Kisah Nabi Muhammad SAW Gelisah Menanti Wahyu yang Sempat Terhenti

Selasa, 19 Juli 2022 - 15:33 WIB
loading...
Kisah Nabi Muhammad SAW Gelisah Menanti Wahyu yang Sempat Terhenti
Rasulullah SAW sempat gelisah pada saat wahyu yang beliau nanti-nantikan tidak kunjung datang, hingga menurut beberapa riwayat beliau sedemikian gelisah, sampai-sampai konon beliau hampir saja mencelakakan dirinya. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Pada usia 40 tahun, yang disebut oleh Al-Qur'an surat Al-Ahqaf ayat 15 sebagai usia kesempurnaan, Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi. Ditandai dengan turunnya wahyu pertama Iqra' bismi Rabbik.

M Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran , Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" mengatakan bahwa sebelumnya beliau tidak pernah menduga akan mendapat tugas dan kedudukan yang demikian terhormat.

"Karena itu ditemukan ayat-ayat Al-Qur'an yang menguraikan sikap beliau terhadap wahyu dan memberi kesan bahwa pada mulanya beliau sendiri "ragu" dan gelisah mengenai hal yang dialaminya," ujar Quraish Shihab.



Dalam al-Quran Surat Yunus (10) ayat 94 mengisyaratkan bahwa, "Kalau engkau ragu terhadap apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca Kitab Suci sebelum kamu". ( QS Yunus [10] : 94).

Kegelisahan itu bertambah besar pada saat wahyu yang beliau nanti-nantikan tidak kunjung datang, hingga menurut beberapa riwayat beliau sedemikian gelisah, sampai-sampai konon beliau hampir saja mencelakakan dirinya.

Quraish Shihab menjelaskan rupanya Allah SWT bermaksud menjadikan beliau lebih merindukan lagi "sang kekasih dan firman-firman-Nya" agar semakin mantap cinta beliau kepada-Nya.

Surat Adh-Dhuha menyatakan sekelumit hal itu, sekaligus sekilas kedudukan beliau di sisi Allah. Surat ini turun berkenaan dengan kegelisahan Nabi Muhammad SAW karena ketidakhadiran Malaikat Jibril membawa wahyu setelah sekian kali sebelumnya datang.

"Demi adh-dhuha, dan malam ketika hening. Tuhanmu tidak meninggalkan kamu dan tidak pula membenci-(mu dan siapa pun)".



Matahari Sepenggalah
Mengapa adh-dhuha--yakni "matahari ketika naik sepenggalah"-- yang dipilih berkaitan dengan wahyu-wahyu yang diterima oleh Nabi SAW, atau apakah adh-dhuha ada kaitannya dengan ketidakhadiran wahyu-wahyu Ilahi?

Quraish Shihab mengatakan ketika matahari naik sepenggalah, cahayanya memancar menerangi seluruh penjuru. Cahayanya tidak terlalu terik, sehingga tidak menyebabkan gangguan sedikit pun, bahkan panasnya memberikan kesegaran, kenyamanan, dan kesehatan.

Di sini Allah SWT melambangkan kehadiran wahyu selama ini sebagai kehadiran cahaya matahari yang sinarnya demikian jelas, menyegarkan, dan menyenangkan. Sedangkan ketidakhadiran wahyu dinyatakan dengan kalimat, "Demi malam ketika hening."

Dari kedua hal yang bertolak belakang itu, Allah menafikkan dugaan atau tanggapan yang menyatakan bahwa Muhammad SAW telah ditinggalkan oleh Tuhannya, atau bahkan Tuhan telah membencinya.

Kehadiran malam tidak menjadikan seseorang boleh berkata bahwa matahari tidak akan terbit lagi, karena kenyataan sehari-hari membuktikan kekeliruan ucapan seperti itu. Nah, ketidakhadiran wahyu beberapa saat tidak dapat dijadikan alasan untuk menyatakan bahwa wahyu tidak akan hadir lagi atau Muhammad telah ditinggalkan oleh Tuhannya.

Ketidakhadiran antara lain menjadi isyarat kepada Nabi Muhammad SAW untuk beristirahat, karena "malam" dijadikan Tuhan sebagai waktu "beristirahat."



Dapat juga dikatakan bahwa ketidakhadiran wahyu justru pada saat Nabi Muhammad menanti-nantikannya, membuktikan bahwa wahyu adalah wewenang Tuhan sendiri.

Walaupun keinginan Nabi SAW meluap-luap menantikan kehadirannya, namun jika Tuhan tidak menghendaki, wahyu tidak akan datang. Ini membuktikan bahwa wahyu bukan merupakan hasil renungan atau bisikan jiwa.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1872 seconds (0.1#10.140)