itu akan berhenti.

Semua manusia nantinya akan berhenti bergerak setelah mengalami kematian. Jantungnya akan berhenti berdetak, matanya akan berhenti berkedip, kaki dan tangannya akan berhenti melangkah dan berkeliat.

Tawaf dan sa’i, keduanya bermuatan filosofis. Tawaf berputar-putar mengelilingi Kakbah, sedangkan sa’i berjalan lurus. Pada tanggal 9 Dzulhijjah Allah menyatukan antara tawaf dengan sa’i di satu titik.

Pada hari itu semua jamaah haji berkumpul di satu titik untuk melakukan wukuf di Arafah, semua harus sudah dalam kondisi makrifat. Ketika berada di titik ma’rifat, laksanakan sekadar kewajibanmu, dan berikanlah kesempatan kepada Tuhan untuk bicara.

Muhammad Zuhri, dalam bukunya berjudul "Tasawuf Transformatif" mengatakan bagi tamu-tamu Allah yang diperkenankan bertemu dengan-Nya, maka akan menerima pesan-pesan Tuhan berupa ilham-Nya ke dalam hati: Ubahlah gaya hidupmu, gantilah cara hidupmu yang destruktif menjadi konstruktif.

"Inilah yang disebut hidayah, hanya dengan menemukkan hidayah, kehendaknya akan senantiasa searah dengan kehendak Allah," ujarnya.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2254 seconds (0.1#10.140)