Tragedi Karbala: Kisah Pasukan Yazid yang Membelot setelah Mendengar Pidato dan Doa Husein
loading...
A
A
A
Sayidina Husein meminta kudanya. Setelah duduk di atas punggung kuda, beliau kembali menghadap pasukan Kufah. Sambil meletakkan sebuah naskah Al-Qur’an di atas kepalanya Imam Husein berkata:
“Wahai penduduk Kufah, antara kita ada kitab suci Tuhan dan sunnah kakekku Rasulullah.Tahukah kalian bahwa pakaian yang melekat di tubuhku ini adalah pakaian Nabi? Tahukah kalian bahwa pedang dan perisai yang aku bawa adalah milik kakekku, Rasululah?”
Pasukan musuh membenarkan kata-kata Imam Husein. Menyaksikan itu beliau bertanya: “Kalau begitu, apa alasan kalian memerangiku?”
“Ketaatan kepada gubernur Ubaidillah bin Ziyad,” jawab mereka.
Mendengar jawaban itu, Imam berkata, “Celaka kalian yang telah berbaiat kepada orang seperti dia dan mengacungkan pedang ke arah kami. Celaka kalian yang memilih untuk menjadi pembela musuh-musuh Allah yang tidak akan berlaku adil terhadap kalian. Mengapa kalian justru memerangi keluarga Rasul di saat pedang kaum durjana menguasai kalian dan untuk selanjutnya orang-orang zalim itu akan mengotori dunia dengan kezaliman mereka."
"Celakalah kalian yang telah mencampakkan kitabullah dan mengubah-ubah kandungannya. Mengapa kalian patuh kepada para pengikut setan, pendosa, durjana dan pelanggar ajaran Rasul?"
"Mengapa kalian justru mengikuti mereka serta meninggalkan dan tidak membela kami, keluarga Rasul?"
"Demi Allah, bukan kali ini saja kalian melanggar sumpah setia. Kehidupan kalian sarat dengan pengkhianatan yang telah menyatu dengan kepribadian kalian."
"Ketahuilah bahwa Ibnu Ziyad telah memberiku dua pilihan. Kehinaan atau pembantaian. Kami tidak akan pernah memilih kehinaan. Sebab Allah, kaum mukiminin dan semua orang bijak tidak akan merelakanku memilih kehinaan. Mereka tidak akan menerima alasanku mengikuti orang-orang durjana itu."
"Kini aku bersama sanak keluarga dan sahabat-sahabatku yang berjumlah kecil ini bangkit untuk berjuang di jalan Allah dan siap untuk meneguk cawan syahadah."
"Wahai penduduk Kufah, ketahuilah bahwa setelah ini kalian tidak akan hidup lama. Inilah yang diberitahukan oleh ayahku dari kakekku Rasulullah. Wahai warga Kufah! pikirkanlah untuk selanjutnya selesaikan segera urusan ini."
"Ketahuilah bahwa Husein hanya berharap kepada Allah yang Maha Besar, sebab tak ada satupun makhluk yang hidup, kecuali seluruh urusan dan kehidupannya ada di tangan Allah. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.”
Kemudian Imam Husein membawakan bait-bait syair Farwat bin Masik Al-Muradi, salah seorang sahabat Nabi:
“Wahai kalian semua, jika kami menang itu sudah tradisi.
Namun jika kami hancur ketahuilah bahwa kami tidak akan kalah.
Jika kami berhasil membunuh, kemenangan ada pada kami, dan jika kami terbunuh kami tetap menang.
Kami bukanlah pengecut dan berhati lemah.
Kami adalah jawara dan pemberani.
Jika kami terbunuh berarti itulah saat kesyahidan dan pengorbanan kami.
Ketika kematian tidak menjemput suatu kaum, berarti ketika itu ia sedang merenggut kaum yang lain.”
Inilah hari yang ditentukan bagi kami dan para pembela kami.
Jika para tokoh dunia kekal kamipun pasti akan kekal, sebab kami adalah pemuka umat manusia.
Jika para pemimpin meninggalkan dunia ini menuju ke alam keabadian, kamipun juga akan berjalan menuju ke sana.”
Imam Husein mengangkat kedua tangannya dan berdoa: “Ya Allah, jangan kau siramkan hujan rahmat-Mu kepada kaum ini. Buatlah mereka hidup di bawah kekuasaan para durjana. Dudukkanlah budak dari Bani Tsaqif itu untuk menguasai mereka dan memberi mereka rasakehinaan. Engkau tahu bahwa Husein selalu berserah diri dan bertawakkal kepadaMu. Engkaulah tempat kami semua kembali.”
Sayidina Husein mengarahkan pembicaraannya kepada komandan pasukan musuh, Umar bin Saad: “Hei Umar! Apa engkau mengira dengan membunuhku engkau akan diangkat menjadi gubernur Ray dan Gurgaon?"
"Demi Allah engkau tidak akan mendapatkan impian itu. Kini lakukan apa maumu.Tapi ingat, bahwa setelah kematianku, engkau tidak akan mengalami saat bahagia sama sekali. Aku menyaksikan anak-anak kecil di Kufah yang bermain-main dan melempari kepalamu.”
“Wahai penduduk Kufah, antara kita ada kitab suci Tuhan dan sunnah kakekku Rasulullah.Tahukah kalian bahwa pakaian yang melekat di tubuhku ini adalah pakaian Nabi? Tahukah kalian bahwa pedang dan perisai yang aku bawa adalah milik kakekku, Rasululah?”
Pasukan musuh membenarkan kata-kata Imam Husein. Menyaksikan itu beliau bertanya: “Kalau begitu, apa alasan kalian memerangiku?”
“Ketaatan kepada gubernur Ubaidillah bin Ziyad,” jawab mereka.
Mendengar jawaban itu, Imam berkata, “Celaka kalian yang telah berbaiat kepada orang seperti dia dan mengacungkan pedang ke arah kami. Celaka kalian yang memilih untuk menjadi pembela musuh-musuh Allah yang tidak akan berlaku adil terhadap kalian. Mengapa kalian justru memerangi keluarga Rasul di saat pedang kaum durjana menguasai kalian dan untuk selanjutnya orang-orang zalim itu akan mengotori dunia dengan kezaliman mereka."
"Celakalah kalian yang telah mencampakkan kitabullah dan mengubah-ubah kandungannya. Mengapa kalian patuh kepada para pengikut setan, pendosa, durjana dan pelanggar ajaran Rasul?"
"Mengapa kalian justru mengikuti mereka serta meninggalkan dan tidak membela kami, keluarga Rasul?"
"Demi Allah, bukan kali ini saja kalian melanggar sumpah setia. Kehidupan kalian sarat dengan pengkhianatan yang telah menyatu dengan kepribadian kalian."
"Ketahuilah bahwa Ibnu Ziyad telah memberiku dua pilihan. Kehinaan atau pembantaian. Kami tidak akan pernah memilih kehinaan. Sebab Allah, kaum mukiminin dan semua orang bijak tidak akan merelakanku memilih kehinaan. Mereka tidak akan menerima alasanku mengikuti orang-orang durjana itu."
"Kini aku bersama sanak keluarga dan sahabat-sahabatku yang berjumlah kecil ini bangkit untuk berjuang di jalan Allah dan siap untuk meneguk cawan syahadah."
"Wahai penduduk Kufah, ketahuilah bahwa setelah ini kalian tidak akan hidup lama. Inilah yang diberitahukan oleh ayahku dari kakekku Rasulullah. Wahai warga Kufah! pikirkanlah untuk selanjutnya selesaikan segera urusan ini."
"Ketahuilah bahwa Husein hanya berharap kepada Allah yang Maha Besar, sebab tak ada satupun makhluk yang hidup, kecuali seluruh urusan dan kehidupannya ada di tangan Allah. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.”
Kemudian Imam Husein membawakan bait-bait syair Farwat bin Masik Al-Muradi, salah seorang sahabat Nabi:
“Wahai kalian semua, jika kami menang itu sudah tradisi.
Namun jika kami hancur ketahuilah bahwa kami tidak akan kalah.
Jika kami berhasil membunuh, kemenangan ada pada kami, dan jika kami terbunuh kami tetap menang.
Kami bukanlah pengecut dan berhati lemah.
Kami adalah jawara dan pemberani.
Jika kami terbunuh berarti itulah saat kesyahidan dan pengorbanan kami.
Ketika kematian tidak menjemput suatu kaum, berarti ketika itu ia sedang merenggut kaum yang lain.”
Inilah hari yang ditentukan bagi kami dan para pembela kami.
Jika para tokoh dunia kekal kamipun pasti akan kekal, sebab kami adalah pemuka umat manusia.
Jika para pemimpin meninggalkan dunia ini menuju ke alam keabadian, kamipun juga akan berjalan menuju ke sana.”
Imam Husein mengangkat kedua tangannya dan berdoa: “Ya Allah, jangan kau siramkan hujan rahmat-Mu kepada kaum ini. Buatlah mereka hidup di bawah kekuasaan para durjana. Dudukkanlah budak dari Bani Tsaqif itu untuk menguasai mereka dan memberi mereka rasakehinaan. Engkau tahu bahwa Husein selalu berserah diri dan bertawakkal kepadaMu. Engkaulah tempat kami semua kembali.”
Sayidina Husein mengarahkan pembicaraannya kepada komandan pasukan musuh, Umar bin Saad: “Hei Umar! Apa engkau mengira dengan membunuhku engkau akan diangkat menjadi gubernur Ray dan Gurgaon?"
"Demi Allah engkau tidak akan mendapatkan impian itu. Kini lakukan apa maumu.Tapi ingat, bahwa setelah kematianku, engkau tidak akan mengalami saat bahagia sama sekali. Aku menyaksikan anak-anak kecil di Kufah yang bermain-main dan melempari kepalamu.”