Ciri Istri Salihah dan Kisah Rabi'ah yang Mengagumkan
loading...
A
A
A
Perempuan terbaik tidak diukur dari kecantikan fisik, kemolekan tubuh, atau tingginya status sosial dan ekonomi. Cantiknya seorang istri manakala dirinya dipenuhi sifat kesalehan dan ketakwaan.
Setiap muslimah tentu ingin menjadi istri salihah kebanggaan suaminya. Berikut ini sekelumit kisah tentang istri salehah yang dapat kita jadikan hikmah.
Dalam Kitab 'Uqudul Lujain karya Syaikh Muhammad bin Umar An-Nawawi (Syaikh Nawawi Al-Bantani) disebutkan, ciri istri salihah adalah bilamana ia melakukan kesalahan terhadap suaminya, ia sangat menyesal dan segera meminta maaf dan memohon keridhoannya. Kesalahan itu ia sesali dan ia tangisi sepanjang hari, karena takut mendapat siksa dari Allah.
Tanda-tanda lain, ketika ia melihat suaminya sedang diliputi perasaan duka dan sedih, Maka ia menghibur dengan ungkapan: "Kalau yang kamu sedihkan berhubungan dengan urusan akhirat, sesungguhnya hal itu sangat menguntungkan bagimu. Tetapi jika yang kau sedihkan berhubungan dengan urusan dunia, sama sekali aku tidak membebanimu dengan perkara yang berat."
Kisah Rabiah yang Mengagumkan
Dikisahkan, Rabi'ah binti Ismail Asy-Syamsiah adalah istri seorang ulama sufi Suriah Syaikh Ahmad bin Abu Al-Huwari (wafat 230 Hijriyah). Suatu hari Rabi'ah memasak makanan yang enak diberi campuran aroma yang wangi. Suami Rabi'ah juga mempunyai istri yang lain.
Setelah masak dan menyantap makanan itu, Rabi'ah berkata pada suaminya: "Pergilah kamu ke istri yang lain dengan tenaga yang baru". Rabi'ah yang satu ini memang mirip dengan tokoh perempuan sufi Rabi'ah Adawiyah yang berdomisili di Bashrah.
Kebiasaan Rabi'ah Asy-Syamsiah setelah menunaikan sholat Isya selalu berdandan lengkap dengan busananya. Setelah itu baru mendekati tempat tidur suaminya. Ia kemudian menawarkan pada suaminya: "Apakah malam ini kamu membutuhkan kehadiranku atau tidak".
Jika suaminya sedang berhasrat untuk menggaulinya, maka ia melayaninya hingga puas. Kalau malam itu suaminya sedang tidak berminat menggaulinya, maka ia menukar pakaian yang ia kenakan tadi dan berganti dengan pakaian lain yang digunakan untuk beribadah. Malam itu ia tenggelam di tempat sholatnya hingga Subuh.
Rabi'ah Asy-Syamsiah bersuamikan Syaikh Ahmad merupakan pilihan Rabi'ah sendiri. Ia pula yang pertama-tama melamar Syaikh Ahmad agar berkenan memperistri dirinya.
Rabi'ah semula mempunyai suami yang kaya. Setelah kematian suaminya, ia memperoleh harta waris yang sangat besar. Ia merasa kesulitan menafkahkan harta itu. Mengingat ia seorang perempuan yang gerakannya terbatas, maka ia bermaksud melamar Syaikh Ahmad dengan tujuan agar dapat menghibahkan hartanya demi kepentingan Islam dan membantu orang-orang yang membutuhkan.
Rabi'ah Asy-Syamsiah memandang Syaikh Ahmad sebagai orang yang dapat menjalankan amanah, sedang Rabi'ah sendiri seorang yang adil. Ketika mendapat lamaran dari Rabi'ah, Syaikh Ahmad berkata: "Demi Allah, sesungguhnya aku tidak berminat lagi untuk menikah. Sebab aku ingin berkonsentrasi untuk beribadah."
Rabi'ah menjawab: "Syaikh Ahmad, sesungguhnnya kosentrasiku dalam beribadah lebih tinggi dari pada engkau. Aku sendiri sudah memutuskan untuk tidak menikah lagi, tetapi tujuanku menikah kali ini tidak lain agar dapat menghibahkan harta kekayaan yang kumiliki kepada saudara-saudara muslim dan untuk kepentingan Islam sendiri. Akupun mengerti bahwa engkau itu orang yang shalih, tapi justru dengan begitu aku akan memperoleh keridhoan dari Allah.
Syaikh Ahmad berkata: "Baiklah, tapi aku minta waktu. Aku hendak meminta izin dari Guruku". Lalu Syaikh Ahmad menghadap gurunya yakni Syaikh Abu Sulaiman Ad- Darani. Sebab gurunya itu dulu pernah melarang dirinya untuk menikah lagi.
Katanya: "Setiap orang yang menikah, sedikit atau banyak pasti akan terjadi perubahan atas dirinya".
Namun, setelah Abu Sulaiman mendapat penjelasan dari muridnya mengenai rencana mulia Rabi'ah, ia pun berkata: "Kalau begitu Nikahilah ia karena perempuan itu seorang Wali".
Demikian kisah Rabi'ah yang menakjubkan. Ia tak sungkan melamar seorang syaikh agar hartanya bisa diinfakkan di jalan Allah. Kalau bukan karena kesalehannya bisa jadi Rabi'ah akan menghabiskan sendiri harta kekayaannya.
Kisah-kisah seperti Rabi'ah ini sebenarnya cukup banyak terjadi pada masa lalu. Namun, pada masa sekarang sangat jarang dijumpai seorang wanita salihah yang kaya raya mau berkorban demi meraih ridha Allah. Semoga kisah ini bermanfaat.
Setiap muslimah tentu ingin menjadi istri salihah kebanggaan suaminya. Berikut ini sekelumit kisah tentang istri salehah yang dapat kita jadikan hikmah.
Dalam Kitab 'Uqudul Lujain karya Syaikh Muhammad bin Umar An-Nawawi (Syaikh Nawawi Al-Bantani) disebutkan, ciri istri salihah adalah bilamana ia melakukan kesalahan terhadap suaminya, ia sangat menyesal dan segera meminta maaf dan memohon keridhoannya. Kesalahan itu ia sesali dan ia tangisi sepanjang hari, karena takut mendapat siksa dari Allah.
Tanda-tanda lain, ketika ia melihat suaminya sedang diliputi perasaan duka dan sedih, Maka ia menghibur dengan ungkapan: "Kalau yang kamu sedihkan berhubungan dengan urusan akhirat, sesungguhnya hal itu sangat menguntungkan bagimu. Tetapi jika yang kau sedihkan berhubungan dengan urusan dunia, sama sekali aku tidak membebanimu dengan perkara yang berat."
Kisah Rabiah yang Mengagumkan
Dikisahkan, Rabi'ah binti Ismail Asy-Syamsiah adalah istri seorang ulama sufi Suriah Syaikh Ahmad bin Abu Al-Huwari (wafat 230 Hijriyah). Suatu hari Rabi'ah memasak makanan yang enak diberi campuran aroma yang wangi. Suami Rabi'ah juga mempunyai istri yang lain.
Setelah masak dan menyantap makanan itu, Rabi'ah berkata pada suaminya: "Pergilah kamu ke istri yang lain dengan tenaga yang baru". Rabi'ah yang satu ini memang mirip dengan tokoh perempuan sufi Rabi'ah Adawiyah yang berdomisili di Bashrah.
Kebiasaan Rabi'ah Asy-Syamsiah setelah menunaikan sholat Isya selalu berdandan lengkap dengan busananya. Setelah itu baru mendekati tempat tidur suaminya. Ia kemudian menawarkan pada suaminya: "Apakah malam ini kamu membutuhkan kehadiranku atau tidak".
Jika suaminya sedang berhasrat untuk menggaulinya, maka ia melayaninya hingga puas. Kalau malam itu suaminya sedang tidak berminat menggaulinya, maka ia menukar pakaian yang ia kenakan tadi dan berganti dengan pakaian lain yang digunakan untuk beribadah. Malam itu ia tenggelam di tempat sholatnya hingga Subuh.
Rabi'ah Asy-Syamsiah bersuamikan Syaikh Ahmad merupakan pilihan Rabi'ah sendiri. Ia pula yang pertama-tama melamar Syaikh Ahmad agar berkenan memperistri dirinya.
Rabi'ah semula mempunyai suami yang kaya. Setelah kematian suaminya, ia memperoleh harta waris yang sangat besar. Ia merasa kesulitan menafkahkan harta itu. Mengingat ia seorang perempuan yang gerakannya terbatas, maka ia bermaksud melamar Syaikh Ahmad dengan tujuan agar dapat menghibahkan hartanya demi kepentingan Islam dan membantu orang-orang yang membutuhkan.
Rabi'ah Asy-Syamsiah memandang Syaikh Ahmad sebagai orang yang dapat menjalankan amanah, sedang Rabi'ah sendiri seorang yang adil. Ketika mendapat lamaran dari Rabi'ah, Syaikh Ahmad berkata: "Demi Allah, sesungguhnya aku tidak berminat lagi untuk menikah. Sebab aku ingin berkonsentrasi untuk beribadah."
Rabi'ah menjawab: "Syaikh Ahmad, sesungguhnnya kosentrasiku dalam beribadah lebih tinggi dari pada engkau. Aku sendiri sudah memutuskan untuk tidak menikah lagi, tetapi tujuanku menikah kali ini tidak lain agar dapat menghibahkan harta kekayaan yang kumiliki kepada saudara-saudara muslim dan untuk kepentingan Islam sendiri. Akupun mengerti bahwa engkau itu orang yang shalih, tapi justru dengan begitu aku akan memperoleh keridhoan dari Allah.
Syaikh Ahmad berkata: "Baiklah, tapi aku minta waktu. Aku hendak meminta izin dari Guruku". Lalu Syaikh Ahmad menghadap gurunya yakni Syaikh Abu Sulaiman Ad- Darani. Sebab gurunya itu dulu pernah melarang dirinya untuk menikah lagi.
Katanya: "Setiap orang yang menikah, sedikit atau banyak pasti akan terjadi perubahan atas dirinya".
Namun, setelah Abu Sulaiman mendapat penjelasan dari muridnya mengenai rencana mulia Rabi'ah, ia pun berkata: "Kalau begitu Nikahilah ia karena perempuan itu seorang Wali".
Demikian kisah Rabi'ah yang menakjubkan. Ia tak sungkan melamar seorang syaikh agar hartanya bisa diinfakkan di jalan Allah. Kalau bukan karena kesalehannya bisa jadi Rabi'ah akan menghabiskan sendiri harta kekayaannya.
Kisah-kisah seperti Rabi'ah ini sebenarnya cukup banyak terjadi pada masa lalu. Namun, pada masa sekarang sangat jarang dijumpai seorang wanita salihah yang kaya raya mau berkorban demi meraih ridha Allah. Semoga kisah ini bermanfaat.
(rhs)