Faedah Suami Berdoa Ketika akan Jimak dengan Istri
loading...
A
A
A
Rasulullah SAW telah mengajarkan bagaimana doa seorang suami yang ingin jimak atau berhubungan intim dengan istrinya. Lalu, apa keutamaan dan faedah doa tersebut bagi suami yang mengamalkannya?
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW mengajarkan doa berikut ini bagi seseorang yang hendak mencampuri istrinya:
بِاسْمِ اللَّهِ ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
“Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami”
Menurut Imam al-Bukhari , suamilah yang membaca doa tersebut sebelum jimak dengan sang istri. Hal ini berdasarkan judul bab yang beliau tulis ketika sebelum menuliskan hadis tersebut dalam kitabul nikah dalam Shahihul Bukhari, yaitu bab ‘apa yang diucapkan lelaki ketika akan mencampuri istrinya’.
Melihat urgensi doa ini, seyogyanya seseorang tidak melupakan untuk melantunkannya ketika akan mencampuri istrinya.
Doa ini memuat keutamaan yang besar bagi orang yang mengamalkannya. Rasululullah SAW bersabda:
فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِى ذَلِكَ لَمْ يَضُرُّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا
"Kemudian jika ditardirkan (lahirnya) anak bagi mereka berdua dari hubungan intim tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakai anak tersebut selamanya” (HR al-Bukhâri no. 6388 dan Muslim no. 1434).
Hadis tersebut bisa juga dimasukkan sebagai salah satu adab dalam berjima’, yaitu seorang lelaki membaca basmalah dan mengiringinya dengan doa.
Manfaatnya, apabila Allah SWT menakdirkan lahirnya anak bagi mereka dalam hubungan badan tersebut, maka anak itu melalui keberkahan nama Allah dan doa yang dibaca itu akan berada dalam perlindungan, sehingga setan tidak bisa mencelakainya.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mengatakan perlindungan yang menaungi sang anak tidak berarti bahwa anak tersebut menjadi makshum, yang artinya selamat dari dosa. Akan tetapi, maknanya anak tersebut akan terjaga dari godaan setan yang menyebabkannya keluar dari Islam dan fitrah. Terkadang ia terjerat godaan setan, namun ia akan segera bertaubat.
Syaikh Abdullah Al-Fauzandalam kitab Minhatul ‘Allâm berpesan, semestinya seseorang (lelaki) bersemangat kuat untuk mengamalkan doa ini (ketika akan berhubungan intim dengan istrinya) sehingga menjadi kebiasaan, dalam rangka mengamalkan arahan Nabi SAW dan harapan besar agar anaknya menjadi terjaga dan terpelihara dari setan dan tumbuh di atas jalan yang lurus melalui barokah doa ini”.
Kapan Saja
Seorang suami dibolehkan mencampuri isterinya kapan waktu saja yang ia kehendaki; pagi, siang, atau malam. Bahkan, apabila seorang suami melihat wanita yang mengagumkannya, hendaknya ia mendatangi istrinya.
Hal ini berdasarkan riwayat bahwasannya Rasulullah SAW melihat wanita yang mengagumkan beliau. Kemudian beliau mendatangi isterinya -yaitu Zainab ra- yang sedang membuat adonan roti. Lalu beliau melakukan hajatnya (berjima’ dengan isterinya). Kemudian beliau bersabda,
إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِيْ صُوْرَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِيْ صُوْرَةِ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ، فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِيْ نَفْسِهِ
“Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam rupa setan dan membelakangi dalam rupa setan (maksudnya isyarat dalam mengajak kepada hawa nafsu). Maka, apabila seseorang dari kalian melihat seorang wanita (yang mengagumkan), hendaklah ia mendatangi istrinya. Karena yang demikian itu dapat menolak apa yang ada di dalam hatinya.” (HR Muslim, at-Tirmidzi Adu Dawud, al-Baihaqi, dan Ahmad).
Imam an-Nawawi dalam "Syarah Shahiih Muslim" mengatakan dianjurkan bagi siapa yang melihat wanita hingga syahwatnya tergerak agar segera mendatangi istrinya – atau budak perempuan yang dimilikinya -kemudian menggaulinya untuk meredakan syahwatnya juga agar jiwanya menjadi tenang.
Apabila suami mampu dan ingin mengulangi jima’ sekali lagi, maka hendaknya ia berwudhu’ terlebih dahulu.
Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُوْدَ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Jika seseorang diantara kalian menggauli isterinya kemudian ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah ia berwudhu’ terlebih dahulu.” (HR Muslim dan Imam Ahmad)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW mengajarkan doa berikut ini bagi seseorang yang hendak mencampuri istrinya:
بِاسْمِ اللَّهِ ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
“Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami”
Menurut Imam al-Bukhari , suamilah yang membaca doa tersebut sebelum jimak dengan sang istri. Hal ini berdasarkan judul bab yang beliau tulis ketika sebelum menuliskan hadis tersebut dalam kitabul nikah dalam Shahihul Bukhari, yaitu bab ‘apa yang diucapkan lelaki ketika akan mencampuri istrinya’.
Melihat urgensi doa ini, seyogyanya seseorang tidak melupakan untuk melantunkannya ketika akan mencampuri istrinya.
Doa ini memuat keutamaan yang besar bagi orang yang mengamalkannya. Rasululullah SAW bersabda:
فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِى ذَلِكَ لَمْ يَضُرُّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا
"Kemudian jika ditardirkan (lahirnya) anak bagi mereka berdua dari hubungan intim tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakai anak tersebut selamanya” (HR al-Bukhâri no. 6388 dan Muslim no. 1434).
Hadis tersebut bisa juga dimasukkan sebagai salah satu adab dalam berjima’, yaitu seorang lelaki membaca basmalah dan mengiringinya dengan doa.
Manfaatnya, apabila Allah SWT menakdirkan lahirnya anak bagi mereka dalam hubungan badan tersebut, maka anak itu melalui keberkahan nama Allah dan doa yang dibaca itu akan berada dalam perlindungan, sehingga setan tidak bisa mencelakainya.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mengatakan perlindungan yang menaungi sang anak tidak berarti bahwa anak tersebut menjadi makshum, yang artinya selamat dari dosa. Akan tetapi, maknanya anak tersebut akan terjaga dari godaan setan yang menyebabkannya keluar dari Islam dan fitrah. Terkadang ia terjerat godaan setan, namun ia akan segera bertaubat.
Syaikh Abdullah Al-Fauzandalam kitab Minhatul ‘Allâm berpesan, semestinya seseorang (lelaki) bersemangat kuat untuk mengamalkan doa ini (ketika akan berhubungan intim dengan istrinya) sehingga menjadi kebiasaan, dalam rangka mengamalkan arahan Nabi SAW dan harapan besar agar anaknya menjadi terjaga dan terpelihara dari setan dan tumbuh di atas jalan yang lurus melalui barokah doa ini”.
Kapan Saja
Seorang suami dibolehkan mencampuri isterinya kapan waktu saja yang ia kehendaki; pagi, siang, atau malam. Bahkan, apabila seorang suami melihat wanita yang mengagumkannya, hendaknya ia mendatangi istrinya.
Hal ini berdasarkan riwayat bahwasannya Rasulullah SAW melihat wanita yang mengagumkan beliau. Kemudian beliau mendatangi isterinya -yaitu Zainab ra- yang sedang membuat adonan roti. Lalu beliau melakukan hajatnya (berjima’ dengan isterinya). Kemudian beliau bersabda,
إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِيْ صُوْرَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِيْ صُوْرَةِ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ، فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِيْ نَفْسِهِ
“Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam rupa setan dan membelakangi dalam rupa setan (maksudnya isyarat dalam mengajak kepada hawa nafsu). Maka, apabila seseorang dari kalian melihat seorang wanita (yang mengagumkan), hendaklah ia mendatangi istrinya. Karena yang demikian itu dapat menolak apa yang ada di dalam hatinya.” (HR Muslim, at-Tirmidzi Adu Dawud, al-Baihaqi, dan Ahmad).
Imam an-Nawawi dalam "Syarah Shahiih Muslim" mengatakan dianjurkan bagi siapa yang melihat wanita hingga syahwatnya tergerak agar segera mendatangi istrinya – atau budak perempuan yang dimilikinya -kemudian menggaulinya untuk meredakan syahwatnya juga agar jiwanya menjadi tenang.
Apabila suami mampu dan ingin mengulangi jima’ sekali lagi, maka hendaknya ia berwudhu’ terlebih dahulu.
Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُوْدَ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Jika seseorang diantara kalian menggauli isterinya kemudian ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah ia berwudhu’ terlebih dahulu.” (HR Muslim dan Imam Ahmad)
(mhy)