Peristiwa Muharram: Raja Firaun Tenggelam di Lautan, Mulutnya Disumpal oleh Malaikat Jibril dengan Lumpur
loading...
A
A
A
Pada tanggal 10 Muharram adalah kiamat bagi Fira'un . Ia ditakdirkan mati tenggelam bersama pasukannya di Laut Merah. Pada detik-detik kematiannya, Firaun menyadari kebenaran Nabi Musa dan hendak bertaubat. Malaikat Jibril menghalanginya dengan menyumpal mulut Firaun dengan lumpur laut.
Jibril sangat membenci Raja Firaun karena kesombongannya. Kisah tentang kebencian Jibril kepada Fir'aun tersebut diceritakan dalam hadis yang diriwayatkan Tirmidzi dalam Kitab Tafsir, bab dari surat Yunus, 4/287. (Hadis ini dishahih Sunan Tirmidzi).
Diriwayatkan, Jibril telah memberitahu Rasulullah SAW bahwa pada saat Firaun tenggelam dia berkata, "Aku percaya bahwa tidak ada tuhan selain Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil."
Lalu, Jibril menyumbat mulutnya dengan lumpur laut, sehingga dia tidak bisa berucap kalimat tauhid. "Wahai Muhammad, seandainya kamu melihatku mengambil lumpur laut, lalu aku suapkan di mulutnya karena aku takut rahmat mendapatinya," ujar Jibril kepada Rasulullah. Jibril khawatir dia meraih rahmat Allah dan tobatnya diterima.
Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur'an . Allah SWT berfirman:
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا ۖ حَتَّىٰ إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ
"Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". ( QS Yunus : 90)
Syaikh ‘Umar Sulaiman al-Asyqor dalam bukunya berjudul "Kisah-Kisah Shahih Dalam Al-Qur’an dan Sunnah" menuturkan, apa yang dilakukan oleh Jibril tidak lain karena kebenciannya yang sangat besar terhadap Firaun. Itu sebabnya Firaun tenggelam dalam kekufuran dan kerusakan.
Akhir Perjalanan
Sejumlah ulama tafsir mengatakan, ketika Firaun dan bala tentaranya mencari jejak Bani Israil, jumlah mereka saat itu sangat banyak. Ada yang mengatakan bahwa jumlah kuda mereka saja sekitar 100.000 dan jumlah pasukan Firaun secara keseluruhan tidak kurang dari 1.600.000 orang dengan persenjataan lengkap. Sedangkan jumlah Bani Israil yang bersama Nabi Musa hanya berjumlah 600.000 orang dengan perlengkapan seadanya.
Nasib Bani Israil kian di ujung tanduk manakala mereka sampai di tepi Laut Merah sedangkan di belakang mereka ada Firaun dan bala tentaranya yang siap menggempur. Nabi Musa yang pada saat itu berada di barisan belakang kelompok lantas maju ke depan, tepat di tepi pantai. Beliau berkata, “Di sinilah aku diperintahkan oleh Allah SWT.”
Bani Israil hanya bisa diam mematung seraya melihat lautan dan ombaknya yang melambai-lambai. Sebagian dari mereka khawatir bahwa ini adalah akhir perjalanan mereka, bahwa Firaun beserta tentaranya akan segera menyusul dan membinasakan mereka. Kondisi mencekam tersebut untungnya dapat diatasi dengan arahan Nabi Musa as.
Ketika Firaun beserta bala tentaranya mulai mendekat dengan segala macam senjata dan suasana semakin genting, Allah SWT kemudian berfirman kepada Nabi Musa sebagaimana tercatat dalam surat Asy-Syuara ayat 63: Lalu Kami wahyukan kepada Musa, “Pukullah laut itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu, dan setiap belahan seperti gunung yang besar.
Lautan pun terbelah layaknya dua buah ngarai yang di tengahnya ada jalan tak berujung. Allah SWT lantas memerintahkan Nabi Musa dan Bani Israil untuk melaluinya sesegera mungkin. Mereka senang sekaligus takjub dengan pemandangan luar biasa yang mereka lihat dan itu semua terjadi atas izin Allah SWT. Hal ini juga membuat keimanan dan kepercayaan mereka semakin mantap.
Setelah seluruh rombongan Bani Israil sampai di seberang, Nabi Musa awalnya ingin memukulkan tongkatnya lagi agar lautan kembali seperti sedia kala sehingga Firaun beserta bala tentaranya terhenti dan tidak bisa mengejar mereka. Namun hal ini dilarang Allah SWT melalui firman-Nya, “Dan biarkan laut itu tetap terbelah,” yakni biarkan apa adanya.
Ketika sampai di tepi pantai, awalnya Firaun sedikit ragu dan takut karena melihat fenomena yang begitu menakjubkan, yaitu terbelahnya laut. Namun setelah beberapa saat, sikap sombongnya kembali muncul. Ia berkata “Lihatlah oleh kalian semua bagaimana lautan ini terbelah supaya aku dapat menyusul para budakku yang melarikan diri dan membangkang dari negeriku.”
Firaun dan bala tentaranya kemudian melintasi lautan. Tatkala mereka berada di tengah-tengah, Allah SWT memerintahkan Nabi Musa untuk memukulkan tongkatnya ke laut dan beliau melakukannya. Maka tenggelamlah Firaun yang sombong itu beserta bala tentaranya, tidak ada seorangpun dari mereka yang selamat dari peristiwa tersebut.
Bukan Sembarang Raja
Firaun memang bukan sembarang raja. Ia tercatat sukses memimpin Mesir. Pembangunan infrastruktur maju pesat. Selama dinasti Firaun, Mesir mengalami puncak kejayaannya.
Firaun adalah gelar raja Mesir. Kerajaan Mesir diperintah selama sekitar tiga ribu tahun oleh puluhan dinasti. Satu dinasti terdiri atas sejumlah Firaun.
Firaun, yang oleh kegagahannya dan keberhasilannya dalam menjayakan negeri Mesir semasa Nabi Musa dilahirkan, telah berani menganggap dirinya paling berkuasa. Rakyat, yang pada mulanya terbius oleh kekaguman akan pemimpin hebat ini menerima saja segala tuntutan Firaun.
Akhirnya, Firaun menobatkan dirinya menjadi tuhan, atau maharaja, pembuat dan penentu hukum, maka semua keinginan dan titahnya menjadi undang-undang kerajaan Mesir ketika itu.
Rakyat akhirnya ditindas oleh Firaun, yang sudah mulai menganggap dirinya tidak pernah bersalah.
Ketika Musa, sesudah menerima wahyu, menyatakan kepada Fir'aun, bahwa tuhan satu-satunya yang benar dan paling berkuasa ialah Allah Pencipta seluruh alam, maka Fir'aun dengan bangganya menjawab: "Aku tidak menyangka, bahwa kalian masih punya tuhan selain diriku." ( QS 28 :38).
Kini telah ditemukan mumi Firaun dalam kondisi mulutnya menganga. Tentang Firaun yang mana yang ditemukan itu, Ali Akbar dalam buku berjudul "Arkeologi Al-Qur'an" (2020) menguraikan, para peneliti sejauh ini telah mengerucutkan kesimpulan pada dua nama, yakni Firaun Ramses II dan anaknya, Firaun Merneptah.
Menurutnya, yang pertama memerintah hingga tahun 1212 SM. Mumi atau jasadnya telah diteliti banyak ahli, termasuk Dr Maurice Bucaille, seorang ahli bedah asal Prancis, pada 1975-1976.
Firaun manapun yang dimaksud, menurut Ali, pada intinya Nabi Musa as diperkirakan hidup sekitar tahun 1212 SM. Ia sendiri berkeyakinan, Firaun yang memelihara dan membesarkan Nabi Musa diistananya ialah Ramses II.
Muhammad Imaduddin Abdulrahim (1931-2008) dalam buku "Kuliah Tauhid" yang diterbitkan oleh Pustaka-Perpustakaan Salman ITB (1980) memaparkan pada hakikatnya Firaun bukan tidak percaya akan adanya Allah Maha Pencipta langit dan bumi. Ia hanya terjangkit penyakit yang sengaja ditularkan oleh iblis, yaitu sombong atau bangga akan keturunan.
Firaun sebenarnya percaya akan adanya Allah Maha Pencipta, tapi di samping itu ia ingin mempertahankan statusnya sebagai satu-satunya pembuat dan penentu undang-undang (ilah) bagi negeri dan rakyat Mesir.
Oleh karena itu, konsep Tauhid yang ditawarkan Musa demi menegakkan kembali hak asasi manusia bagi kaum Yahudi ini telah dicemoohkan Firaun dan ditolaknya mentah-mentah.
Jibril sangat membenci Raja Firaun karena kesombongannya. Kisah tentang kebencian Jibril kepada Fir'aun tersebut diceritakan dalam hadis yang diriwayatkan Tirmidzi dalam Kitab Tafsir, bab dari surat Yunus, 4/287. (Hadis ini dishahih Sunan Tirmidzi).
Baca Juga
Diriwayatkan, Jibril telah memberitahu Rasulullah SAW bahwa pada saat Firaun tenggelam dia berkata, "Aku percaya bahwa tidak ada tuhan selain Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil."
Lalu, Jibril menyumbat mulutnya dengan lumpur laut, sehingga dia tidak bisa berucap kalimat tauhid. "Wahai Muhammad, seandainya kamu melihatku mengambil lumpur laut, lalu aku suapkan di mulutnya karena aku takut rahmat mendapatinya," ujar Jibril kepada Rasulullah. Jibril khawatir dia meraih rahmat Allah dan tobatnya diterima.
Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur'an . Allah SWT berfirman:
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا ۖ حَتَّىٰ إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ
"Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". ( QS Yunus : 90)
Syaikh ‘Umar Sulaiman al-Asyqor dalam bukunya berjudul "Kisah-Kisah Shahih Dalam Al-Qur’an dan Sunnah" menuturkan, apa yang dilakukan oleh Jibril tidak lain karena kebenciannya yang sangat besar terhadap Firaun. Itu sebabnya Firaun tenggelam dalam kekufuran dan kerusakan.
Akhir Perjalanan
Sejumlah ulama tafsir mengatakan, ketika Firaun dan bala tentaranya mencari jejak Bani Israil, jumlah mereka saat itu sangat banyak. Ada yang mengatakan bahwa jumlah kuda mereka saja sekitar 100.000 dan jumlah pasukan Firaun secara keseluruhan tidak kurang dari 1.600.000 orang dengan persenjataan lengkap. Sedangkan jumlah Bani Israil yang bersama Nabi Musa hanya berjumlah 600.000 orang dengan perlengkapan seadanya.
Nasib Bani Israil kian di ujung tanduk manakala mereka sampai di tepi Laut Merah sedangkan di belakang mereka ada Firaun dan bala tentaranya yang siap menggempur. Nabi Musa yang pada saat itu berada di barisan belakang kelompok lantas maju ke depan, tepat di tepi pantai. Beliau berkata, “Di sinilah aku diperintahkan oleh Allah SWT.”
Bani Israil hanya bisa diam mematung seraya melihat lautan dan ombaknya yang melambai-lambai. Sebagian dari mereka khawatir bahwa ini adalah akhir perjalanan mereka, bahwa Firaun beserta tentaranya akan segera menyusul dan membinasakan mereka. Kondisi mencekam tersebut untungnya dapat diatasi dengan arahan Nabi Musa as.
Ketika Firaun beserta bala tentaranya mulai mendekat dengan segala macam senjata dan suasana semakin genting, Allah SWT kemudian berfirman kepada Nabi Musa sebagaimana tercatat dalam surat Asy-Syuara ayat 63: Lalu Kami wahyukan kepada Musa, “Pukullah laut itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu, dan setiap belahan seperti gunung yang besar.
Lautan pun terbelah layaknya dua buah ngarai yang di tengahnya ada jalan tak berujung. Allah SWT lantas memerintahkan Nabi Musa dan Bani Israil untuk melaluinya sesegera mungkin. Mereka senang sekaligus takjub dengan pemandangan luar biasa yang mereka lihat dan itu semua terjadi atas izin Allah SWT. Hal ini juga membuat keimanan dan kepercayaan mereka semakin mantap.
Setelah seluruh rombongan Bani Israil sampai di seberang, Nabi Musa awalnya ingin memukulkan tongkatnya lagi agar lautan kembali seperti sedia kala sehingga Firaun beserta bala tentaranya terhenti dan tidak bisa mengejar mereka. Namun hal ini dilarang Allah SWT melalui firman-Nya, “Dan biarkan laut itu tetap terbelah,” yakni biarkan apa adanya.
Ketika sampai di tepi pantai, awalnya Firaun sedikit ragu dan takut karena melihat fenomena yang begitu menakjubkan, yaitu terbelahnya laut. Namun setelah beberapa saat, sikap sombongnya kembali muncul. Ia berkata “Lihatlah oleh kalian semua bagaimana lautan ini terbelah supaya aku dapat menyusul para budakku yang melarikan diri dan membangkang dari negeriku.”
Firaun dan bala tentaranya kemudian melintasi lautan. Tatkala mereka berada di tengah-tengah, Allah SWT memerintahkan Nabi Musa untuk memukulkan tongkatnya ke laut dan beliau melakukannya. Maka tenggelamlah Firaun yang sombong itu beserta bala tentaranya, tidak ada seorangpun dari mereka yang selamat dari peristiwa tersebut.
Bukan Sembarang Raja
Firaun memang bukan sembarang raja. Ia tercatat sukses memimpin Mesir. Pembangunan infrastruktur maju pesat. Selama dinasti Firaun, Mesir mengalami puncak kejayaannya.
Firaun adalah gelar raja Mesir. Kerajaan Mesir diperintah selama sekitar tiga ribu tahun oleh puluhan dinasti. Satu dinasti terdiri atas sejumlah Firaun.
Firaun, yang oleh kegagahannya dan keberhasilannya dalam menjayakan negeri Mesir semasa Nabi Musa dilahirkan, telah berani menganggap dirinya paling berkuasa. Rakyat, yang pada mulanya terbius oleh kekaguman akan pemimpin hebat ini menerima saja segala tuntutan Firaun.
Akhirnya, Firaun menobatkan dirinya menjadi tuhan, atau maharaja, pembuat dan penentu hukum, maka semua keinginan dan titahnya menjadi undang-undang kerajaan Mesir ketika itu.
Rakyat akhirnya ditindas oleh Firaun, yang sudah mulai menganggap dirinya tidak pernah bersalah.
Ketika Musa, sesudah menerima wahyu, menyatakan kepada Fir'aun, bahwa tuhan satu-satunya yang benar dan paling berkuasa ialah Allah Pencipta seluruh alam, maka Fir'aun dengan bangganya menjawab: "Aku tidak menyangka, bahwa kalian masih punya tuhan selain diriku." ( QS 28 :38).
Kini telah ditemukan mumi Firaun dalam kondisi mulutnya menganga. Tentang Firaun yang mana yang ditemukan itu, Ali Akbar dalam buku berjudul "Arkeologi Al-Qur'an" (2020) menguraikan, para peneliti sejauh ini telah mengerucutkan kesimpulan pada dua nama, yakni Firaun Ramses II dan anaknya, Firaun Merneptah.
Menurutnya, yang pertama memerintah hingga tahun 1212 SM. Mumi atau jasadnya telah diteliti banyak ahli, termasuk Dr Maurice Bucaille, seorang ahli bedah asal Prancis, pada 1975-1976.
Firaun manapun yang dimaksud, menurut Ali, pada intinya Nabi Musa as diperkirakan hidup sekitar tahun 1212 SM. Ia sendiri berkeyakinan, Firaun yang memelihara dan membesarkan Nabi Musa diistananya ialah Ramses II.
Muhammad Imaduddin Abdulrahim (1931-2008) dalam buku "Kuliah Tauhid" yang diterbitkan oleh Pustaka-Perpustakaan Salman ITB (1980) memaparkan pada hakikatnya Firaun bukan tidak percaya akan adanya Allah Maha Pencipta langit dan bumi. Ia hanya terjangkit penyakit yang sengaja ditularkan oleh iblis, yaitu sombong atau bangga akan keturunan.
Firaun sebenarnya percaya akan adanya Allah Maha Pencipta, tapi di samping itu ia ingin mempertahankan statusnya sebagai satu-satunya pembuat dan penentu undang-undang (ilah) bagi negeri dan rakyat Mesir.
Oleh karena itu, konsep Tauhid yang ditawarkan Musa demi menegakkan kembali hak asasi manusia bagi kaum Yahudi ini telah dicemoohkan Firaun dan ditolaknya mentah-mentah.
(mhy)