Berbangsa dan Bernegara Jadi Fitrah Umat Manusia

Minggu, 28 Agustus 2022 - 08:38 WIB
loading...
Berbangsa dan Bernegara...
Imam Besar Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar, KH Muammar Muhammad Bakry menegaskan bahwa sejatinya berbangsa dan bernegara merupakan fitrah umat manusia. Foto/Ist
A A A
MAKASSAR - Imam Besar Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar, KH Muammar Muhammad Bakry menegaskan bahwa sejatinya berbangsa dan bernegara merupakan fitrah umat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT.

Oleh karena itu, pada hakikatnya yang haram di dalam agama sejatinya bukan mencintai tanah air. Melainkan berbuat kerusakan dan merusak tatanan serta memecah-belah tanah air.



Sebab, jika menelusuri ayat Al-Quran maupun hadits, tidak ada yang haram di dalam merawat dan menjaga tanah airnya. Melainkan kita dianjurkan untuk mencintai dan merawatnya.

“Jadi kita bernegara dan berbangsa itu adalah sesungguhnya fitrah manusia, itukan juga tertuang dalam Al-Quran Surah Al Hujurat. Jadi kalau ini di anggap sebagai thogut ataupun kafir, Sesungguhnya itu sudah menyalahi kodrat Ilahi, kodrat sebagai manusia ataupun naluri manusia,” ujar KH Muammar M. Bakry di Makassar dikutip Sabtu (27/8/2022).

Dia mengatakan, sebagaimana dalam Surat Al-Hujurat ayat 13 yang tertulis, ‘Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal’.

Menurut Muammar Bakry menjelaskan, sejatinya tidak ada yang secara baku atau ditentukan oleh nabi terkait praktek ataupun konsep yang ditawarkan dalam Al-Quran maupun hadis terkait model negara. Melainkan, bagaimana prinsip berbangsa dan bernegara.



“Yang ada itu adalah prinsip-prinsip bernegara dan berbangsa dalam Al-Quran dan Hadits yang ditawarkan oleh Nabi Muhammad SAW, misalnya musyawarah, keadilan, kemanusiaan, itulah yang harus dibangun,” jelas pimpinan Pondok Pesantren Multidimensi Al-Fakhriyah, Makassar ini.

Untuk itu dia menilai bahwa Pancasila sejatinya persis dengan apa yang ditawarkan Nabi Muhammad SAW dalam konsep Piagam Madinah.

Menurutnya, Pancasila merupakan sebuah kemahiran para founding fathers bangsa ini dalam memformulasi negara Indonesia ini dengan asas Pancasila. Sehingga, narasi terkait haramnya negara dan praktik nasionalisme penting untuk diluruskan.

“Karena mereka menggunakan dalil dengan pemahaman yang keliru, maka tentunya kita luruskan dengan dalil yang sama, Nabi itu sudah mengatakan bahwa suatu saat ada umatku yang merusak Alquran dan Hadits itu dengan pemahaman yang keliru. Itu yang sekarang terjadi saat ini,” kata pria yang juga Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar ini.

Sehingga bisa dikatakan, bahwa kelompok yang kerap merongrong Pancasila dengan dalil keharamannya, diduga memang tidak memahami makna ayat-ayat AlQuran. Dan bahkan sengaja untuk merusak pemahaman moderat dan persatuan anak bangsa.

“Kelompok-kelompok itu memang belum memahami dan memang bisa juga mereka itu sengaja ingin merusak pemahaman moderat keagamaan anak bangsa ini,” ujar Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Selatan ini.

Oleh karena itu, dia berharap kepada segenap tokoh agama dan pihak pemerintah khususnya mempu lebih proaktif dalam menarasikan wacana keagamaan yang moderat, sebagai jihad untuk kemajuan bangsa.

“Jangan sampai kita menjadisilent majority. Kita tertidur, padahal masyarakat kita ini sedang membutuhkan wacana-wacana keislaman yang sejuk, harus ada keberanian sebagai jihad kita untuk menarasikan lebih masif wacana-wacana keislaman itu,” kata Muammar.

Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Provinsi Sulawesi Selatan (FKPT Sulsel) ini juga mengatakan, kerjasama semua pihak sangat dibutuhkan terutama dengan mengeratkan solidaritas antarcivil society.Dengan mengerahkan kekuatan ormas keagamaan yang moderat agar pemahaman keagamaan yang moderat terbentuk secara kuat dan masif ditengah masyarakat.

“Sehingga pemahaman keagamaan itu lahir dari bawah supaya tidak ada kesan juga bahwa pemerintah ini mencekoki dan memaksa gitu terhadap suatu pemahaman tersendiri. Jadi saya kira kekuatan bottom-up serta top-down juga perlu secara regulatif, dan juga harus lebih masif dari bawah,” kata Muammar.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2084 seconds (0.1#10.140)