Surga yang Dihuni Adam dan Hawa, Kesejahteraan Sosial yang Didambakan Al-Qur'an
loading...
A
A
A
Sebagian pakar menyatakan bahwa kesejahteraan sosial yang didambakan Al-Qur'an tecermin dari surga yang dihuni oleh Adam dan Hawa , sesaat sebelum turunnya mereka melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi. Al-Qur'an telah menginformasikan bahwa sebelum Adam dan istrinya diperintahkan turun ke bumi, mereka terlebih dahulu ditempatkan di surga.
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran , Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" mengatakan surga diharapkan menjadi arah pengabdian Adam dan Hawa, sehingga bayang-bayang surga itu diwujudkannya di bumi, serta kelak dihuninya secara hakiki di akhirat. Masyarakat yang mewujudkan bayang-bayang surga itu adalah masyarakat yang berkesejahteraan.
Kesejahteraan surgawi dilukiskan antara lain dalam peringatan Allah kepada Adam: "Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali jangan sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang akibatnya engkau akan bersusah payah. Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di sini (surga), tidak pula akan telanjang, dan sesungguhnya engkau tidak akan merasa dahaga maupun kepanasan". ( QS Thaha [20] : 117- 119)
Quraish Shihab menjelaskan dari ayat ini jelas bahwa pangan, sandang, dan papan yang diistilahkan dengan tidak lapar, dahaga, telanjang, dan kepanasan semuanya telah terpenuhi di sana. "Terpenuhinya kebutuhan ini merupakan unsur pertama dan utama kesejahteraan sosial," ujarnya.
Menurut Quraish Shihab, dari ayat lain diperoleh informasi bahwa masyarakat di surga hidup dalam suasana damai, harmonis, tidak terdapat suatu dosa, dan tidak ada sesuatu yang tidak wajar, serta tiada pengangguran ataupun sesuatu yang sia-sia:
"Mereka tidak mendengar di dalamnya (surga) perkataan sia-sia; tidak pula (terdengar adanya) dosa, tetapi ucapan salam dan salam (sikap damai)". ( QS Al-Waqi'ah [56] : 25 dan 26).
Mereka hidup bahagia bersama sanak keluarganya yang beriman. (Baca surat Ya Sin [36] : 55-58, dan Al-Thur [52] : 21).
Adam bersama istrinya diharapkan dapat mewujudkan bayang-bayang surga itu di permukaan bumi ini dengan usaha sungguh-sungguh, berpedoman kepada petunjuk-petunjuk Ilahi.
Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu (hai Adam, setelah engkau berada di dunia, maka ikutilah). Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tiada ketakutan menimpa mereka dan tiada pula kesedihan ( QS Al-Baqarah [2] : 38).
Quraish Shihab mengatakan itulah rumusan kesejahteraan yang dikemukakan oleh Al-Qur'an. Rumusan ini dapat mencakup berbagai aspek kesejahteraan sosial yang pada kenyataannya dapat menyempit atau meluas sesuai dengan kondisi pribadi, masyarakat, serta perkembangan zaman.
Untuk masa kini, kita dapat berkata bahwa yang sejahtera adalah yang terhindar dari rasa takut terhadap penindasan, kelaparan, dahaga, penyakit, kebodohan, masa depan diri, sanak keluarga, bahkan lingkungan.
Sayyid Quthb dalam Dirasat Islamiyah mengatakan bahwa sistem kesejahteraan sosial yang diajarkan Islam bukan sekadar bantuan keuangan --apa pun bentuknya. Bantuan keuangan hanya merupakan satu dari sekian bentuk bantuan yang dianjurkan Islam.
Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran , Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" mengatakan surga diharapkan menjadi arah pengabdian Adam dan Hawa, sehingga bayang-bayang surga itu diwujudkannya di bumi, serta kelak dihuninya secara hakiki di akhirat. Masyarakat yang mewujudkan bayang-bayang surga itu adalah masyarakat yang berkesejahteraan.
Kesejahteraan surgawi dilukiskan antara lain dalam peringatan Allah kepada Adam: "Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali jangan sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang akibatnya engkau akan bersusah payah. Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di sini (surga), tidak pula akan telanjang, dan sesungguhnya engkau tidak akan merasa dahaga maupun kepanasan". ( QS Thaha [20] : 117- 119)
Quraish Shihab menjelaskan dari ayat ini jelas bahwa pangan, sandang, dan papan yang diistilahkan dengan tidak lapar, dahaga, telanjang, dan kepanasan semuanya telah terpenuhi di sana. "Terpenuhinya kebutuhan ini merupakan unsur pertama dan utama kesejahteraan sosial," ujarnya.
Menurut Quraish Shihab, dari ayat lain diperoleh informasi bahwa masyarakat di surga hidup dalam suasana damai, harmonis, tidak terdapat suatu dosa, dan tidak ada sesuatu yang tidak wajar, serta tiada pengangguran ataupun sesuatu yang sia-sia:
"Mereka tidak mendengar di dalamnya (surga) perkataan sia-sia; tidak pula (terdengar adanya) dosa, tetapi ucapan salam dan salam (sikap damai)". ( QS Al-Waqi'ah [56] : 25 dan 26).
Mereka hidup bahagia bersama sanak keluarganya yang beriman. (Baca surat Ya Sin [36] : 55-58, dan Al-Thur [52] : 21).
Adam bersama istrinya diharapkan dapat mewujudkan bayang-bayang surga itu di permukaan bumi ini dengan usaha sungguh-sungguh, berpedoman kepada petunjuk-petunjuk Ilahi.
Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu (hai Adam, setelah engkau berada di dunia, maka ikutilah). Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tiada ketakutan menimpa mereka dan tiada pula kesedihan ( QS Al-Baqarah [2] : 38).
Quraish Shihab mengatakan itulah rumusan kesejahteraan yang dikemukakan oleh Al-Qur'an. Rumusan ini dapat mencakup berbagai aspek kesejahteraan sosial yang pada kenyataannya dapat menyempit atau meluas sesuai dengan kondisi pribadi, masyarakat, serta perkembangan zaman.
Untuk masa kini, kita dapat berkata bahwa yang sejahtera adalah yang terhindar dari rasa takut terhadap penindasan, kelaparan, dahaga, penyakit, kebodohan, masa depan diri, sanak keluarga, bahkan lingkungan.
Sayyid Quthb dalam Dirasat Islamiyah mengatakan bahwa sistem kesejahteraan sosial yang diajarkan Islam bukan sekadar bantuan keuangan --apa pun bentuknya. Bantuan keuangan hanya merupakan satu dari sekian bentuk bantuan yang dianjurkan Islam.
(mhy)